25 Apr 2022
keramat Buyut Ngabei " bukti sejarah Desa Karangwareng"
19 Apr 2022
Ki Buyut Mangun Tapa " senantiasa didatangi penziaroh"
Situs Ki Buyut Manguntapa, yang konon merupakan keturunan para wali yang menyebarkan agama Islam di tataran wilayah utara Gunung Ciremai. Juga terdapat air Kahuripan yang dikeramatkan dan dijaga oleh masyarakat sekitar desa Singkup. Beberapa orang yang berasal dari berbagai daerah terlihat sering berkunjung ke lokasi ini khususnya pada malam 1 Suro atau 1 Muharram. Cerita legenda yang beredar di masyarakat adalah tentang kepala singa. Berdasarkan cerita masyarakat, dahulu ada seorang yang gagah perkasa sakti mandraguna, “saciduh metu saucap nyata” (ucapannya mujarab). Namun karena kesombongannya merusak hutan yang ada di lokasi tersebut, ia kena petaka menjadi batu yang menyerupai kepala singa.
Keberadaan situs Ki Buyut Manguntapa dan kepala singa berada pada satu hamparan dengan 1001 Tangga Manguntapa. Lokasi dengan ketinggian 345-400 mdpl dapat membangkitkan sensasi tersendiri bagi pengunjung yang berkunjung. Tak jarang pengunjung datang untuk menikmati suasana sore, hingga munculnya bulan dan bintang, terkadang ada juga yang bermalam.
Situs dan legenda mengingatkan kita bahwa sejak lama alam ini mencoba menjaga keseimbangan diri dan bertahan dari gangguan apapun. Keberadaan manusia seharusnya bukan menjadi pengganggu, namun menjadi bagian dalam menjaga keseimbangan alam secara berkelanjutan. (2b)
14 Apr 2022
Babad Cirebon " Cerita anak putu"
Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama yang berasal dari Jawa Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan Cirebon juga merupakan pangkalan penting yang menghubungkan jalur perdagangan antar pulau. Kesultanan Cirebon berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi pelabuhan sekaligus “jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda.
Sehingga Kesultanan Cirebon memiliki suatu kebudayaan yang khas tersendiri, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dukuh kecil yang awalnya didirkan oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran).
Dinamakan Caruban karena di sana ada percampuran para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang dan mata pencaharian yang berbeda. Mereka datang dengan tujuan ingin menetap atau hanya berdagang.
Karena awalnya hampir sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Lalu ada juga pembuatan petis dan garam.
Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari Cai(air) dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal sekarang ini.
Karena memiliki pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon akhirnya menjadi sebuah kota besar yang memiliki salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa.
Pelabuhan sangat berguna dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan seluruh Nusantara maupun dengan negara lainnya. Selain itu, Cirebon juga tumbuh menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
PENDIRIAN DAN SILSILAH RAJA KERAJAAN CIREBON
Pangeran Cakrabuana (1430 – 1479) merupakan keturunan dari kerajaan Pajajaran. Ia adalah putera pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya yang bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Raden Walangsungsang(pangeran Cakra Buana) meiliki dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.
Sebagai anak laki-laki tertua, seharusnya ia berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun karena ia memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya, posisi sebagai putra mahkota akhirnya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa (anak laki-laki dari prabu Siliwangi dan Istri keduanya yang bernama Nyai Cantring Manikmayang).
Ini dikarenakan pada saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha.
Pangeran Walangsungsang akhirnya membuat sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir, mendirikan Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi) membuat Dalem Agung Pakungwati serta membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.
Dengan demikian, Pangeran Walangsungsang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon.\Pangeran Walangsungsang, yang telah selesai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman. Ia lalu tampil sebagai “raja” Cirebon pertama yang memerintah kerajaan dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.
Pendirian kesultanan Cirebon memiliki hubungan sangat erat dengan keberadaan Kesultanan Demak.
27 Apr 2021
Makom Keramat Kiyai Ismail " Ulama besar Desa Asem"
22 Apr 2021
Mbah Ardi Sela dan Harimau Cimandung " Babad Desa Tuk Karangsuwung"
Pangeran Sindang garuda dan sejarah Desa Astanajapura
Dengan kearifan Syech Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dalam
menyebarkan Islam ke Desa Astanajapura yang terlebih dahulu dimasuki oleh agama Hindu , beliau tidak serta merta menghilangkan kebiasaan yang berada dimasyarakat saat itu. Sehingga sekarang di Desa Astanajapura banyak terdapat
adat istiadat yang ditinggalkan. Adapun kebiasaan (kebudayaan) perpaduan Hindu-Islam yang masih ada sampai sekarang di Desa Astanajapura antara lain yaitu:
1.Sedekah Bumi
Sedekah bumi merupakan simbol dari rasa syukur dari hasil bumi yang
melimpah, dan biasanya di lakukan atau pelaksanaannya tiap tahun atau
merupakan tradisi tahunan.
