23 Apr 2021

Camat Mundu lantik Pj Kuwu Citemu " Tumbuhkan asa baru bagi Masyarakat"

Indomedianewsc -Rohmat ,dilantik menjadi penjabat Kuwu Desa Citemu,  Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon,  Jum'at 23/04/2021 di Aula Desa setempat.

Pemerintahan Desa Citemu yang sekian lama terhambat dari berbagai hal,  baik Pencairan maupun penggunaan Anggaran dikarenakan Kuwu Desa Citemu,  Supriyadi,  tersandung persoalan Hukum yang mengakibatkan dirinya saat ini harus mendekam dibalik jeruji besi karena harus mempertanggungjawabkan segala apa yang telah diperbuatnya.

Pada Hari ini,  (Jum'at -red)  Masyarakat Desa Citemu bisa bernafas lega,  karena sudah memiliki penjabat Kuwu yang baru,  dengan harapan program. Pembangunan Desa bisa dilaksanakan kembali.

Usai acara pelantikan dan pengambilan sumpah terhadap penjabat Kuwu Desa Citemu,  Rohmat,  Camat Mundu,  Anwar Sadat,  menjelaskan pada beberapa awak media

" Saya berharap kepada penjabat Kuwu Citemu,  Pak Rohnat,  agar mampu melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya sebaik mungkin,  karena memang setelah Kuwu Definitif (Supriyadi-red)  tersandung Hukum bahkan harus berakhir dengan pemberhentian,  otomatis program pembangunan Desa sedikit terhambat,  khususnya dalam hal pencairan Anggaran,  oleh karenanya kami meminta kepada semua unsur Masyarakat maupun Kelembagaan Desa untuk bekerjasama dan mendukung kinerja pak Rohmat selaku penjabat Kuwu Citemu,  saya yakin dengan dukungan dan kerjasama yang baik,  Citemu akan kembali normal dan tidak menutup kemungkinan akan lebih baik " ujarnya.

Senentara itu,  Penjabat Kuwu yang baru saja diambil sumpah,  Rohmat,  menuturkan

" Memang ada kendala yang sangat menghambat pembangunan di Desa Citemu,  khususnya terkait pencairan Anggaran,  oleh karenanya program prioritas saya adalah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak untuk secepatnya bisa mencairkan Anggaran yang selama ini terhambat oleh sebab ada persoalan Hukum yang terjadi pada pak Kuwu yusuf ( panggilan nama Kuwu Citemu,  Supriyadi-red) " ujar Rohmat.

Bahkan lebih lanjut Rohmat menjelaskan,  bahwa pihaknya akan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebaik mungkin

" Banyak PR di Desa Citemu yang harus segera diselesaikan,  dan untuk menyelesaikannya harus ada dukungan dan kerjasama yang baik dengan semua pihak,  baik itu Masyarakat ataupun Lembaga Desa,  oleh sebab itu saya mengajak kepada semua pihak untuk bersama sama membangun citemu kearah yang lebih baik lagi " tegas Rohmat.

Senada hal tersebut disampaikan ketua BPD Citemu,  Lukman,  yang turut hadir dalam acara pelantikan penjabat  Kuwu setempat.

" kita  saat ini harus membuka pembaran baru dibawah kepemimpinan Bapak Rohmat,  persoalan Kuwu yang terdahulu itu menjadi tanggung jawab kuwu yang terdahulu, toh yang bersangkutan saat ini sudah berada dibalik jeruji besi,  yang terpenting saat ini adalah bagaimana citemu bisa berubah dan bisa lebih baik dari yang sudah baik,  kami dari BPD mengucapkan selamat bertugas kepada pak Kuwu Rohmat" ujar Lukman. (1c)

Antisipasi penyebaran Pandemi Covid-19 " jama'ah Jum'at wajib kenakan masker"

Indomedianewsc -Pelaksanaan Prokes Di pimpin langsung oleh Pj. Kuwu Desa Susukanagung, seluruh perangkat desa bersama-sama Babinsa dan Bhabinkamtibmas secara pro aktif membagikan sekaligus memasangkan masker kepada ratusan Jama'ah yang hendak mengikuti atau melaksanakan ibadah Sholat Jum'at di Masjid Agung Safinatunnajah Desa Susukanagung, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, Jum'at (23/4). 

