Astanajapura. SC – Badan Pusat Statistik ( BPS ) Kabupaten
Cirebon, mulai melakukan Sosialisasi terkait Pendataan Penduduk dengan
menggunakan system online. Dengan adanya
pendataan dengan Sitem Online ini diharapkan dapat mempermudah petugas Sensus
dalam melaksanakan pendataan penduduk,
seperti yang disampaikan Kordinator
Statistik Kecamatan Astanajapura, Arif Rakhman, kepada Suara Cirebon,
Rabu, 19/02/2020, saat melakukan Sosialisasi Sensus Penduduk Online, di Kantor
Kecamatan Astanajapura “ Kami
sangat berharap, dengan adanya sensus Penduduk dengan Cara Online ini
masyarakat menyambutnya dengan antusias,karena
selama ini Sensus tersebut dilakukan dengan cara dor to dor, dengan
adanya Online tentunya akan mempermudah
pendataan, khususnya bagi masyarakat yang disibukan dengan pekerjaan ataupun hal
lainnya, dan pelaksanaan Sensus Penduduk
ini dilaksanakan sejak 15 Februari sampai 31 Maret 2020 “ ungkapnya. Dirinya lebih lanjut menuturkan, dengan adanya
Sensus Penduduk ini diharapkan bisa memperbaiki data kependudukan
yang selama ini terdapat banyak kesalahan data
“ Sensus Penduduk ini dilaksanakan setiap sepuluh Tahun sekali, oleh
karenanya, kami menghimbau dan mengajak kepada semua lapisan Masyarakat untuk
antusias dalam pelaksanaan Sensus Penduduk, agar data yang mungkin ada
kesalahan bisa segera diperbaiki. Yang
perlu dipahami oleh Masyarakat adalah, selain Sensus Penduduk melalui Sistem
Online, kamipun akan melakukan Sensus
Penduduk secara Langsung pada
Bulan Juli 2020 “ ujar Arif. Sementara itu, Camat Astanajapura, M.Iing Tdajudin
, saat ditanya Suara Cirebon, terkait Pelaksanaan Sensus Penduduk Sistem
Online dan apakah Optimal, dirinya
menuturkan “ sebenarnya Sensus Penduduk
dengan Sistem Online ini tujuannya sangat baik, namun apakah hal tersebut
optimal atau tidak, tentunya dikembalikan kepada Masyarakat, karena mungkin
tidak semua Masyarakat mengerti apa itu Online, jadi dengan adanya Sosialisasi
dari pihak BPS, kami kira itu sangat tepat, tinggal nanti Proses dilapangannya
bagaimana “ ujarnya. Saat
disinggung tentang Sensus Penduduk yang dialkukan sepuluh Tahun
sekali tersebut , dengan tegas dirinya menuturkan “ seyogyanya Sensus Penduduk tersebut
dilakukan Maksimal lima tahun sekali, dan akan lebih baik lagi jika Masyarakat
diberi ruang luas atau kemudahan dalam melakukan Perubahan Data, karena kita tidak tahu nasib kita hari ini dan esok,
maka mungkin akan lebih optimal jika ada konsep pendataan mandiri secara luas apalagi saat ini Sensus Penduduk
bisa menggunakan system Online. Tetapi kami
harapkan, jangan sampai dalam pelaksanaan pendataan Sensus Penduduk nanti, masih terdapat
berbagai kesalahan hingga berdampak kepada
program yang salah sasaran “ tegas Iing.
( Ags )
29 Feb 2020
21 Jan 2020
Dilema seorang Kuwu Antara Hak dan Aturan
R. Agus Syaefuddin ( Ketua DPP LSM BIN )
Hampir terjadi disetiap Pemerintahan Desa, Khususnya setelah
selesainya masa kampanye dan ditetapkannya Kuwu pemenang melalui Surat
Keputusan Bupati.
Problem yang selalu ada adalah manakala seorang Kuwu
terpilih melakukan Pergantian atau pergeseran Posisi terhadap Perangkat Desa
yang baru maupun yang lama.
Mungkin ini akan terus terjadi, selama Pemerintahan Desa
masih tetap dengan pola Pemilihan secara langsung, yang akhirnya berdampak pada
timbulnya permasalahan terkait adanya pergantian Perangkat.
