Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini. Tampilkan semua postingan

15 Agu 2024

Paskibraka copot jilbab " HUT RI tercemar "

Penulis. R. Agus Syaefuddin

Sebagai Masyarakar bawah wajar jika bertanya, apa itu BPKP.
Pertanyaan ini terlontar gegara Jilbab Paskibraka harus di copot 
Apa hubungannya Paskibraka dengan jilbab dan keseragaman. 
nusantara ini adalah negara Bhineka tunggal ika yang mau tidak mau kebetulan Masyarakatnya mayoritas Muslim. 
Aneh memang dan tidak masuk akal jika alasannya hanya karena seragam pasukan pengibar bendera harus copot jilbab. 
Akhirnya kita patut bertanya, nasionalis ketua BPKP itu bagaimana, apakah memiliki jiwa Nasionalis atau bagaimana 
Sangat disayangkan, disaat kita mendengungkan kemerdekaan malah kemerdekaan kita dirampas oleh oknum yang patut dipertanyakan jiwa Nasionalisnya. 
hiruk pukul dan kekecewaan ini mengumandang dari sabang sampai meroke. 
Wajarlah jika kita bangsa Indonesia berteriak dan mempertanyakan perihal pencopotan jilbab, terlebih mungkin kaum Muslim. 
Mungkin tidak ada korelasinya dengan Agama atau keyakinan, namun nyatanya memang jilbab yang identik dengan kaum Muslim yang menjadi persoalan 
Jika hal ini dibiarkan dan dianggap hal yang biasa, kita patut hawatir dan menduga, Jangan-jangan beberapa tahun kedepan kita dilarang menggunakan jilbab dimuka umum, dengan dalih dan alasan demi keselamatan bangsa 
Sebelumnya sempat ramai ada sekolah yang melarang siswinya memakai jilbab, namun karena adanya aksi maka larangan tersebut dianulir, dan saat ini, jika kita diam dan menganggap hal tersebut biasa saja, mungkin jilbab benar-benar dilarang bagi pasukan pengibar bendera, beruntung Rakyat Indonesia itu sangat pemaaf, maka hanya dengan perkataan maaf semuanya bisa selesai. 
Kita sebagai anak Bangsa berharap hal demikian tidak terjadi lagi, tanam jiwa Nasionalis dengan tetap berpegang pada kearifan bukan dengan kekuasaan semata. 

22 Mei 2024

CDPOB PROVINSI CIREBON

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jabar




Belakangan ini ramai beredar pemberitataan bahwa akan terjadi banyak pemekaran wilayah di Indonesia. Disebutkan bahwa akan terbentuk beberapa provinsi baru dan tentu saja banyak kabupaten/kota baru. 

Namun, hal itu tentu saja sangat tergantung pada kebijakan Pemerintah Pusat. Masalahnya, kelahiran daerah pemekaran --baik provinsi maupun kabupaten/kota-- sangat tergantung pada dicabut atau tidaknya moratorium. 

Moratorium seolah-olah menjadi kran pembuka/penutup disetujui atau tidaknya calon daerah pemekaran otonomi baru (CDPOB). Padahal, banyak usulan dari beberapa provinsi untuk melahirkan CDPOB.  

Misalnya saja 9 CDPOB kabupaten/kota yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hingga saat ini, belum satu pun yang disetujui Pemerintah Pusat. Sekali lagi, itu karena adanya moratorium terkait CDPOB.

Bahkan, di luar itu, beberapa pihak sudah menggulirkan isu tentang CDPOB provinsi di Jawa Barat. Misalnya, Provinsi Bagasasi, Provinsi Galuh, dan tentu saja Provinsi Cirebon.

Beberapa tahun lalu memang sempat muncul gagasan tentang pembentukan Provinsi Cirebon. Wilayahnya meliputi Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan. Calon ibu kotanya adalah Kota Cirebon. 

Secara umum, orang lebih mengenal wilayah cakupan geografis tersebut sebagai Ciayumajakuning. Usulan dan pemikiran tersebut sebenarnya cukup beralasan. Cirebon memiliki sejarah panjang dalam perjalanan negeri ini. Di Kota Cirebon masih terdapat bukti sejarah peradaban yang tak bisa dihapuskan begitu saja. 

Di Kota Udang tersebut terdapat empat keraton, yakni Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabonan. Itu sebabnya ada pula yang menyebut Kota Cirebon sebagai Kota Keraton. 

