20 Apr 2022
pemdes Japura lor " selaraskan Bansos dan Vaksinasi "
19 Apr 2022
Ki Buyut Mangun Tapa " senantiasa didatangi penziaroh"
Situs Ki Buyut Manguntapa, yang konon merupakan keturunan para wali yang menyebarkan agama Islam di tataran wilayah utara Gunung Ciremai. Juga terdapat air Kahuripan yang dikeramatkan dan dijaga oleh masyarakat sekitar desa Singkup. Beberapa orang yang berasal dari berbagai daerah terlihat sering berkunjung ke lokasi ini khususnya pada malam 1 Suro atau 1 Muharram. Cerita legenda yang beredar di masyarakat adalah tentang kepala singa. Berdasarkan cerita masyarakat, dahulu ada seorang yang gagah perkasa sakti mandraguna, “saciduh metu saucap nyata” (ucapannya mujarab). Namun karena kesombongannya merusak hutan yang ada di lokasi tersebut, ia kena petaka menjadi batu yang menyerupai kepala singa.
Keberadaan situs Ki Buyut Manguntapa dan kepala singa berada pada satu hamparan dengan 1001 Tangga Manguntapa. Lokasi dengan ketinggian 345-400 mdpl dapat membangkitkan sensasi tersendiri bagi pengunjung yang berkunjung. Tak jarang pengunjung datang untuk menikmati suasana sore, hingga munculnya bulan dan bintang, terkadang ada juga yang bermalam.
Situs dan legenda mengingatkan kita bahwa sejak lama alam ini mencoba menjaga keseimbangan diri dan bertahan dari gangguan apapun. Keberadaan manusia seharusnya bukan menjadi pengganggu, namun menjadi bagian dalam menjaga keseimbangan alam secara berkelanjutan. (2b)
Desa Panongan lor " Pionir penanaman satu juta pohon mangga"
18 Apr 2022
Kuwu Cipeujeuhwetan " mesin gesek masih di E Warung lama" ini kendala
15 Apr 2022
Sahur Bareng Warga, Bupati Cirebon Bagikan Bantuan
14 Apr 2022
Babad Cirebon " Cerita anak putu"
Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama yang berasal dari Jawa Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan Cirebon juga merupakan pangkalan penting yang menghubungkan jalur perdagangan antar pulau. Kesultanan Cirebon berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi pelabuhan sekaligus “jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda.
Sehingga Kesultanan Cirebon memiliki suatu kebudayaan yang khas tersendiri, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dukuh kecil yang awalnya didirkan oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran).
Dinamakan Caruban karena di sana ada percampuran para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang dan mata pencaharian yang berbeda. Mereka datang dengan tujuan ingin menetap atau hanya berdagang.
Karena awalnya hampir sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Lalu ada juga pembuatan petis dan garam.
Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari Cai(air) dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal sekarang ini.
Karena memiliki pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon akhirnya menjadi sebuah kota besar yang memiliki salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa.
Pelabuhan sangat berguna dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan seluruh Nusantara maupun dengan negara lainnya. Selain itu, Cirebon juga tumbuh menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
PENDIRIAN DAN SILSILAH RAJA KERAJAAN CIREBON
Pangeran Cakrabuana (1430 – 1479) merupakan keturunan dari kerajaan Pajajaran. Ia adalah putera pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya yang bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Raden Walangsungsang(pangeran Cakra Buana) meiliki dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.
Sebagai anak laki-laki tertua, seharusnya ia berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun karena ia memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya, posisi sebagai putra mahkota akhirnya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa (anak laki-laki dari prabu Siliwangi dan Istri keduanya yang bernama Nyai Cantring Manikmayang).
Ini dikarenakan pada saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha.
Pangeran Walangsungsang akhirnya membuat sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir, mendirikan Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi) membuat Dalem Agung Pakungwati serta membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.
Dengan demikian, Pangeran Walangsungsang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon.\Pangeran Walangsungsang, yang telah selesai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman. Ia lalu tampil sebagai “raja” Cirebon pertama yang memerintah kerajaan dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.
Pendirian kesultanan Cirebon memiliki hubungan sangat erat dengan keberadaan Kesultanan Demak.