Pembagian masker sendiri merupakan salahsatu wujud implementasi dari Program PPKM Skala Mikro yang terus dilaksanakan dan di seriusi oleh pemerintah desa setempat. Tentunya, dengan mengimplementasikan program pemerintah pusat tersebut, tidak lain juga sebagai upaya menekan dan memutus rantai penyebaran Pandemi Covid-19 yang hingga saat ini tidak kunjung usai.
Pejabat (pj)  Kuwu Desa Susukanagung, Abdul Rohmat menuturkan, pembagian masker kepada Jama'ah Sholat Jum'at sebagai bentuk perhatian pemerintah desa untuk meminimalisasi tingkat penyebaran Covid-19 di tempat sarana ibadah yang menjadi ruang berkumpulnya masyarakat dalam menjalankan kegiatan Ibadah. Dengan mengimplementasikan salah satu ketentuan dalam Program PPKM Skala Mikro ini, merupakan  bagian dari upaya pemerintah desa mengedukasi masyarakat akan pentingnya memperhatikan dan mentaati penggunaan masker baik di ruang publik, sarana ibadah dan sarana umum lainnya. 

”Ini salah satu bagian dari upaya kami meminimalisir penyebaran Covid-19 di tempat sarana ibadah, terlebih dengan jumlah jama'ah yang besar menjadikan perhatian serius kami untuk membagikan masker,” ujarnya. 

Masih dikatakan Abdul Rohmat, selain membagikan masker kepada Jama'ah Sholat Jum'at, pasalnya PemDes Susukanagung pun telah membagikan ribuan masker kepada warga masyarakat melalui atau melibatkan para Kader PKK Desa Susukanagung. Selain pembagian masker, sesuai petunjuk dalam ketentuan Program PPKM Skala Mikro, pihaknya pun masih terus intens melakukan kegiatan penyemprotan desinfektan dilingkungan warga masyarakat dan titik-titik vital tempat keramaian. Dimana ketentuan lainnya yang telah dilaksanakan diantaranya penyediaan hands sinitizer, suplemen vitamin C, ruang isolasi dan Posko terpadu PPKM Skala Mikro. 

”Alhamdulillah melalui sumber anggaran Dana Desa Tahun 2021 ini seluruh ketentuan PPKM Skala Mikro terus kami maksimalkan dan kami seriusi,” pungkasnya. (1c) 

Kuwu Desa Karangasem " berikan santunan kepada Yatim Piatu "

Indomedianewsc -Ramadhan dijadikan salah satu Bulan istimewa yang penuh barokah.  Selain dituntut kita sebagai Manusia untuk bersabar,  tawakal dan mampu menahan hawa nafsu,  yang terlebih istimewa lagi untuk saling peduli dan meningkatkan jiwa sosial yang tinggi.
Ini pula yang disampaikan Kuwu Desa Karangasem,  Kecamatan Karangwareng,  Kabupaten Cirebon,  Heriyanto,  saat setelah memberikan santunan kepada 76 Anak Yatim Piatu.

" Alkhamdulillah,  di Bulan Ramadhan ini,  kami mampu memberikan santunan kepada Anak yatim piatu , walaupun mungkin secara materi nilainya tidak seberapa,  namun menurut hemat saya apa yang telah kami lakukan sebagai tanda kita saling peduli akan sesama,  terlebih lagi kepada Anak Yatim" ujarnya

Lebih lanjut Heriyanto,  menuturkan

" Ramadhan ini sebagai Bulan pemula untuk membiasakan berbuat lebih baik,  dengan harapan setelah Ramadhan selesai kita telah terbiasa untuk berbuat baik,  dalam segi apapun,  dan kebaikan itu tidak semata hanya karena rupiah,  namun masih banyak cara untuk melakukan kebaikan,  yang terpenting adalah bagaimana caranya kita bisa bermanfaat bagi orang banyak sesuai dengan kemampuan yang kita miliki,  saya sebagai Kuwu,  tentunya mengajak kepada seluruh lapisan Masyarakat untuk bersama sama mengisi Ramadhan ini dengan hal yang positif,  dan mari kita berdoa bersama agar Pandemi segera berakhir dari Republik tercinta ini" pungkas Heriyanto. (1c)

22 Apr 2021

Mbah Ardi Sela dan Harimau Cimandung " Babad Desa Tuk Karangsuwung"

Indomedianewsc -Catatan untuk generasi muda sebagai kado yang harus tetap dikenang,  salah satunya adalah dengan keberadaan sosok Mbah Ardi Sela. 

