29 Feb 2020

Sensus Penduduk Online “ Optimalkah “ ?

Astanajapura. SC – Badan Pusat Statistik ( BPS ) Kabupaten Cirebon, mulai melakukan Sosialisasi terkait Pendataan Penduduk dengan menggunakan system online.  Dengan adanya pendataan dengan Sitem Online ini diharapkan dapat mempermudah petugas Sensus dalam melaksanakan  pendataan penduduk, seperti yang disampaikan Kordinator  Statistik Kecamatan Astanajapura, Arif Rakhman, kepada Suara Cirebon, Rabu, 19/02/2020, saat melakukan Sosialisasi Sensus Penduduk Online, di Kantor Kecamatan Astanajapura        Kami sangat berharap, dengan adanya sensus Penduduk dengan Cara Online ini masyarakat menyambutnya dengan antusias,karena  selama ini Sensus tersebut dilakukan dengan cara dor to dor, dengan adanya Online tentunya akan mempermudah  pendataan, khususnya bagi masyarakat yang  disibukan dengan pekerjaan ataupun hal lainnya, dan  pelaksanaan Sensus Penduduk ini dilaksanakan sejak 15 Februari sampai 31 Maret 2020 “ ungkapnya.  Dirinya lebih lanjut menuturkan, dengan adanya Sensus  Penduduk ini  diharapkan bisa memperbaiki data kependudukan yang selama ini terdapat banyak kesalahan data  “ Sensus Penduduk ini dilaksanakan setiap sepuluh Tahun sekali, oleh karenanya, kami menghimbau dan mengajak kepada semua lapisan Masyarakat untuk antusias dalam pelaksanaan Sensus Penduduk, agar data yang mungkin ada kesalahan bisa segera diperbaiki.  Yang perlu dipahami oleh Masyarakat adalah, selain Sensus Penduduk melalui Sistem Online, kamipun akan melakukan Sensus  Penduduk secara Langsung  pada Bulan Juli 2020 “ ujar Arif. Sementara itu, Camat Astanajapura, M.Iing Tdajudin , saat ditanya Suara Cirebon, terkait Pelaksanaan Sensus Penduduk Sistem Online  dan apakah Optimal, dirinya menuturkan  “ sebenarnya Sensus Penduduk dengan Sistem Online ini tujuannya sangat baik, namun apakah hal tersebut optimal atau tidak, tentunya dikembalikan kepada Masyarakat, karena mungkin tidak semua Masyarakat mengerti apa itu Online, jadi dengan adanya Sosialisasi dari pihak BPS, kami kira itu sangat tepat, tinggal nanti Proses dilapangannya bagaimana “ ujarnya.  Saat disinggung  tentang  Sensus Penduduk yang dialkukan sepuluh Tahun sekali tersebut , dengan tegas dirinya menuturkan  “ seyogyanya Sensus Penduduk tersebut dilakukan Maksimal lima tahun sekali, dan akan lebih baik lagi jika Masyarakat diberi ruang luas atau kemudahan dalam melakukan Perubahan Data, karena  kita tidak tahu nasib kita hari ini dan esok, maka mungkin akan lebih optimal jika ada konsep pendataan mandiri  secara luas apalagi saat ini Sensus Penduduk bisa menggunakan system Online. Tetapi kami  harapkan, jangan sampai dalam pelaksanaan pendataan  Sensus Penduduk nanti, masih terdapat berbagai kesalahan hingga berdampak kepada  program yang salah sasaran “ tegas Iing.  ( Ags )