Seorang Kuwu sudah jelas kedudukannya berdasarkan Pemilihan
yang dilakukan secara langsung, hingga tidak salah, jika Kuwu memiliki Hak
Preogratif, termasuk didalamnya adalah untuk melakukan Pergantian Perangkat
Desa sesuai apa yang diinginkannya.namun Hak Kuwu tersebut dibatasi dengan
adanya Peraturan, yang walaupun terkadang Peraturan tersebut tidak berlaku
dengan berbagai dalih atau alibi yang dimiliki oleh seorang Kuwu.
Sementara , Perangkat Desa pun memiliki kekuatan Hukum
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, walaupun Surat Keputusan seorang
Perangkat Desa berdasarkan SK seorang Kuwu, yang didalamnya memiliki Kekuatan secara Hukum sesuai aturan
yang ada.
Perangkat Desa bisa diberhentikan sesuai aturan yang telah
ditetapkan, diantaranya adalah, Usia yang memasuki masa pensiun ( 60 ) Tahun,
melakukan tindakan Pidana, meninggal Dunia atau mengundurkan diri secara
sukarela.
Inilah persoalan yang selalu terjadi pasca adanya Kuwu Baru
terpilih, kedua belah pihak saling memiliki Hak untuk mempertahankan apa yang
menurut keduanya benar.
Dari kedua Hak yang saling dimiliki, hingga tidak sedikit
timbul gejolak akibat adanya peraturan yang telah ada , namun kerap kali
terkesan aturan tinggalah sebuah aturan, toh pada kenyataannya, banyak
Perangkat Desa yang di Pecat atau dikeluarkan, atau mengundurkan diri, dengan
dalih Kuwu memiliki Hak preogratif.
Hal ini akan terus terjadi secara parallel, dan akan
menimbulkan berbagai dampak, seperti Dendam, rasa sakit hati, kecewa dan
sebagainya.
Lantas timbul sebuah pertanyaan, apakah tidak ada solusi
untuk memcahkan persoalan tersebut, tentunya semuanya menjadi tanggung jawab
Pemerintah, bagaimana dan apa yang harus diperbuat, agar Peroblem Kuwu dan
Perangkat Desa ini bisa berakhir dengan tanpa menimbulkan gejolak yang
berkepanjangan.
Mungkin ada dua pilihan yang mungkin layak untuk
dipertimbangkan :
1.
Pemerintahan Desa berganti dengan system
Kelurahan, walaupun hal ini tidak mudah, tetapi harus menjadi bahan acuan,
hingga tidak ada lagi istilah Pendukung ataupun bukan, yang kerap menimbulkan
permusuhan antar warga bahkan antar keluarga.
2.
Merubah isi Surat Keputusan Perangkat Desa, atau
tatacara Pemberhentian Perangkat Desa yang selama ini mengacu pada aturan yang
sudah berlaku namun terasa mandul. SK yang dimiliki Perangkat Desa akan
berakhir setelah berakhirnya masa
jabatan seorang Kuwu, dan Hak untuk
memilih Perangkat Desa diserahkan sepenuhnya kepada seorang Kuwu dengan tetap
mengacu pada tatacara pengangkatan Perangkat Desa.
Perlu kita cermati, bahwa seorang Kuwu disaat melakukan
Pencalonan hingga Pemilihan, tidak sedikit Dana yang dikeluarkan, walaupun
Pemerintah menetapkan Pencalonan Kuwu itu Geratis. Secara Administrasi memang
Gratis, namun pada kenyataannya, Anggaran kampanye Kuwu dan lainnya lebih mahal
dan besar dari pada Anggaran yang di
geratiskan tersebut.
Dilain sisi, Perangkat Desa saat ini telah memiliki NRPD (
Nomor Regristasi Perangkat Desa ) yang telah diakui pula keabsahannya oleh
Pemerintah, jadi tidaklah salah jika seorang Perangktat Desa akan
mempertahankan Haknya sesuai dengan
ketentuan.
Jika kita menilik pada beberapa puluh tahun kebelakang, jarang
sekali kita mendengar adanya perselihan yang terjadi antara Kuwu dan Perangkat
Desa, ini dikarenakan adanya perubahan kesenjangan baik secara Ekonomi maupun Identitas.
