R. Agus Syaefuddin
Entah sampai kapan Pandemi Covid -19 akan sirna dari Bumi Pertiwi.Masih
belum jelasnya masa berakhir pandemi Virus Corona menimbulkan kecemasan
bagi dunia pendidikan, terutama jika melihat penomena kondisi masyarakat
dan sekolah yang belum benar-benar siap menghadapi kejutan perubahan kebiasaan
pembelajaran dari tatap muka ke model pembelajaran jarak jauh, sehingga
jika keterkejutan ini terjadi terlalu lama maka akan melahirkan masalah baru
bagi pendidikan anak-anak kita jika hal tersebut tanpa solusi pasti.
Pembelajaran jarak jauh/daring yang telah diberlakukan beberapa bulan terakhir
yang sebagian besar memanfaatkan teknologi (baik proses daring maupun luring),
sudah memberikan gambaran dan dapat dijadikan tolak ukur penyelenggaraan
pendidikan ke depan, khususnya selama pandemi corona.
Dua bulan terakhir jangankan untuk berbicara kualitas, untuk memastikan proses
pembelajaran jarak jauh
saja kita masih
menemukan banyak data bahwa di banyak daerah pedesaan hanya beberapa
saja siswa dan para guru kita yang bisa
mengadakan dan mengikuti pembelajaran jarak jauh, hal ini diakibatkan oleh
banyak sekali faktor, mulai dari faktor keterjangkauan jaringan internet,
kemampuan guru memanfaatkan teknologi IT, kesiapan orang tua siswa dalam
menyediakan perangkat pembelajaran, kemampuan siswa dan masyarakat dalam
menggunakan IT, faktor pembiayaan dan berbagai masalah lainnya.
Proses mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai sikap sangat sulit jika
dilakukan tanpa proses interaksi langsung antara siswa sebagai pelajar dan guru
sebagai pendidik. Karena sesungguhnya pembelajaran jarak jauh idealnya
dilakukan hanya untuk melengkapi dan menambah corak pembelajaran yang ada,
tetap saja peran guru secara real dalam pembelajaran tatap muka yang melahirkan
interaksi langsung tidak akan pernah dapat tergantikan oleh teknologi secanggih
apapun.
Jadi intinya jika ketika proses pembelajaran tatap muka saja masih menghasilkan
kwalitas pengembangan keterampilan dan penanaman nilai-nilai sikap dan karakter
bahkan pengetahuan yang rendah, maka apalagi jika pembelajaran terus menerus
dilakukan dengan cara jarak jauh. Mengajarkan keterampilan sangat memerlukan
real model apalagi menanamkan nilai-nilai sikap dan karekter akan sangat butuh
figur yang dapat diindra langsung oleh siswa dalam kehidupan nyata.
Memang sulit menentukan pilihan pada kondisi masih tingginya penyebaran wabah
virus corona seperti sekarang ini, namun kita pun tetap harus memilih resiko
yang paling rendah dan tidak melahirkan masalah baru yang lebih besar di masa
yang akan datang. Pilihan memundurkan tahun ajaran baru ke awal tahun 2021
ataupun tetap membuka tahun ajaran baru dengan menerapkan protaf covid-19
dengan ketat sama-sama mengandung resiko.
Membiarkan siswa di rumah sampai awal tahun 2021 tanpa kegiatan belajar dengan
kondisi orang tua yang tidak bisa membimbing dan mengarahkan, hanya akan
membuat anak kita mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar serta
semakin membuat mereka kecanduan oleh ganget, game online dan televisi.
Sementara memilih membuka kegiatan persekolahan di tengah-tengah penyebaran
wabah yang masih tinggi dan diperparah oleh sulitnya mendisiplinkan masyarakat
juga sangat beresiko terjadinya penyebaran virus pada anak-anak. Mugkin iya
Pemerintah perlu meramu formula yang tepat diantara dua kondisi dan dua pilihan
ini untuk melahirkan hasil ramuan yang paling mujarab untuk digunakan agar
proses pembelajaran berjalan dengan baik dan hak sehat siswa tetap terjamin.
Masyarakatpun dituntut untuk secara bersama-sama memahami persoalan yang ada
dengan tetap mematuhi anjuran Pemerintah.
Realisasi yang ada saat ini, walaupun sudah tidak sedikit Masyarakat yang
Positif hingga menemui kematian akibat Corona, namun Masyarakat kita seolah
tidak perduli , dan ini terlihat sangat jelas dengan banyaknya Masyarakat yang
tidak mengenakan masker, baik dalam berkendara maupun ditempat kerumunan Massa.
Jika hal ini dibiarkan berlangsung tanpa adanya sangsi tegas, maka jangan
salahkan jika Penerus Generasi Muda kita akan terpuruk dari berbagai hal.