21 Jan 2020

Dilema seorang Kuwu Antara Hak dan Aturan

R. Agus Syaefuddin ( Ketua DPP LSM BIN )
Hampir terjadi disetiap Pemerintahan Desa, Khususnya setelah selesainya masa kampanye dan ditetapkannya Kuwu pemenang melalui Surat Keputusan Bupati.
Problem yang selalu ada adalah manakala seorang Kuwu terpilih melakukan Pergantian atau pergeseran Posisi terhadap Perangkat Desa yang baru maupun yang lama.
Mungkin ini akan terus terjadi, selama Pemerintahan Desa masih tetap dengan pola Pemilihan secara langsung, yang akhirnya berdampak pada timbulnya permasalahan terkait adanya pergantian Perangkat.
Seorang Kuwu sudah jelas kedudukannya berdasarkan Pemilihan yang dilakukan secara langsung, hingga tidak salah, jika Kuwu memiliki Hak Preogratif, termasuk didalamnya adalah untuk melakukan Pergantian Perangkat Desa sesuai apa yang diinginkannya.namun Hak Kuwu tersebut dibatasi dengan adanya Peraturan, yang walaupun terkadang Peraturan tersebut tidak berlaku dengan berbagai dalih atau alibi yang dimiliki oleh seorang Kuwu.
Sementara , Perangkat Desa pun memiliki kekuatan Hukum sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, walaupun Surat Keputusan seorang Perangkat Desa berdasarkan SK seorang Kuwu, yang didalamnya  memiliki Kekuatan secara Hukum sesuai aturan yang ada.
Perangkat Desa bisa diberhentikan sesuai aturan yang telah ditetapkan, diantaranya adalah, Usia yang memasuki masa pensiun ( 60 ) Tahun, melakukan tindakan Pidana, meninggal Dunia atau mengundurkan diri secara sukarela.
Inilah persoalan yang selalu terjadi pasca adanya Kuwu Baru terpilih, kedua belah pihak saling memiliki Hak untuk mempertahankan apa yang menurut keduanya benar.
Dari kedua Hak yang saling dimiliki, hingga tidak sedikit timbul gejolak akibat adanya peraturan yang telah ada , namun kerap kali terkesan aturan tinggalah sebuah aturan, toh pada kenyataannya, banyak Perangkat Desa yang di Pecat atau dikeluarkan, atau mengundurkan diri, dengan dalih Kuwu memiliki Hak preogratif.
Hal ini akan terus terjadi secara parallel, dan akan menimbulkan berbagai dampak, seperti Dendam, rasa sakit hati, kecewa dan sebagainya.
Lantas timbul sebuah pertanyaan, apakah tidak ada solusi untuk memcahkan persoalan tersebut, tentunya semuanya menjadi tanggung jawab Pemerintah, bagaimana dan apa yang harus diperbuat, agar Peroblem Kuwu dan Perangkat Desa ini bisa berakhir dengan tanpa menimbulkan gejolak yang berkepanjangan.
Mungkin ada dua pilihan yang mungkin layak untuk dipertimbangkan :
1.       Pemerintahan Desa berganti dengan system Kelurahan, walaupun hal ini tidak mudah, tetapi harus menjadi bahan acuan, hingga tidak ada lagi istilah Pendukung ataupun bukan, yang kerap menimbulkan permusuhan antar warga bahkan antar keluarga.
2.       Merubah isi Surat Keputusan Perangkat Desa, atau tatacara Pemberhentian Perangkat Desa yang selama ini mengacu pada aturan yang sudah berlaku namun terasa mandul. SK yang dimiliki Perangkat Desa akan berakhir setelah  berakhirnya masa jabatan seorang Kuwu,  dan Hak untuk memilih Perangkat Desa diserahkan sepenuhnya kepada seorang Kuwu dengan tetap mengacu pada tatacara pengangkatan Perangkat Desa.
Perlu kita cermati, bahwa seorang Kuwu disaat melakukan Pencalonan hingga Pemilihan, tidak sedikit Dana yang dikeluarkan, walaupun Pemerintah menetapkan Pencalonan Kuwu itu Geratis. Secara Administrasi memang Gratis, namun pada kenyataannya, Anggaran kampanye Kuwu dan lainnya lebih mahal dan besar  dari pada Anggaran yang di geratiskan tersebut.
Dilain sisi, Perangkat Desa saat ini telah memiliki NRPD ( Nomor Regristasi Perangkat Desa ) yang telah diakui pula keabsahannya oleh Pemerintah, jadi tidaklah salah jika seorang Perangktat Desa akan mempertahankan Haknya sesuai dengan  ketentuan.
Jika kita menilik pada beberapa puluh tahun kebelakang, jarang sekali kita mendengar adanya perselihan yang terjadi antara Kuwu dan Perangkat Desa, ini dikarenakan adanya perubahan kesenjangan baik secara  Ekonomi maupun Identitas.
Saat ini, Orang saling berebut untuk menjadi Perangkat Desa, karena selain menerima tunjangan, berpenghasilan tetap dan bahkan memiliki sebidang tanah yang bernama bengkok,sedangkan pada decade yang terdahulu, menjadi seorang Perangkat Desa adalah murni sebuah pengabdian, tanpa title dan penghasilan yang menjanjikan.
Jadi siapakah yang memiliki Hak dan kebenaran yang patut dipertahankan, apakah Hak seorang Kuwu atau Hak seorang Perangkat Desa. Semuanya dikembalikan kepada Hati Nurani dan tujuan yang sejati. Mengabdi tanpa Pamrih, atau Mengabdi demi sebuah jabatan dan kedudukan.