Saat ini, Orang saling berebut untuk menjadi Perangkat Desa,
karena selain menerima tunjangan, berpenghasilan tetap dan bahkan memiliki
sebidang tanah yang bernama bengkok,sedangkan pada decade yang terdahulu,
menjadi seorang Perangkat Desa adalah murni sebuah pengabdian, tanpa title dan
penghasilan yang menjanjikan.
Jadi siapakah yang memiliki Hak dan kebenaran yang patut
dipertahankan, apakah Hak seorang Kuwu atau Hak seorang Perangkat Desa.
Semuanya dikembalikan kepada Hati Nurani dan tujuan yang sejati. Mengabdi tanpa
Pamrih, atau Mengabdi demi sebuah jabatan dan kedudukan.
Hak Preogratif Kuwu VS Hak Perangkat
R. Agus Syaefuddin ( Wartawan Suara Cirebon )
Pemerintah membuat aturan yang mengikat tentang tata cara
pengangkatan maupun pemberhentian Perangkat Desa. Ironisnya, terkesan aturan
tinggalah aturan, yang pada kenyataannya aturan tetap terkalahkan oleh sesuatu
yang bernama kepentingan.
Hal ini sangat kentara, disaat dalam sebuah Pemerintahan
Desa berganti kepemimpinan ( Kuwu/Kepala Desa )
Betapa tidak, tiap kali terjadi Pergantian Kuwu Atau Kepala
Desa yang berdasarkan Hasil Pemilihan langsung, saat itu juga kerapkali terjadi
pergantian Perangkat Desa dengan berbagai dalih maupun alibi.
Ini terus terjadi dan seakan sudah menjadi tradisi yang
mengalahkan sebuah Aturan ataupun ketentuan.
Lantas siapakah yang bersalah ?
Dalam ketentuannya, seorang Kuwu atau Kepala Desa memiliki
Hak Preogratif, namun disisi lain Hak itu terhalang oleh sebuah ketentuan atau
tatacara tentang pengangkatan ataupun pemberhentian Perangkat Desa.
Inilah yang seharusnya menjadi kajian dengan kepastian, agar
persoalan paska pergantian Kepemimpinan tidak selalu menimbulkan persoalan.
Jika memang seorang Kuwu memiliki Hak Prigratif, maka
kewenangannya jangan dibatasi oleh sebuah aturan, karena pada kenyataannya
aturan tetap terkalahan dan tidak bisa menyelesaikan persoalan.
Sebaliknya, jika memang aturan tersebut sudah dibekukan,
maka tidak ada alasan untuk seorang Kuwu melakukan pergantian terhadap
jajarannya, dalam hal ini Perangkat Desa, terkecuali memang Perangkat Desa
tersebut tersangkut perkara atau mengundurkan diri maupun meninggal Dunia.
Inilah sebuah kenyataan yang selama ini terjadi, hingga
terus meninggalkan persoalan yang terkesan tidak bisa terselesaikan.
Jika kita menyalahkan Kuwu atau Kepala Desa untuk melakukan
pergantian Perangkatnya, mungkin ini juga kurang bijak. Karena seorang Kuwu
disaat menjelang pencalonan hingga penetapan dirinya menjadi seorang Kuwu,
tidak sedikit biaya maupun tenaga yang dikeluarkan, maka sudah menjadi sesuatu yang wajar, jika
Seorang Kuwu melakukan Pergantian Perangkatnya demi sesuatu sesuai harapannya.
Namun tidak bijak juga jika kita menyalahkan atau membiarkan
terjadi pergantian yang terkesan ada kesewenang-wenangan, karena seorang
Perangkat Desa yang Syah telah memiliki Surat Keputusan ( SK ) hingga masa
baktinya berakhir sesuai dengan aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan,
terlebih lagi saat ini seorang Perangkat Desa telah memiliki identitas jelas
berupa NRPD (Nomor Registrasi Perangkat Desa ) yang kedudukannya hamper sama
dengan seorang Aparatur Sipil Negara.
Hingga akhirnya, selama Pemerintahan Desa masih menggunakan
Pola Pemilihan secara langsung, maka persoalan antara Kuwu dan Perangkat
Desanya tidak akan pernah terselesaikan, terkecuali Pemerintahan Desa telah
diganti dengan Kelurahan.