Alkisah,  Sejarah Karangsuwung berawal dari bertolakbelakangnya pemikiran Sunan Gunung Jati dengan pegawai Keraton Cirebon yang bernama Raden Rustam. Hal itu menyebabkan Sunan Gunung Jati kecewa hingga akhirnya menyuruh Raden Rustam meninggalkan Keraton agar Raden Rustam terbiasa mandiri dan mengetahui liku-liku kehidupan di dunia ini. 

Dengan langkah berat dan penyesalannya yang begitu dalam, Raden Rustam pergi meninggalkan Keraton meski tak pasti arah tujuannya. Ia menuju ke arah selatan selama berhari-hari, hingga suatu saat sampai di Gunung Ciremai. Lantas, ia bersemedi di atas puncak gunung tersebut. Pada saat semedi, tiba-tiba ia mendengar suara rintihan harimau minta tolong. Kemudian ia menolong harimau tersebut, hingga di kemudian hari harimau tersebut menjadi pengikutnya yang setia. 
Melihat kesetiaan harimau itu, maka Raden Rustam memberi nama Cimandung yang berarti iman kepada Yang Maha Kuasa. Setelah menolong harimau tersebut, ia melanjutkan semedinya selama 40 hari 40 malam.

 Selesai bersemedi, Raden Rustam dan pengikutnya pergi meninggalkan Gunung Ciremai dan menuju ke arah timur. Hingga mereka sampai pada suatu karang yang masih sunyi senyap (baca: suwung dalam bahasa Cirebon). Mereka di situ membabad hutan untuk dijadikan suatu perkampungan sambil menyiarkan agama Islam yang ia peroleh dari Sunan Gunung Jati. Lama kelamaan perkampungan tersebut semakin ramai dan masyarakatnya giat belajar agama Islam.

Selama Raden Rustam meninggalkan Keraton Cirebon, selama itu pula ia tidak ada kabar beritanya. Hal itu membuat Raden Dikram yang berasal dari Gebang dan merupakan saudara misan Raden Rustam khawatir. Siang malam ia berdoa untuk keselamatan Raden Rustam. Hingga suatu saat ia mendengar berita kalau saudaranya itu masih berada di wilayah Cirebon, yaitu bagian timur. Selanjutnya Raden Dikram mencari saudaranya tersebut. Pencarian itu memakan waktu yang sangat lama, sebelum akhirnya ditemukan.

Dengan adanya Raden Dikram yang seorang Empuh yang pandai membuat senjata perang dan pandai dalam mengobati berbagai penyakit, memperkuat keyakinan Raden Rustam dalam mengembangkan ajaran Islamnya. Mereka semakin melebarkan ajarannya ke berbagai tempat, hingga mereka menemukan tempat yang masih sunyi untuk dijadikan tempat tinggal mereka. Ketika mereka akan salat Dzuhur, di tempat sunyi tersebut tidak ada air untuk wudhu. 
Hal itu membuat mereka berpikir untuk membuat Tuk (balong), sehingga dapat digunakan untuk mengambil air wudhu. Selama mereka berada di tempat tersebut, mereka mendirikan sebuah Tajug untuk menampung orang salat berjamaah sambil mempelajari agama Islam. Tentunya, mereka selalu dibantu oleh abdi dalem yaitu Cimandung.

Setelah berdiam di daerah Tuk, Raden Rustam berganti nama menjadi Ardi Sela (Ardi=Tanah; Sela=Batu). Hal tersebut untuk mengingatkan ia manakala bersemedi selalu duduk di atas batu dengan ditimbuni tanah. Ia meninggal dan dimakamkan di daerah Tuk sehingga terkenal dengan nama Situs Ardi Sela dan Situs Muara Bengkeng (Muara=Bebelik; Bengkeng=Keras/Nyaring).

Untuk mengenang jasa mereka, masyarakat mendirikan pesantren dengan nama Pesantren Tuk, sedangkan makam Ardi Sela dan Muara Bengkeng dijadikan tempat keramat. 