Hak Preogratif Kuwu VS Hak Perangkat

R. Agus Syaefuddin ( Wartawan Suara Cirebon )
Pemerintah membuat aturan yang mengikat tentang tata cara pengangkatan maupun pemberhentian Perangkat Desa. Ironisnya, terkesan aturan tinggalah aturan, yang pada kenyataannya aturan tetap terkalahkan oleh sesuatu yang bernama kepentingan.
Hal ini sangat kentara, disaat dalam sebuah Pemerintahan Desa berganti kepemimpinan ( Kuwu/Kepala Desa )
Betapa tidak, tiap kali terjadi Pergantian Kuwu Atau Kepala Desa yang berdasarkan Hasil Pemilihan langsung, saat itu juga kerapkali terjadi pergantian Perangkat Desa dengan berbagai dalih maupun alibi.
Ini terus terjadi dan seakan sudah menjadi tradisi yang mengalahkan sebuah Aturan ataupun ketentuan.
Lantas siapakah yang bersalah ?
Dalam ketentuannya, seorang Kuwu atau Kepala Desa memiliki Hak Preogratif, namun disisi lain Hak itu terhalang oleh sebuah ketentuan atau tatacara tentang pengangkatan ataupun pemberhentian Perangkat Desa.
Inilah yang seharusnya menjadi kajian dengan kepastian, agar persoalan paska pergantian Kepemimpinan tidak selalu menimbulkan persoalan.
Jika memang seorang Kuwu memiliki Hak Prigratif, maka kewenangannya jangan dibatasi oleh sebuah aturan, karena pada kenyataannya aturan tetap terkalahan dan tidak bisa menyelesaikan persoalan.
Sebaliknya, jika memang aturan tersebut sudah dibekukan, maka tidak ada alasan untuk seorang Kuwu melakukan pergantian terhadap jajarannya, dalam hal ini Perangkat Desa, terkecuali memang Perangkat Desa tersebut tersangkut perkara atau mengundurkan diri maupun meninggal Dunia.
Inilah sebuah kenyataan yang selama ini terjadi, hingga terus meninggalkan persoalan yang terkesan tidak bisa terselesaikan.
Jika kita menyalahkan Kuwu atau Kepala Desa untuk melakukan pergantian Perangkatnya, mungkin ini juga kurang bijak. Karena seorang Kuwu disaat menjelang pencalonan hingga penetapan dirinya menjadi seorang Kuwu, tidak sedikit biaya maupun tenaga yang dikeluarkan, maka  sudah menjadi sesuatu yang wajar, jika Seorang Kuwu melakukan Pergantian Perangkatnya demi sesuatu sesuai harapannya.
Namun tidak bijak juga jika kita menyalahkan atau membiarkan terjadi pergantian yang terkesan ada kesewenang-wenangan, karena seorang Perangkat Desa yang Syah telah memiliki Surat Keputusan ( SK ) hingga masa baktinya berakhir sesuai dengan aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan, terlebih lagi saat ini seorang Perangkat Desa telah memiliki identitas jelas berupa NRPD (Nomor Registrasi Perangkat Desa ) yang kedudukannya hamper sama dengan seorang Aparatur Sipil Negara.
Hingga akhirnya, selama Pemerintahan Desa masih menggunakan Pola Pemilihan secara langsung, maka persoalan antara Kuwu dan Perangkat Desanya tidak akan pernah terselesaikan, terkecuali Pemerintahan Desa telah diganti dengan Kelurahan.
Yang lebih membuat kita merasa miris atau bahkan menggelengkan kepala adalah Anggaran untuk seorang Calon Kuwu dalam berkampanye atau menarik hati Rakyat, bisa melebihi Anggaran Pencalonan Seorang Anggota Dewan yang meliputi berbagai Kecamatan, dan yang paling nyata adalah dampak Pencalonan Kuwu adalah meninggalkan Rasa Dendam yang terkadang sulit untuk diredam, hingga kerap terjadi perselisihan antar teman, Tetangga bahkan Keluarga.
Inilah yang harus kita semua renungkan dan fikirkan, apakah kita akan membiarkan  Persoalan tersebut berjalan terus, atau kita bisa mencari solusi terbaik, agar Persoalan nyata tersebut bisa kita hindari.
Pada Prinsipnya, membangun sebuah Desa atau apapun  namanya, tidak selalu kita harus menjadi Pemimpin atau  Perangkat didalamnya, semuanya tergantung niat dan tujuan.
Semua Orang mampu untuk membangun sesuatu yang terbaik, asalkan mempunya niat dan keinginan yang kuat. Namun jika harapn tersebut hanya digantungkan pada sesuatu yang bernama jabatan, maka tidak aneh, Jika Permusuhan dan rasa paling mampu akan terus  tumbuh subur dengan meninggalkan Persoalan yang terus terjadi tanpa mampu untuk dibendung terkecuali Nyawa sudah terlepas dari Raga. Wallahu’alam .