Yang lebih membuat kita merasa miris atau bahkan
menggelengkan kepala adalah Anggaran untuk seorang Calon Kuwu dalam berkampanye
atau menarik hati Rakyat, bisa melebihi Anggaran Pencalonan Seorang Anggota
Dewan yang meliputi berbagai Kecamatan, dan yang paling nyata adalah dampak Pencalonan
Kuwu adalah meninggalkan Rasa Dendam yang terkadang sulit untuk diredam, hingga
kerap terjadi perselisihan antar teman, Tetangga bahkan Keluarga.
Inilah yang harus kita semua renungkan dan fikirkan, apakah
kita akan membiarkan Persoalan tersebut
berjalan terus, atau kita bisa mencari solusi terbaik, agar Persoalan nyata
tersebut bisa kita hindari.
Pada Prinsipnya, membangun sebuah Desa atau apapun namanya, tidak selalu kita harus menjadi
Pemimpin atau Perangkat didalamnya,
semuanya tergantung niat dan tujuan.
Semua Orang mampu untuk membangun sesuatu yang terbaik,
asalkan mempunya niat dan keinginan yang kuat. Namun jika harapn tersebut hanya
digantungkan pada sesuatu yang bernama jabatan, maka tidak aneh, Jika
Permusuhan dan rasa paling mampu akan terus
tumbuh subur dengan meninggalkan Persoalan yang terus terjadi tanpa
mampu untuk dibendung terkecuali Nyawa sudah terlepas dari Raga. Wallahu’alam .
2 Des 2019
Menjadi Guru PNS adalah Harapan Namun Guru PNS bukanlah segalanya
R. Agus Syaefuddin ( Wartawan Suara Cirebon )
"Di tengah tuntutan yang besar terhadap kinerja guru
namun tidak di barengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan guru merupakan
hal yang mustahil dilakukan. Ini sangat sadis dan cendrung mengorbankan guru
honorer, sementara adanya kesenjangan penghasilan guru PNS dan guru Non PNS
menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan pemerintah terhadap nasib guru
honorer, mengingat tugas mereka sama yakni sama-sama mencerdaskan kehidupan
bangsa itulah realitas dunia pendidikan kita entah sampai kapan? Tentu hanya pemangku
kepentingan dan Tuhan yang tahu."
Ketika
menyebut kata Guru maka dalam benak kita langsung terlintas sosok yang baik,
menjadi panutan dan beribawa. Mungkin itulah sebabnya mengapa banyak diantara
Anak Bangsa memilih melanjutkan studi di bidang ilmu pendidikan. Guru merupakan
kunci utama mutu pendidikan. Pendidikan yang bermutu merupakan kunci kemajuan
suatu bangsa. Bangsa yang mengabaikan guru akan selamanya menjadi negara yang
terbelakang. Bangsa yang maju memiliki guru yang profesional dan sejahtera, itu
semua merupakan deretan pernyataan yang tak terbantahkan.
Namun
melihat kondisi dan realita yang di alami oleh Guru saat ini sangat
kontradiktif dengan deretan pernyataan di atas, fakta yang di temukan terutama
pada Guru honorer seolah menggugurkan semua premis tersebut.
Dalam beberapa kesempatan, di depan
ribuan guru, Pemerintah kerap berjanji akan memperbaiki kualitas guru.
Perbaikan kualitas guru bisa melalui pelatihan, beasiswa studi, atau pemberian
gaji yang layak. Penantian panjangnya tak kunjung berakhir, dari pengangkatan
sebagai guru PNS hingga pemberian gaji sesuai upah minimum kabupaten, kota,
provinsi, atau regional. Namun, janji tinggallah janji, bahkan sampai di hari
ini, janji tersebut tidak terprnuhi.
Satu
pertanyaanyang kerap terlintas dalam benak kita adalah, mengapa Guru Honorer
tetap bertahan pada profesinya meskipun gajih dan penghasilannya tidak
mencukupi ? mungkin mereka berharap dan
memiliki sebuah keyakinan, bahwa suatu hari nanti mereka akan diangkat menjadi
seorang Guru yang berpredikat ASN/PNS.