Masih untuk mengenang jasa, nama Karangsuwung dijadikan nama sebuah desa, begitu juga Tuk Karangsuwung, hasil dari pemekaran Desa Karangsuwung yang dulu berada di wilayah Kecamatan Karangsembung (sekarang berada di wilayah Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon. 

Pangeran Sindang garuda dan sejarah Desa Astanajapura

Bagian 2 Babad  Desa Astanajapura

Dengan kearifan Syech Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dalam 
menyebarkan Islam ke Desa Astanajapura yang terlebih dahulu dimasuki oleh agama Hindu , beliau tidak serta merta menghilangkan kebiasaan yang berada dimasyarakat saat itu. Sehingga sekarang di Desa Astanajapura banyak terdapat 
adat istiadat yang ditinggalkan. Adapun kebiasaan (kebudayaan) perpaduan Hindu-Islam  yang masih ada sampai sekarang di Desa Astanajapura antara lain yaitu:

1.Sedekah Bumi
Sedekah bumi merupakan simbol dari rasa syukur dari hasil bumi yang 
melimpah, dan biasanya di lakukan atau pelaksanaannya tiap tahun atau 
merupakan tradisi tahunan.

2.Mapag Sri .Mapag Sri
adalah salah satu adat/budaya masyarakat Indonesia khususnya 
Jawa dan Sunda yang dilaksanakan untuk menyambut datangnya panen raya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. 
Mapag Sri apabila dilihat dari bahasa jawa halus mengandung arti menje
mput padi. Dalam bahasa jawa halus, mapagberarti menjemput,sedangkan 
sri dimaksudkan sebagai padi. Maksud dari menjemput padi adalah panen.

3.Buka Tana

Buka tanamerupakan kegiatan yang dilakukan dimana ketika ada orang yang akan membangun rumah atau tempat dengan cara melakukan tahlil dan membaca doa agar selamat.

4.Nuju Bulan
Nuju BulanUpacara Tingkebanatau Nuju Bulan adalah salah satu tradisi masyarakat jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu
yang artinya tujuh, upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang 
setaman dan di sertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

5.Mudun Lemah
Mudun lemah demikian orang jawa menyebut tradisi tersebut. Sebuah tradisi yang dilakukan orang tua untuk mengenalkan anak tercintanya yang berusia tujuh bulan kepada bumi. Mengiringi itu, kedua orang tua berharap anaknya mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan.

6.Puputan
Upacara puputan yaitu upacara yang dilaksanakan pada waktu seorang bayi terlepas ari-arinya dari sendi usus perut atau istilahnya coplok/puput 
(lepas). Maksud dan tujuan upacara Puputanadalah untuk memberi   nama pada bayi  yang baru terlepas ari-arinya.
Kebudayaan tersebut di atas masih dilakukan oleh masyarakat Desa 
Astanajapura, namun telah terpengaruh oleh kebudayaan 
Islam sehingga caranyapun berubah yakni dengan dibacakan do‟a kalimat 
toyibah.

Saat ini Pemerintahan Desa Astanajapura dipimpin oleh seorang kuwu yang bernama Faturokhman. 

21 Apr 2021

Pangeran Sindang garuda dan sejarah Astanajapura


Bagian 1 babad Desa Astanajapura

Indomedianewsc-Pada awalnya Desa Astanajapura merupakan sebuah padukuhan yang 
berada di naungan wilayah Kerajaan Medang Kamulyan dengan rajanya bernama  Handahiyang dan senopatinya Amuk Marugul yang 
peninggalan keratonnya 
sekarang masuk pada wilayah Desa Japura Kidul, Kecamatan Astanajapura, 
Kabupaten Cirebon.

Senopati Kerajaan Medang Kamulyan, yakni Senopati Amuk Marugul 
sangat kental dengan orang yang sakti mandraguna, sehingga dengan 
kesaktiannya  ia akhirnya lupa akan dirinya dan dalam mendampingi Raja 
Handahiyang 
memerintah 
dengan 
semena mena dan dengan penuh keangkaramurkaan.  Akhirnya di kerajaan tersebut terjadilah kehancuran moral.
Melihat keadaan yang demikian, maka raja Handahiyang berfikir serius 
dengan para petinggi kerajaan serta mengajak keponakannya yang juga putra mahkota pajajaran yakni Pangeran Gagak Lumayung untuk mencari solusi  bagaimana menghentikan keangkaramurkaan yang timbul akibat ulah ki Amuk Marugul tersebut.  Dan diperoleh
lah solusi atas  musyawarah tersebut dengan cara 
mengadakan sayembara, yakni sayembara mencari jodoh anaknya (anak raja 
Handahiyang) karena pada saat itu anak sang raja sudah saatnya/umurnya sudah pantas berkeluarga.