2 Des 2019

Menjadi Guru PNS adalah Harapan Namun Guru PNS bukanlah segalanya

R. Agus Syaefuddin ( Wartawan Suara Cirebon )


"Di tengah tuntutan yang besar terhadap kinerja guru namun tidak di barengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan guru merupakan hal yang mustahil dilakukan. Ini sangat sadis dan cendrung mengorbankan guru honorer, sementara adanya kesenjangan penghasilan guru PNS dan guru Non PNS menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan pemerintah terhadap nasib guru honorer, mengingat tugas mereka sama yakni sama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa itulah realitas dunia pendidikan kita entah sampai kapan? Tentu hanya pemangku kepentingan dan Tuhan yang tahu."
Ketika menyebut kata Guru maka dalam benak kita langsung terlintas sosok yang baik, menjadi panutan dan beribawa. Mungkin itulah sebabnya mengapa banyak diantara Anak Bangsa memilih melanjutkan studi di bidang ilmu pendidikan. Guru merupakan kunci utama mutu pendidikan. Pendidikan yang bermutu merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang mengabaikan guru akan selamanya menjadi negara yang terbelakang. Bangsa yang maju memiliki guru yang profesional dan sejahtera, itu semua merupakan deretan pernyataan yang tak terbantahkan.
Namun melihat kondisi dan realita yang di alami oleh Guru saat ini sangat kontradiktif dengan deretan pernyataan di atas, fakta yang di temukan terutama pada Guru honorer seolah menggugurkan semua premis tersebut.
Dalam beberapa kesempatan, di depan ribuan guru, Pemerintah kerap berjanji akan memperbaiki kualitas guru. Perbaikan kualitas guru bisa melalui pelatihan, beasiswa studi, atau pemberian gaji yang layak. Penantian panjangnya tak kunjung berakhir, dari pengangkatan sebagai guru PNS hingga pemberian gaji sesuai upah minimum kabupaten, kota, provinsi, atau regional. Namun, janji tinggallah janji, bahkan sampai di hari ini, janji tersebut tidak terprnuhi.
Satu pertanyaanyang kerap terlintas dalam benak kita adalah, mengapa Guru Honorer tetap bertahan pada profesinya meskipun gajih dan penghasilannya tidak mencukupi ?  mungkin mereka berharap dan memiliki sebuah keyakinan, bahwa suatu hari nanti mereka akan diangkat menjadi seorang Guru yang berpredikat ASN/PNS.
Menjadi PNS merupakan dambaan Masyarakat mayoritas, karena dianggap mampu mensejahterakan dan menjadi jaminan hari tua, karena itu, apapun akan dilakukan untuk bisa menjadi seorang ASN/PNS, bahkan ketika mereka harus bertahan dengan gajih kecil sekalipun. Itulah harapan seorang Honorer.
Sayangnya, kerap kali kita melihat realita yang ada, bahwa mereka yang telah mengabdi hingga puluhan Tahun, belum bisa menjadi jaminan bahwa mereka akan diangkat menjadi seorang PNS, namun sebaliknya tidak sedikit Guru yang baru mengabdi seumur jagung, mereka langsung diangkat menjadi PNS, ini pula yang patut dipertanyakan.
Hal ini pula yang menimbulkan pola dulu ternyata masih ada, yaitu Kolusi dan nepotisme.
Meski banyak diantara mereka yang merasa kecewa, namun tidak serta merta mereka beralih profesi lain, hal ini mungkin juga memiliki alasan, mereka masih berharap suatu saat dirinya akan lolos menjadi seorang PNS , karena mereka tidak memiliki keterampilan lain selain mengajar, dan yang paling memungkinkan lagi adalah, karena alasan sulitnya mencari lahan pekerjaan, hingga harapan itu tetap menjadi sebuah harapan walaupun tanpa kepastian.
Menghadapi persoalan diatas, Peran Pemerintah sangatlah fital, terutama dalam melakukan system perekrutan Guru Honorer menjadi Guru PNS, jika ada kemauan dari Pemerintah, sebenarnya tidaklah sulit untuk menepis adanya anggapan, bahwa telah terjadi mafia dalam perekrutan PNS ( Jika ada Oknum yang bermain )  ini semua bisa menjadi mudah jika kita semua berkeinginan untuk berlaku baik dan jujur dan mengamalkan Pancasila dan UUD 45.