Tidak jauh dari Kota Cirebon, terdapat pula makam salah satu Wali Songo, yakni Sunan Gunungjati. Dari segi adminstratif geografis, makam tersebut termasuk wilayah Kecamatan Gunungjati Kabupaten Cirebon.

Jika benar terbentuk Provinsi Cirebon, minimal sudah ada 5 kabupaten/kota yang selama ini dijuluki Ciayumajakuning. Bahkan, jika kran moratorium dibuka dan CDPOB Kabupaten Indramayu Barat dan Kabupaten Cirebon Timur disahkan lebih dulu, berarti Provinsi Cirebon akan terdiri dari 7 kabupaten/kota.

Untuk sementara ini, luas wilayah 5 kabupaten/kota yang akan menjadi Provinsi Cirebon adalah sekitar 5.377,79 km persegi dengan jumlah penduduk total 7,142 juta jiwa lebih. Adapun APBD di wilayah tersebut hingga tahun anggaran 2023, secara total di Ciayumajakuning sekitar Rp 15-16 triliun. 

Kota Cirebon memiliki APBD Rp 1,5 triliun lebih dengan penduduk 345.578. Kabupaten Cirebon memiliki APBD Rp 3,6 triliun lebih dengan penduduk 2.339.555. Kabupaten Indramayu memiliki APBD Rp 3,632 triliun lebih dengan penduduk 1.892.043. APBD Kabupaten Majalengka Rp 3,840 triliun lebih dengan penduduk 1.351.828. Sementara itu, Kabupaten Kuningan memiliki APBD Rp 2,85 triliun lebih dengan penduduk 1.211.553.

Peluang untuk menjadi Provinsi Cirebon sebenarnya sangat terbuka. Namun, semua itu --sekali lagi-- sangat tergantung pada dibukanya moratoriun CDPOB oleh Pemerintah Pusat. Artinya, CDPOB sangat tergantung pada kebijakan Pemerintah Pusat.

Sejatinya, dari berbagai sisi persyaratan, semestinya CDPOB Provinsi Cirebon sudah sangat layak untuk disahkan. Tujuan mulia yang mesti diwujudkan --dan ini yang paing penting-- adalah membuat masyarakat menjadi lebih sejahtera. 

Dengan jumlah penduduk Jabar yang sudah 50.052.605 juta jiwa, Provinsi Cirebon sudah menjadi keniscayaan. Dengan total APBD sebesar Rp 34,39 triliun lebih, rasanya juga bukan sebuah halangan jika kemudian Jabar melahirkan "anak baru" di wilayahnya.

Sekadar perbandingan, berikut ini luas wilayah provinsi di pulau-pulau besar di Indonesia. 

Luas Provinsi di Pulau Sumatra
Aceh (Banda Aceh): 57.956,00 km²
Sumatra Utara (Medan): 72.981,23 km²
Sumatra Selatan (Palembang): 91.592,43 km²
Sumatra Barat (Padang): 42.012,89 km²
Bengkulu (Bengkulu): 19.919,33 km²
Riau (Pekanbaru): 87.023,66 km²
Kepulauan Riau (Tanjung Pinang): 8.201,72 km²
Jambi (Jambi): 50.058,16 km²
Lampung (Bandar Lampung): 34.623,80 km²
Bangka Belitung (Pangkal Pinang): 16.424,06 km²

Luas Provinsi di Pulau Kalimantan
Kalimantan Timur (Samarinda): 129.066,64 km²
Kalimantan Barat (Pontianak): 147.307,00 km²
Kalimantan Tengah (Palangkaraya): 153.564,50 km²
Kalimantan Selatan (Banjarbaru): 38.744,23 km² (sebelumnya adalah Banjarmasin, lalu menjadi Banjarbaru berdasarkan ketetapan UU RI Nomor 8/2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan)
Kalimantan Utara (Tanjung Selor): 75.467,70 km²

Luas Provinsi di Pulau Sulawesi
Sulawesi Utara (Manado): 13.892,47 km²
Sulawesi Barat (Mamuju): 16.787,18 km²
Sulawesi Tengah (Palu): 61.841,29 km²
Gorontalo (Gorontalo): 11.257,07 km²
Sulawesi Tenggara (Kendari): 38.067,70 km²
Sulawesi Selatan (Makassar): 46.717,48 km²

Luas Provinsi di Pulau Jawa
DKI Jakarta (Jakarta): 664,01 km²
Banteng (Serang): 9.662,92 km²
Jawa Barat (Bandung): 35.377,76 km²
Jawa Tengah (Semarang): 32.800,69 km²
DI Yogyakarta (Yogyakarta): 3.133,15 km²
Jawa Timur (Surabaya): 47.803,49 km²