Menjadi
PNS merupakan dambaan Masyarakat mayoritas, karena dianggap mampu
mensejahterakan dan menjadi jaminan hari tua, karena itu, apapun akan dilakukan
untuk bisa menjadi seorang ASN/PNS, bahkan ketika mereka harus bertahan dengan
gajih kecil sekalipun. Itulah harapan seorang Honorer.
Sayangnya, kerap kali kita melihat
realita yang ada, bahwa mereka yang telah mengabdi hingga puluhan Tahun, belum
bisa menjadi jaminan bahwa mereka akan diangkat menjadi seorang PNS, namun
sebaliknya tidak sedikit Guru yang baru mengabdi seumur jagung, mereka langsung
diangkat menjadi PNS, ini pula yang patut dipertanyakan.
Hal ini pula yang menimbulkan pola
dulu ternyata masih ada, yaitu Kolusi dan nepotisme.
Meski banyak diantara mereka yang
merasa kecewa, namun tidak serta merta mereka beralih profesi lain, hal ini
mungkin juga memiliki alasan, mereka masih berharap suatu saat dirinya akan
lolos menjadi seorang PNS , karena mereka tidak memiliki keterampilan lain
selain mengajar, dan yang paling memungkinkan lagi adalah, karena alasan
sulitnya mencari lahan pekerjaan, hingga harapan itu tetap menjadi sebuah
harapan walaupun tanpa kepastian.
Menghadapi
persoalan diatas, Peran Pemerintah sangatlah fital, terutama dalam melakukan system
perekrutan Guru Honorer menjadi Guru PNS, jika ada kemauan dari Pemerintah,
sebenarnya tidaklah sulit untuk menepis adanya anggapan, bahwa telah terjadi
mafia dalam perekrutan PNS ( Jika ada Oknum yang bermain ) ini
semua bisa menjadi mudah jika kita semua berkeinginan untuk berlaku baik dan
jujur dan mengamalkan Pancasila dan UUD 45.
Tetapi yang lebih terpenting lagi
adalah, Hidup adalah sebuah kepastian, dan jangan ketergantungan dengan sebuah
jabatan yang hanya bersifat sementara.
PNS adalah pilihan dan harapan,
namun tidak menjadi seorang PNS pun bukan merupakan sebuah bencana atau
kenistaan.
Mengabdi demi anak Negeri tidak
melulu hanya menjadi seorang Guru, karena Negeri ini memerlukan segalanya, dan
bukan hanya pada sosok seorang pendidik, jadi bijaklah dalam mengarungi Dunia
kehidupan. dilansir dari berbagai sumber
1 Des 2019
Isu Mutasi Jabatan Camat Asjap Siap Bertugas dimanapun
Camat Astanajapura |
Astanajapura. SC – adanya informasi yang berkembang terkait
Mutasi Jabatan, membuat berbagai
sepekulasi dan tanda Tanya tentang siapa
dan akan ditempatkan dimana. Salah satunya seperti adanya hembusan, bahwa Camat
Astanajapura, M.Iing Tdajudin, akan dipindahkan menjadi Camat
Pasaleman,Kabupaten Cirebon.
Saat SC melakukan Wawancara terkait info tersebut kepada
Camat Astanajapura, M. Iing Tdajudin, diruang kerjanya, Kamis, 28/11/2019,
dirinya menuturkan ketidak tahuaannya. “ saya tidak tahu tentang kabar
tersebut, bahkan saya baru mendengarnya
kali ini, namun andaikan memang nantinya saya harus bertugas dan menjadi
Camat di Kecamatan Pasaleman, itu merupakan tugas yang harus saya laksanakan
dengan penuh tanggungjawab, karena jika kita menjadi Aparatur Negara, maka kita
harus siap ditempatkan dimanapun “ ungkapnya.