Tetapi yang lebih terpenting lagi adalah, Hidup adalah sebuah kepastian, dan jangan ketergantungan dengan sebuah jabatan yang hanya bersifat sementara.
PNS adalah pilihan dan harapan, namun tidak menjadi seorang PNS pun bukan merupakan sebuah bencana atau kenistaan.
Mengabdi demi anak Negeri tidak melulu hanya menjadi seorang Guru, karena Negeri ini memerlukan segalanya, dan bukan hanya pada sosok seorang pendidik, jadi bijaklah dalam mengarungi Dunia kehidupan. dilansir dari berbagai sumber

1 Des 2019

Isu Mutasi Jabatan Camat Asjap Siap Bertugas dimanapun

Camat Astanajapura
Astanajapura. SC – adanya informasi yang berkembang terkait Mutasi Jabatan,  membuat berbagai sepekulasi dan tanda Tanya  tentang siapa dan akan ditempatkan dimana. Salah satunya seperti adanya hembusan, bahwa Camat Astanajapura, M.Iing Tdajudin, akan dipindahkan menjadi Camat Pasaleman,Kabupaten Cirebon.
Saat SC melakukan Wawancara terkait info tersebut kepada Camat Astanajapura, M. Iing Tdajudin, diruang kerjanya, Kamis, 28/11/2019, dirinya menuturkan ketidak tahuaannya. “ saya tidak tahu tentang kabar tersebut, bahkan saya baru mendengarnya  kali ini, namun andaikan memang nantinya saya harus bertugas dan menjadi Camat di Kecamatan Pasaleman, itu merupakan tugas yang harus saya laksanakan dengan penuh tanggungjawab, karena jika kita menjadi Aparatur Negara, maka kita harus siap ditempatkan dimanapun “ ungkapnya.
Sementara saat sc menyinggung adanya penilaiyan atau anggapan sebagian Orang yang  seakan  mengkotak kotak atau memisahkan dengan Istilah basah atau kering, dengan tegas Camat Iing menuturkan    bagi saya tidak ada itu istilah tempat basah atau kering, atau apapun istilahnya, semuanya tergantung dan dikembalikan kepada pribadi masing-masing, makanya bagi saya, ditempatkan dimanapun tidak akan menjadi persoalan, karena pada prinsipnya, tugas camat adalah sama, dimanapun dirinya ditempatkan. Yang penting dia memiliki keinginan untuk bekerja dan melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka  hasilnya pun akan baik pula “ lanjut Iing.  Lebih lanjut dirinya menjelaskan, jika memang  harus meninggalkan Asjap,  diharapkan penggantinya akan lebih baik    saya tidak merasa telah berhasil dalam membagun Asjap, namun mungkin perubahan sudah dapat terlihat dan terasa. Oleh karenanya, secara Manusiawi, saya berharap, siapapun kelak yang menggantikan saya, dia merupakan sosok yang lebih baik dan saya yakin pihak terkait tidak akan salah dalam menentukan pilihan maupun kebijakannya, yang terpenting bagi saya adalah Asjap terus berbenah dalam segala hal dan kembali saya tegaskan, bahwa maju mundurnya sebuah Pemerintahan bukan terletak pada  apa dan dimana kita bertugas, tetapi  apakah kita mau membangun  dan bekerja secara maksimal, dan itu ada pada indifidu dan karakter  pemimpin itu sendiri “ pungkas M. Iing Tdajudin  ( Ags )