Luas Provinsi di Pulau Nusa Tenggara dan Bali
Bali (Denpasar): 5.780,06 km²
Nusa Tenggara Barat (Mataram): 18.572,32 km²
Nusa Tenggara Timur (Kupang): 48.718,10 km²

Luas Provinsi di Pulau Maluku dan Papua
Maluku Utara (Sofifi): 31.982,50 km²
Maluku (Ambon): 46.914,03 km²
Papua Barat (Manokwari): 102.955,15 km²
Papua (Jayapura): 319.036,05 km²
Papua Selatan (Kabupaten Merauke): 127.280 km²
Papua Tengah (Kabupaten Nabire): 66.129 km²
Papua Pegunungan (Kabupaten Jayawijaya): 108.476 km²
Papua Barat Daya (Sorong): 38.820,90 km²

Top 10 Provinsi Indonesia dengan Wilayah Terluas
Papua: 319.036.05 km²
Kalimantan Tengah: 153.564,50 km²
Kalimantan Barat: 147.307,00 km²
Kalimantan Timur: 129.066,64 km²
Papua Selatan: 127.280 km²
Papua Pegunungan: 108.476 km²
Papua Barat: 102.955,15 km²
Sumatra Selatan: 91.592,43 km²
Riau: 87.023,66 km²
Kalimantan Utara: 75.467,70 km²

20 Mei 2024

PENGELOLAAN KUALITAS DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat



Indonesia boleh berbangga menjadi tuan rumah World Water Forum 2024 di Pulau Dewata. Forum keren ke 10 tersebut berlangsung di Nusa Dua Bali 18--25 Mei 2024. 

Lewat forum tersebut, pesan bahwa betapa pentingnya air diharapkan sampai ke seluruh penjuru dunia. Seluruh manusia di dunia ini diharapkan mendapat kemudahan dalam mengakses air bersih.

Air merupakan anugerah Tuhan yang sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan umat manusia. Dengan air tumbuhan akan menjadi tumbuh subur dan biasanya daunnya menjadi rimbun. 

Lalu tumbuhan itu akan menghasilkan buah. Pada akhirnya buah yang ada mayoritas dikonsumsi oleh umat manusia.

Air juga akan menjadikan beraneka satwa hidup dan beranak-pinak sebagai hasil dari berkembang biak. Lantas, mayoritas hewan-hewan itu --apalagi hewan ternak-- dagingnya menjadi santapan manusia. 

Bahkan, banyak pula hewan yang menjadi santapan hewan lainnya. Hewan--hewan di bumi ini juga membutuhkan air. Jadi, air memang dibutuhkan oleh hewan maupun tumbuhan.

Manusia pun mutlak membutuhkan air. Kadar air di dalam tubuh manusia saja adalah sekitar 70%. Bisa dibayangkan jika tubuh manusia kekurangan air. 

Pasti manusia itu akan kurus kering dan jika terus dibiarkan bisa jadi akan mempercepat kematian. Sekali lagi, itu menunjukkan bahwa air memiliki peran dan fungsinya yang sangat strategis.

Oleh karena itulah, air harus dijaga kualitasnya agar tidak tercemar. Dengan kualitas air yang baik, apalagi tidak tercemar, bisa dipastikan manfaatnya pun akan menjadi lebih optimal. 

Namun, manusia banyak khilafnya. Bahkan, ada pencemaran yang disengaja/disadari dan ada pula yang tak disengaja/tak disadari sepenuhnya.

Mengingat begitu kompleksnya masalah kualitas dan pencemaran air, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berusaha mengaturnya supaya lebih baik. Maka, lahirlah Perda Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Judul Perda tersebut sebenarnya bisa dipersingkat hanya "Pengendalian Pencemaran Air" atau "Pengelolaan Kualitas Air" karena dalam Pengelolaan Kualitas Air salah satu langkah strategisnya adalah berupaya dalam hal Pengendalian Pencemaran Air. Pada intinya, judul manapun yang digunakan cukup satu saja.

Selain Perda Nomor 3 Tahun 2004 Tetang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sebenarnya Provinsi Jawa Barat telah pula memiliki Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Air Tanah. 

Akan tetapi, Perda Nomor 1 Tahun 2017 memang lebih fokus pada pengaturan air tanah dalam. Hal ini menunjukkan bahwa ada hal-hal strategis dan teknis yang harus diatur untuk mengelola, mengendalikan, dan menanggulangi pencemaran air.

