R. Agus Syaefuddin
(
Wartawan Suara Cirebon )
Wabah virus corona saat ini telah merenggut ratusan nyawa
Manusia tanpa memandang kasta dan kedudukan
seseorang, baik si Miskin, Si Kaya, kaum intelektual maupun kaum yang
termarjinalkan.
Akibat dari merebaknya penyebaran Virus yang tak pandang
bulu tersebut, membuat Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang entah benar atau
tidak keputusannya.
Virus Corona saat ini seakan menjadi sesuatu yang sangat
menakutkan hingga membunuh sendi-sendi kehidupan Manusia yang harus rela melepaskan keyakinannya demi
menghindari adanya penyebaran wabah yang semakin merajalela.
Sayangnya, konsep Pemerintah yang bertujuan untuk melindungi
dan menolong warga Masyarakat dengan berbagai Program bantuan yang dikemas
dalam bentuk Sosial, seakan hanya bersifat uji coba dan pratikum yang bisa berakibat positif maupun
sebaliknya.
Pemerintah menggelontorkan berbagai kebijakan yang
mengatasnamakan demi Kemanusiaan namun pada kenyataannya seolah kebijakan
tersebut justru menimbulkan persoalan baru.
Semisal mengeluarkan para Tahanan dengan dalih agar
mengurangi adanya penyebaran dan penularan Virus karena disebabkan oleh
terjadinya kerumunan yang bersifat missal.
Sementara kebijakan tersebut tanpa dibarengi dengan
pemikiran sebab akibatnya, toh pada kenyataannya banyak para narapidana yang
dikeluarkan dari Tahanan malah semakin membuat onar dan kembali melakukan
kejahatan, hal ini dikarenakan napi yang dikeluarkan sulit untuk memperoleh
pekerjaan yang layak, sementara perut dan kebutuhan lainnya menuntut
dengan segala konsekuensinya, yang pada
akhirnya kejahatan mereka cukup diselesaikan dengan letusan timah panas dan
kembali memasukannya dalam deruji besi untuk berkumpul kembali bersama napi lainnya,
lantas apakah kebijakan ini benar ? sebuah pertanyaan yang entah siapa yang
harus menjawab dan bertanggungjawab.
Keberingasan virus Corona tidak berhenti hanya sampai
disitu, Pemerintah kembali membuat kebijakan dengan mengeluarkan stetmen, bahwa
masyarakat yang terdampak Corona akan memperoleh bantuan Sosial dengan
berbagai kemasan, ada yang berupa
bantuan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan bahkan memperbolehkan
para Kuwu untuk menggelontorkan Dana Desa yang diperuntukan khusus bagi Warga
yang terdampak Corona.
Ironisnya, Anggaran Gubernur, Bupati hingga
pengalokasian Dana Desa bagi warga terdampak Corona ternyata tidak dibarengi dengan konsep yang
jelas, betapa tidak, jika kita bicara Masyarakat terdampak, tentunya semua
Masyarakat saat ini secara keseluruhan terdampak dengan adanya Virus Corona.
Namun nyatanya, Bantuan tersebut tidak sesuai dengan fakta
Masyarakat dilapangan, betapa tidak, selain keterbatasan Anggaran yang dimiliki
oleh Pemerintah Desa yang hanya sebesar 30 sampai 35 %, ditambah Kuota
Pemerintah Provinsi yang terbatas termasuk Bantuan dari pihak Kabupaten yang
hanya beberapa saja, tentunya bukan saja tidak menyentuh Masyarakat secara
keseluruhan, tetapi yang lebih dikhawatirkan akan timbulnya sebuah permusuhan
antar warga karena merasa ada ketidak adilan, dan akibat dari semuanya adalah
akan berujung pada penilaiyan
Masyarakat yang menyalahkan pihak Desa
yang terkesan tebang pilih atau pilih kasih.
Seharusnya, sebelum Pemerintah mengeluarkan stetment
tersebut harus terlebih dahulu melakukan pendataan secara langsung terjun
kelapangan dan bukan hanya mengandalkan Data yang belum tentu kebenarannya,
apalagi mempergunakan Data yang diambil dari beberapa Tahun sebelumnya, ini
jelas sebuah program tanpa konsep dan hanya bersifat uji coba dengan dalih jika
ada kesalahan data akan dilakukan evaluasi
yang lebih falid. Bukankah ini akan menimbulkan konflik yang lebih
berbahaya dari sekedar Virus Corona.
Mirisnya lagi, keganasan Virus Corona mengakibatkan
terjadinya pembatasan dalam melaksanakan ibadah dengan dalih menghindari
kerumunan, sementara Pemerintah pun kembali terlihat gamang, betapa tidak,
disaat Kaum Muslim memasuki Bulan Ramadhan, dimana yang biasanya diisi dengan berbagai kegiatan
keAgamaan, dari Mulai Buka bersama, Sholat Tarawih, tadarus Al-qur’an dan
kegiatan lainnya, termasuk Solat Jum’at harus terhenti dengan dalih mengantisipasi
terjadinya penyebaran Virus Corona, sementara kegagapan terlihat sangat jelas
dengan memperbolehkannya Mol atau Supermarket tetap dibuka bahkan Pasar Rakyat
yang sangat jelas mengundang kerumunan seakan dibiarkan dengan dalih demi
perekonomian dan hajat orang banyak, lantas apa bedanya kerumunan dalam
melaksanakan ibdah dengan kerumunan yang ada di Supermarket, mol hingga pasar
Rakyat.
Andai saja Pemerintah tidak gagap dan berani melakukan
sesuatu dengan ketegasan yang tanpa pandang bulu, maka tidak akan ada pembatasan dalam melaksanakan
Ibadah dengan dalih menghindari
kerumunan.
Akhirnya kita mungkin hanya berharap bahwa semua ini memang
sebuah wabah yang sejatinya wabah, dan bukan ada konsep dibalik sebuah Virus
yang menakutkan, yang berakibat pada
Soft Sholat yang seharusnya rapat dan saat ini harus renggang dengan
jarak yang sangat berlawanan dengan ketentuannya sempurnanya sebuah Sholat.
Andaikan Virus ini sebuah wabah yang sejatinya wabah, apakah
bukannya lebih baik kita semakin meningkatkan keimanan terlebih di Bulan yang
penuh berkah dan ampunan, dan bukannya saling berdebat beradu dalil dan tafsir.
Semoga Wabah ini segera musnah dari Nusantara tercinta
bahkan Dunia, dan tidak melahirkan Dajal yang pandai beradu mulut dengan
menghalalkan segala cara bahkan rela mengorbankan akidah… Wallahua’lam….