Sayembara tersebutpun diumumkan keselu
ruh penjuru bangsa, Sang Raja 
Handahiyang berkenan mengadakan sayembara putrinya bahwa barangsiapa yang 
menang dalam sayembara akan dinikahkan dengan putrinya dan kelak dinobatkan 
sebagai penggantinya. Dan saat sayembara diadakan, Ki Amuk Marugul ikut serta 
dan dalam pertandingannya ia selalu menang, tidak ada tandingannya.
Dengan di dorong rasa tanggungjawabnya baik selaku kesatria juga sebagai  keponakan sang raja dan keadaan masyarakat yang sudah bobrok moral akibat Ki Amuk Marugul, maka Pangeran Gagak 
Lumayung yang masyarakat sekitar 
mengenalnya dengan sebutan Pangeran Sindang Garuda tidak terima dengan 
keadaan tersebut, maka beliau ikut serta bertanding di kancah sayembara itu dan diseranglah Senopati Amuk Marugul hingga terjadilah perang tanding antara Senopati Amuk Marugul dengan pangeran Gagak Lumayung.
Dan dalam pertempuran tersebut Senopati Amuk Marugul dapat dipukul 
mundur sampai ia berlari ke daerah pesisir timur wilayah kerajaan yakni di Desa Rawaurip Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon dan beru
bah wujud menjadi 
Belut Putih, kemudian masuk ke dalam sumur yakni “Sumur Lumer” dan sumur tersebut  sampai sekarang masih ada.

Keterangan lain bahwa Senopati Amuk Marugul tersebut larinya ke ujung 
pesisir Kabupaten Cirebon yakni di Kecamatan Losari Desa 
Tawangsari  (sekarang) dan berubah wujud menjadi buaya putih, bahkan menurut cerita mistik  yang berkembang jika ada penggedug Desa Astanajapura kesana maka muncullah 
buaya putih itu yang merupakan perwujudan Senopati Amuk Marugul yang 
belum puas atas kekalahan
dari Pangeran Gagak Lumayung.

Dari kekalahan Senopati Amuk Marugul atas Pangeran Gagak Lumayung maka terbebaskanlah Kerajaan Medang Kamulyan dari kehancuran dan akhirnya dinobatkanlah Pangeran tersebut menjadi Raja di kerajaan tersebut tetapi nama kerajaan diganti menjadi “Kerajaan Japura”

Nama Japura sendiri diambil dari ucapan Ki Nuhun yang ternyata adalah 
Sunan Gunung Jati ketika ia marah kepada masyarakat kerajaan kala itu, karena 
pada saat itu mereka 
Islamnya penuh kepura-puraan yakni kalau ada Ki Nuhun 
mereka pura-pura Islam
tetapi ternyata apabila tidak ada Ki Nuhun mereka berperilaku tidak Islam
seperti pesta minum-minuman keras, makan daging babi 
dan lain-lain.
Bahkan konon kepala babinya mereka gantungkan di serambi 
mesigitnya (masjidnya) maka spontan Ki Nuhun marah dengan kalimatnya bahwa Islam itu “Ja pura-pura” dan menendang masjid agar tidak di kotori oleh ha-hal yang dilarang agama sampai masjid itu terlempar ke laut kidul yakni di Nusakambangan, tepatnya di Kecamatan Pembantu Laut Kabupaten Cilacap 
dengan nama “Mesigit Sela” namun mesigit tersebut tidak digunakan untuk sholat jum‟at  tetapi hanya tempat ziarah saja.