Ketua BPD Citemu Tuntut Transparansi Anggaran


Mundu. SC - Berawal dari adanya informasi yang disampaikan  Humas  LSM Penjara Indonesia, M. Maulana ( Sule ) kepada Suara Cirebon, terkait adanya dugaan Penyalahgunaan Anggaran yang dilakukan oleh Kuwu Desa Citemu, Kecamatan Mundu , Kabupaten Cirebon, Supriyadi.
“ Kami memperoleh Data terkait adanya dugaan Penyelewengan atau penyalahgunaan Anggaran, yang dilakukan oleh Kuwu Supriyadi, seperti  Pelaksanaan Pembangunan yang menggunakan DD/ADD  tidak sesuai dengan besaran Anggaran, bahkan yang sangat disayangkan, Bahwa Anggaran yang diperuntukan bagi Bumdes Tahun Anggaran 2018, sampai saat ini belum diterima oleh Pengurus Bumdes, inilah yang akan kami tindak lanjuti dengan cara melaporkannya kepada pihak Kejaksaan Cirebon “ tegas  Sule.
Terkait Informasi tersebut, Suara Cirebon, melakukan Klarifikasi dan konfirmasi kepada Ketua BPD Citemu, Lukman Nurhakim, Sabtu, 30/11/2019 yang didampingi salah seorang Perangkat Desa setempat, Tony.
Dalam Keterangannya, Lukman Menuturkan, Bahwa memang benar adanya dugaan tersebut   “ Kami memang menduga adanya penyalahgunaan Anggaran yang dilakukan Kuwu Supriyadi, ini semua sesuai data yang kami miliki, dengan data tersebut, kami secara lisan telah membicarakannya dengan pihak Ispektorat, bahkan telah kami  layangkan juga fakta-fakta yang ada kepada  Humas LSM Penjara Indonesia, ini semua kami lakukan agar semua pihak melakukan Kroscek  dengan cara turun langsung kelapangan dan lakukan pemanggilan terhadap semua pihak, termasuk didalamnya BPD dan Lembaga Desa lainnya, karena kami pun dari BPD menerima keluhan secara tertulis dari pengurus Bumdes, bahwa sampai saat ini , Anggaran Buat Bumdes Tahun 2018 belum diterima, itu pun kami Laporkan juga kepada pihak LSM Penjara Indonesia dan Dinas terkait lainnya “ ungkap Lukman.
Keterangan Lukman tersebut, dibenarkan oleh Salah seorang perangkat yang menginginkan adanya tindakan tegas dari Institusi terkait  “ sebenarnya Banyak Data yang kamimiliki, yang diduga banyak terdapat kejanggalan antara Anggaran dan Pembangunan, tetapi ini semua perlu dilakukan dengan cara Kros Cek, jangan sampai Anggaran yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan Warga Masyarakat, malah menimbulkan tanda Tanya, kami pun mendukung apa yang dilakukan oleh Ketua BPD, karena pada prinsifnya, kami mengharapkan adanya Pemerintahan Desa yang bersih dan sesuai dengan ketentuan Hukum yang berlaku “ ujar Tony.  ( Ags )