R. Agus Syaefuddin ( Ketua DPP LSM BIN )
Hampir terjadi disetiap Pemerintahan Desa, Khususnya setelah
selesainya masa kampanye dan ditetapkannya Kuwu pemenang melalui Surat
Keputusan Bupati.
Problem yang selalu ada adalah manakala seorang Kuwu
terpilih melakukan Pergantian atau pergeseran Posisi terhadap Perangkat Desa
yang baru maupun yang lama.
Mungkin ini akan terus terjadi, selama Pemerintahan Desa
masih tetap dengan pola Pemilihan secara langsung, yang akhirnya berdampak pada
timbulnya permasalahan terkait adanya pergantian Perangkat.
Seorang Kuwu sudah jelas kedudukannya berdasarkan Pemilihan
yang dilakukan secara langsung, hingga tidak salah, jika Kuwu memiliki Hak
Preogratif, termasuk didalamnya adalah untuk melakukan Pergantian Perangkat
Desa sesuai apa yang diinginkannya.namun Hak Kuwu tersebut dibatasi dengan
adanya Peraturan, yang walaupun terkadang Peraturan tersebut tidak berlaku
dengan berbagai dalih atau alibi yang dimiliki oleh seorang Kuwu.
Sementara , Perangkat Desa pun memiliki kekuatan Hukum
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, walaupun Surat Keputusan seorang
Perangkat Desa berdasarkan SK seorang Kuwu, yang didalamnya memiliki Kekuatan secara Hukum sesuai aturan
yang ada.
Perangkat Desa bisa diberhentikan sesuai aturan yang telah
ditetapkan, diantaranya adalah, Usia yang memasuki masa pensiun ( 60 ) Tahun,
melakukan tindakan Pidana, meninggal Dunia atau mengundurkan diri secara
sukarela.
Inilah persoalan yang selalu terjadi pasca adanya Kuwu Baru
terpilih, kedua belah pihak saling memiliki Hak untuk mempertahankan apa yang
menurut keduanya benar.
Dari kedua Hak yang saling dimiliki, hingga tidak sedikit
timbul gejolak akibat adanya peraturan yang telah ada , namun kerap kali
terkesan aturan tinggalah sebuah aturan, toh pada kenyataannya, banyak
Perangkat Desa yang di Pecat atau dikeluarkan, atau mengundurkan diri, dengan
dalih Kuwu memiliki Hak preogratif.
Hal ini akan terus terjadi secara parallel, dan akan
menimbulkan berbagai dampak, seperti Dendam, rasa sakit hati, kecewa dan
sebagainya.
Lantas timbul sebuah pertanyaan, apakah tidak ada solusi
untuk memcahkan persoalan tersebut, tentunya semuanya menjadi tanggung jawab
Pemerintah, bagaimana dan apa yang harus diperbuat, agar Peroblem Kuwu dan
Perangkat Desa ini bisa berakhir dengan tanpa menimbulkan gejolak yang
berkepanjangan.
Mungkin ada dua pilihan yang mungkin layak untuk
dipertimbangkan :
1.
Pemerintahan Desa berganti dengan system
Kelurahan, walaupun hal ini tidak mudah, tetapi harus menjadi bahan acuan,
hingga tidak ada lagi istilah Pendukung ataupun bukan, yang kerap menimbulkan
permusuhan antar warga bahkan antar keluarga.
2.
Merubah isi Surat Keputusan Perangkat Desa, atau
tatacara Pemberhentian Perangkat Desa yang selama ini mengacu pada aturan yang
sudah berlaku namun terasa mandul. SK yang dimiliki Perangkat Desa akan
berakhir setelah berakhirnya masa
jabatan seorang Kuwu, dan Hak untuk
memilih Perangkat Desa diserahkan sepenuhnya kepada seorang Kuwu dengan tetap
mengacu pada tatacara pengangkatan Perangkat Desa.
Perlu kita cermati, bahwa seorang Kuwu disaat melakukan
Pencalonan hingga Pemilihan, tidak sedikit Dana yang dikeluarkan, walaupun
Pemerintah menetapkan Pencalonan Kuwu itu Geratis. Secara Administrasi memang
Gratis, namun pada kenyataannya, Anggaran kampanye Kuwu dan lainnya lebih mahal
dan besar dari pada Anggaran yang di
geratiskan tersebut.
Dilain sisi, Perangkat Desa saat ini telah memiliki NRPD (
Nomor Regristasi Perangkat Desa ) yang telah diakui pula keabsahannya oleh
Pemerintah, jadi tidaklah salah jika seorang Perangktat Desa akan
mempertahankan Haknya sesuai dengan
ketentuan.
Jika kita menilik pada beberapa puluh tahun kebelakang, jarang
sekali kita mendengar adanya perselihan yang terjadi antara Kuwu dan Perangkat
Desa, ini dikarenakan adanya perubahan kesenjangan baik secara Ekonomi maupun Identitas.
Saat ini, Orang saling berebut untuk menjadi Perangkat Desa,
karena selain menerima tunjangan, berpenghasilan tetap dan bahkan memiliki
sebidang tanah yang bernama bengkok,sedangkan pada decade yang terdahulu,
menjadi seorang Perangkat Desa adalah murni sebuah pengabdian, tanpa title dan
penghasilan yang menjanjikan.
Jadi siapakah yang memiliki Hak dan kebenaran yang patut
dipertahankan, apakah Hak seorang Kuwu atau Hak seorang Perangkat Desa.
Semuanya dikembalikan kepada Hati Nurani dan tujuan yang sejati. Mengabdi tanpa
Pamrih, atau Mengabdi demi sebuah jabatan dan kedudukan.