Namun, air secara keseluruhan memang harus dikendalikan kualitasnya. Selain itu, air juga harus senantiasa dijaga agar tidak tercemar. Dengan demikian, air akan memberi manfaat kepada seluruh umat manusia secara lebih baik pula. 

Air yang kualitasnya baik dan tidak tercemar bukan hanya akan berguna bagi manusia. Hewan dan tumbuhan pun bisa dipastikan tidak akan terganggu dan sangat membutuhkannya. 

Kiranya alam memang harus dijaga kelestariannya supaya memberi manfaat untuk kelestarian segenap makhluk hidup secara keseluruhan. Khusus bagi umat manusia, manfaat tersebut juga bukan hanya untuk generasi saat ini. 

Bukankah generasi mendatang pun membutuhkan air? Bukankah hak mereka pula untuk menikmati air yang kualitasnya baik dan tidak tercemar? Oleh karena itu, marilah kita jaga bersama air kita untuk warisan bagi anak cucu kita kelak.

8 Mei 2024

UU HKPD PERKUAT KEARIFAN LOKAL?

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 5 Januari 2022. Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk memperkuat desentralisasi fiskal dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Negara Kesatuan Rapublik Indonesia.

Mengingat pemerintahan di Indonesia terdiri dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dibutuhkan sinergitas program/kegiatan di semua tingkatan. Semua yang dilakukan pun harus hanya demi dan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Jika itu terjadi, barulah kita dapat mengatakan bahwa negara sudah hadir. Harapan bahwa masyarakat menjadi lebih sejahtera pun bukan hanya sebatas mimpi belaka.

Hal itu pasti akan menjadi angin segar untuk seluruh masyarakat. Mereka akan merasa "diurus" oleh negara. Mereka pun akan merasa sangat bahagia dan bangga menjadi warga negara republik yang kita cintai ini. 

Namun, untuk mewujudkan hal itu memang bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan kesiapan mental dan semangat semua pihak untuk merealisasikannya. Dibutuhkan integritas dan loyalitas yang mumpuni demi kejayaan negeri ini. Jadi, sekali lagi, ini bukan perkara mudah.

Salah satu syarat mutlak yang harus dilakukan untuk mewujudkannya memang sinergitas, baik secara vertikal maupun horisontal. Sinergitas juga bukan hanya dalam satu urusan, tetapi dalam semua urusan, termasuk masalah fiskal.

Sebagai langkah konkret penguatan sinergi keuangan pusat dan daerah --terutama dalam mendukung perbaikan desentralisasi fiskal-- pada 2022 silam pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. 

UU HKPD menggantikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Salah satu upaya pembenahan yang dilakukan melalui UU HKPD adalah melakukan pembaruan rancangan transfer ke daerah (TKD), antara lain melalui redesain dana bagi hasil (DBH).

//Redesain DBH//

UU HKPD bertujuan untuk mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif. Artinya, daerah diharapkan lebih fokus, efisien, dan efektif. Juga lebih peduli pada lingkungan masing-masing dalam pengelolaan fiskal.

Melalui HKPD yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, diharapkan mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok NKRI. Ada 4 pilar utama yang digunakan, yaitu penguatan local taxing power, ketimpangan vertikal dan horizontal yang menurun, peningkatan kualitas belanja di daerah, serta harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Kebijakan fiskal harus dijaga agar tetap sehat dan mampu mengemban 3 fungsi utamanya, yaitu fungsi alokasi, ditribusi, dan stabilisasi. APBN maupun APBD dituntut harus gesit dan mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sangat dinamis. Tujuan utamanya untuk mewujudkan Reformasi Sumber Daya Manusia, Reformasi Fiskal, Reformasi Sektor Keuangan, serta Reformasi Struktural, dan Transformasi Ekonomi.

Berbagai capaian desentralisasi fiskal selama 20 tahun terakhir telah menunjukkan berbagai kinerja positif dan ikut berkontribusi dalam pencapaian kinerja nasional untuk mendorong pemerataan kemampuan keuangan daerah dan perbaikan layanan publik daerah. Selain itu, desentralisasi fiskal juga mendorong kemandirian fiskal pemerintah daerah dan peningkatan kualitas pembangunan di desa. 

Hal ini dapat terlihat dari kemampuan Pemerintah Daerah dalam memungut PAD meningkat, meskipun TKD masih dominan sebagai sumber utama pendapatan APBD. Dengan adanya implementasi UU HKPD ini diharapkan mampu mendorong optimalisasi kemampuan daerah dalam menggali PAD. 