Sedangkan sumur dari masjid itu sampai sekarang masih tetap berada di 
tempat semula yakni sekarang masuk dalam wilayah Desa Japura Lor Kecamatan 
Pangenan Kabupaten Cirebon, dengan nama “Sumur Mesigit Lawas”.
Dari perkataan Ki Nuhun inilah yang kemudian menjadi nama sebuah kerajaan yakni “Kerajaan Japura”.
Karena perlu diketahui pada saat jatuhnya kerajaan 
Medang Kamulyan oleh Pangeran Gagak Lumayung, pada saat itu pula pengaruh Islam yang dibawa oleh Ki Nuhun (Sunan Gunung Jati) telah masuk ke wilayah 
tersebut dengan bukti beliau telah mendirikan “Mesigit” (masjid) sebagai tempat pendidikan dan ibadahnya. Bahkan sampai dua kali yakni pertama “mesigit Lawas” yang ditendang ke pulau Nusakambangan, yang kedua “Mesigit Kramat” yang juga akhirnya disepak dengan sikilnya (kakinya) karena menganggapnya 
bahwa mesigit (masjid) ditempat itu kurang manfaat, sehingga akhirnya 
tempat/blok itu dinamai “Blok Singkil” (Sekarang masuk wilayah Desa 
Astanajapura). Dan mesigit kramat tersebut ber
geser ke timur, sehingga akhirnya 
tempat / blok tempat baru mesigit tersebut dinamai “Blok Karang Mesigit” 
(sekarang masuk wilayah Desa Japurakidul) dan mesigitnya sekrang bernama 
“Masjid Al-Karomah”.

Sedangkan sumur dan bak air serta gayung dari Mesigit
Kramat yang semuanya terbuat dari emas diinjak oleh Ki Nuhun (Sunan Gunung Jati) sehingga semuanya hilang. Tetapi menurut cerita masyarakat sekitar bahwa sumur, bak dan gayung mesigit tersebut kadang muncul, namun kepada orang yang dikehendaki saja.

setelah Pangeran Gagak Lumayung (Pangeran Sindang Garuda) wafat 
dan dengan semakin padatnya penduduk serta berkembang nya sistem tata pemerintahan yang dikembangkan oleh Ki Nuhun, maka wilayah kerajaan Japura 
di ubah menjadi bukan lagi tata kerajaan tetapi sistem padukuhan yang dikepalai 
oleh seorang Kuwu. Perubahan dan pemekaran tersebut terjadi pada tahun 1813 
M, bahwa wilayah pusat pemerintahan kerjaan Japura dibagi tiga padukuhan 
yakni Padukuhan Astanajapura, Japura Lor dan Japura Kidul.
Menurut keterangan yang diperoleh dari para sesepuh bahwa nama 
“Astanajapura” sendiri diambil dari perpaduan kata “Astana” yang berarti 
Kuburan dan “Japura” yang berarti merujuk ke Kerajaan Japura karena dulu kerajaan Japura hanya mempunyai satu astana (kuburan) yakni
kuburan yang sekarang terbawa dalam wilayah Desa Astanajapura sehingga para raja dan penggedug/Ki Geden Japura seperti Pangeran Gagak Lumayung (Pangeran Sindang Garuda) di kala wafat di kuburnya di astana (kuburan tersebut).
Sedangkan menurut keteranganlain bahwa “Astanajapura” diambil dari 
kata “astana” dan kata “asta” yang berarti “tangan/kekuasaan/penguasa” dan “Japura” berarti merujuk ke Kerajaan Japura. Hal ini karena katanya Raja Kerajaan Japura wafat dan dikuburnya yakni Pangeran Gagak Lumayung (Pangeran Sindang Garuda). Sekarang padukuhan ini menjadi sebuah Desa yakni “Desa Astanajapura”
. Pangeran Sindang Garuda wafat di Astanajapura dan 
persemayaman terakhir di Maqbaroh Desa Astanajapura Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon-Jawa Barat.

Dalam memimpin pemerintahannya Pangeran Sindang Garuda didampingi 
oleh penasehat spiritualnya Syech Abdullah Iman yang kerap disebut oleh 
masyarakat Syceh Abdul Iman juga di dampingi oleh kaula yang sangat setia yaitu Siti Fatimah (Nyi Ratu Ganda).
Dan karena beliau-beliau ini walaupun memimpin pemerintahan juga telah masuk 
Islam dan berkapasitas sebagai ulama-ulama besar maka sekarang masyarakat banyak berziarah di tempat maqbaroh 
guna mencari berkahnya.