Sementara saat sc menyinggung adanya penilaiyan atau
anggapan sebagian Orang yang seakan mengkotak kotak atau memisahkan dengan Istilah
basah atau kering, dengan tegas Camat Iing menuturkan “ bagi
saya tidak ada itu istilah tempat basah atau kering, atau apapun istilahnya,
semuanya tergantung dan dikembalikan kepada pribadi masing-masing, makanya bagi
saya, ditempatkan dimanapun tidak akan menjadi persoalan, karena pada
prinsipnya, tugas camat adalah sama, dimanapun dirinya ditempatkan. Yang
penting dia memiliki keinginan untuk bekerja dan melaksanakan kewajibannya
dengan baik, maka hasilnya pun akan baik
pula “ lanjut Iing. Lebih lanjut dirinya
menjelaskan, jika memang harus
meninggalkan Asjap, diharapkan
penggantinya akan lebih baik “ saya tidak merasa telah berhasil dalam
membagun Asjap, namun mungkin perubahan sudah dapat terlihat dan terasa. Oleh
karenanya, secara Manusiawi, saya berharap, siapapun kelak yang menggantikan
saya, dia merupakan sosok yang lebih baik dan saya yakin pihak terkait tidak
akan salah dalam menentukan pilihan maupun kebijakannya, yang terpenting bagi
saya adalah Asjap terus berbenah dalam segala hal dan kembali saya tegaskan,
bahwa maju mundurnya sebuah Pemerintahan bukan terletak pada apa dan dimana kita bertugas, tetapi apakah kita mau membangun dan bekerja secara maksimal, dan itu ada pada
indifidu dan karakter pemimpin itu
sendiri “ pungkas M. Iing Tdajudin ( Ags
)
Ketua BPD Citemu Tuntut Transparansi Anggaran
Mundu. SC - Berawal dari adanya informasi yang
disampaikan Humas LSM Penjara Indonesia, M. Maulana ( Sule )
kepada Suara Cirebon, terkait adanya dugaan Penyalahgunaan Anggaran yang
dilakukan oleh Kuwu Desa Citemu, Kecamatan Mundu , Kabupaten Cirebon,
Supriyadi.
“ Kami memperoleh Data terkait adanya dugaan Penyelewengan
atau penyalahgunaan Anggaran, yang dilakukan oleh Kuwu Supriyadi, seperti Pelaksanaan Pembangunan yang menggunakan
DD/ADD tidak sesuai dengan besaran
Anggaran, bahkan yang sangat disayangkan, Bahwa Anggaran yang diperuntukan bagi
Bumdes Tahun Anggaran 2018, sampai saat ini belum diterima oleh Pengurus
Bumdes, inilah yang akan kami tindak lanjuti dengan cara melaporkannya kepada
pihak Kejaksaan Cirebon “ tegas Sule.
Terkait Informasi tersebut, Suara Cirebon, melakukan
Klarifikasi dan konfirmasi kepada Ketua BPD Citemu, Lukman Nurhakim, Sabtu,
30/11/2019 yang didampingi salah seorang Perangkat Desa setempat, Tony.
Dalam Keterangannya, Lukman Menuturkan, Bahwa memang benar
adanya dugaan tersebut “ Kami memang
menduga adanya penyalahgunaan Anggaran yang dilakukan Kuwu Supriyadi, ini semua
sesuai data yang kami miliki, dengan data tersebut, kami secara lisan telah
membicarakannya dengan pihak Ispektorat, bahkan telah kami layangkan juga fakta-fakta yang ada
kepada Humas LSM Penjara Indonesia, ini
semua kami lakukan agar semua pihak melakukan Kroscek dengan cara turun langsung kelapangan dan
lakukan pemanggilan terhadap semua pihak, termasuk didalamnya BPD dan Lembaga
Desa lainnya, karena kami pun dari BPD menerima keluhan secara tertulis dari
pengurus Bumdes, bahwa sampai saat ini , Anggaran Buat Bumdes Tahun 2018 belum
diterima, itu pun kami Laporkan juga kepada pihak LSM Penjara Indonesia dan
Dinas terkait lainnya “ ungkap Lukman.
Keterangan Lukman tersebut, dibenarkan oleh Salah seorang
perangkat yang menginginkan adanya tindakan tegas dari Institusi terkait “ sebenarnya Banyak Data yang kamimiliki, yang
diduga banyak terdapat kejanggalan antara Anggaran dan Pembangunan, tetapi ini
semua perlu dilakukan dengan cara Kros Cek, jangan sampai Anggaran yang
seharusnya dipergunakan untuk kepentingan Warga Masyarakat, malah menimbulkan
tanda Tanya, kami pun mendukung apa yang dilakukan oleh Ketua BPD, karena pada
prinsifnya, kami mengharapkan adanya Pemerintahan Desa yang bersih dan sesuai
dengan ketentuan Hukum yang berlaku “ ujar Tony. ( Ags )