2.Mapag Sri .Mapag Sri
adalah salah satu adat/budaya masyarakat Indonesia khususnya
Jawa dan Sunda yang dilaksanakan untuk menyambut datangnya panen raya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.
Mapag Sri apabila dilihat dari bahasa jawa halus mengandung arti menje
mput padi. Dalam bahasa jawa halus, mapagberarti menjemput,sedangkan
sri dimaksudkan sebagai padi. Maksud dari menjemput padi adalah panen.
3.Buka Tana
Buka tanamerupakan kegiatan yang dilakukan dimana ketika ada orang yang akan membangun rumah atau tempat dengan cara melakukan tahlil dan membaca doa agar selamat.
4.Nuju Bulan
Nuju BulanUpacara Tingkebanatau Nuju Bulan adalah salah satu tradisi masyarakat jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu
yang artinya tujuh, upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang
setaman dan di sertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
5.Mudun Lemah
Mudun lemah demikian orang jawa menyebut tradisi tersebut. Sebuah tradisi yang dilakukan orang tua untuk mengenalkan anak tercintanya yang berusia tujuh bulan kepada bumi. Mengiringi itu, kedua orang tua berharap anaknya mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan.
6.Puputan
Upacara puputan yaitu upacara yang dilaksanakan pada waktu seorang bayi terlepas ari-arinya dari sendi usus perut atau istilahnya coplok/puput
(lepas). Maksud dan tujuan upacara Puputanadalah untuk memberi nama pada bayi yang baru terlepas ari-arinya.
Kebudayaan tersebut di atas masih dilakukan oleh masyarakat Desa
Astanajapura, namun telah terpengaruh oleh kebudayaan
Islam sehingga caranyapun berubah yakni dengan dibacakan do‟a kalimat
toyibah.
Saat ini Pemerintahan Desa Astanajapura dipimpin oleh seorang kuwu yang bernama Faturokhman.
21 Apr 2021
Pangeran Sindang garuda dan sejarah Astanajapura
Ulama dan Pejuang karismatik
20 Apr 2021
Mbah Muqoyim dan Pesantren Buntet
19 Apr 2021
Syech Arifin atau Kibuyut Serpin Ulama Besar Mertalaya
17 Apr 2021
Situs Keramat Sindang Pancuran " tetap lestari di Era Moderenisasi "
Konon, Situs ini merupakan sumber mata air yang ditemukan oleh Pangeran Sela Ganda, di masa pemerintahan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.
Awalnya, salah satu anak Prabu Siliwangi yang beragama Islam bernama Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Sapu Jagat atau Pangeran Cakrabuana, mendirikan sebuah pedukuhan bernama Dukuh Awi.
Pada masa itu Terdapat permasalahan di Dukuh Awi, karena di sekitar tempat tersebut tidak ada sumber air. Hingga akhirnya, lokasi Dukuh Awi berpindah-pindah. Kemudian, Pangeran Sapu Jagat meminta kepada salah satu temannya bernama Pangeran Sela Ganda, untuk mencarikan sumber mata air.
Pada akhirnya, Pangeran Sela Ganda menemukan sumber mata air yang sangat bersih dan jernih di sungai Desa Sindang Laut. Karena airnya terus memancar, Pangeran Sapu Jagat dengan prajuritnya membangun tempat penampungan agar air tidak terbuang sia-sia.
Akhirnya Dukuh Awi pun menetap di situ.
Kemudian, saat Belanda datang, mata air tersebut pun diperbesar, ditemboki, dan diberi atap supaya lebih terlindungi dari benda-benda yang masuk ke mata air.
Konon katanya, air dari Sindang Pancuran ini dipercaya bisa mendatangkan berbagai khasiat. Hal tersebut berawal saat salah satu anak Prabu Siliwangi bernama Kian Santang sedang sakit ketika masih kecil. Prabu Siliwangi pun memerintahkan sang kakak, Pangeran Walangsungsang, untuk mengambil air yang ada di Sindang Pancuran.
Setelah diberi minum air tersebut, Kian Santang akhirnya sembuh.
Hal tersebutlah yang akhirnya membuat masyarakat sekitar, bahkan dari luar daerah kerap, mendatangi Sindang Pancuran untuk mendapatkan khasiatnya, seperti menyembuhkan penyakit, penjagaan, serta muhabbah atau pengasihan.
Hingga saat ini, Sindang pancuran kerap dikunjungi oleh berbagai lapisan Masyarakat yang datang dari berbagai Daerah, mereka meyakini, bahwa Air yang terdapat di Sindang Pancuran memiliki khasiat yang menurut keyakinan dapat memenuhi hazat dan keinginan, tentunya atas izin Allah SWT.
Semoga Situs yang sangat bermakna dan bersejarah ini tidak akan hengkang termakan waktu, dan bisa terpelihara dengan baik ditengah perkembangan zaman yang sangat complex, Wallahua’lambissoaf. ( 1c )