Dari sisi pengelolaan Dana Desa juga telah dihasilkan jumlah Desa Mandiri yang meningkat secara signifikan dari 313 di tahun 2018 menjadi 11.456 desa di tahun 2023.

Meskipun telah menunjukkan kinerja-kinerja positif, pelaksanaan desentralisasi fiskal masih dihadapkan pada berbagai tantangan seperti pemanfaatan TKD yang belum optimal, struktur belanja daerah yang belum memuaskan, local tax ratio masih cukup rendah, pemanfaatan pembiayaan yang masih terbatas, sinergi fiskal pusat-daerah yang belum optimal.

UU HKPD mengedepankan transfer berbasis kinerja, perbaikan pengelolaan belanja daerah melalui disiplin yang ketat dan upaya penguatan sinergi fiskal nasional. Ini merupakan upaya perbaikan untuk memperkuat kualitas desentralisasi fiskal itu sendiri. Tanggung jawab lebih kuat ke daerah dalam upaya memperbaiki kualitas layanan publik dan memeratakan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sekali lagi, UU HKPD diharapkan dapat menciptakan pengalokasian sumber daya nasional secara efektif dan efisien melalui Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat. UU HKPD juga diharapkan menjadi bagian dari agenda reformasi di bidang fiskal dan struktural untuk mencapai Indonesia Maju 2045.


//Kearifan Lokal?//

UU HKPD deiharapkan melahirkan kebijakan pembangunan yang lebih membumi di wilayah masing-masing. Kebijakan yang dihasilkan tentu saja akan sangat bergantung pada kemampuan keuangan daerah. 

Seiring dengan peningkatan Pendapatan Daerah, masing-masing kabupaten/kota diharapkan menjadi lebih mampu membiayai banyak program/kegiatan pembangunan. Tinggal bagaimana kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memilah dan memilih skala prioritas mana yang akan diambil pada setiap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masing wilayah.

Di situlah sesungguhnya kearifan lokal bisa lebih mendapat skala prioritas utama. Dengan demikian, arah pembangunan semua kabupaten/kota akan menjadi lebih terarah. Tentu saja, semua pasti berharap bahwa masing-masing daerah akan menjadi lebih berdaulat dan maju, tanpa melupakan keberlanjutan.

22 Apr 2024

SMAN TALUN HANYA MIMPI?

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat



Talun adalah salah satu dari 40 kecamatan di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Talun terdiri dari 11 desa. Dengan luas wilayah sekitar 19,53 hektare, jumlah penduduk kecamatan ini adalah 619.637  jiwa. Kepadatan penduduknya 31,727.46 jiwa/km persegi.

Dahulu nama kecamatan ini adalah Kecamatan Cirebon Selatan. Empat desa yang ada di bagian barat Kecamatan Talun bergabung dengan Kecamatan Sumber. 

Keempat desa yang sekarang bergabung dengan Kecamatan Sumber adalah Kemantren, Sendang, Pejambon, dan Gegunung. Setelah bergabung dengan Kecamatan Sumber, keempat desa tersebut statusnya berubah menjadi kelurahan. 

Dua desa yang berada di Kecamatan Sumber bergabung dengan Kecamatan Talun. Kedua desa yang sekarang bergabung dengan Kecamatan Talun adalah Desa Kubang, dan Desa Sarwadadi.

Sekarang ada 11 desa di Kecamatan Talun:
1. Cempaka
2. Ciperna
3. Cirebon Girang
4. Kepongpongan
5. Kerandon
6. Kecomberan
7. Sampiran
8. Wanasaba Lor
9. Wanasaba Kidul
10. Kubang
11. Sarwadadi

*Deretan Wisata Religi di Talun*
Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon kini disulap menjadi kawasan wisata kuliner dan wisata religi. Sehingga tidak jarang banyak menyedot wisatawan yang berkunjung ke sejumlah destinasi wisata yang ada.

Berbagai macam lokasi wisata religi ada di Cirebon, salah satunya Keramat Talun atau Makam Mbah Kuwu Sangkan yang berlokasi di Desa Cirebon Girang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon Jawa Barat.

Lokasi ini dikenal selalu ramai pengunjung atau peziarah, terutama pada saat malam Jumat Kliwon atau saat malam 1 Syuro atau 1 Muharam. Bahkan, dalam sebulan, lokasi wisata religi yang satu ini bisa didatangi lebih dari seribu peziarah.

Berlokasi tidak jauh dari Kota Cirebon, tidak heran Makam Mbah Kuwu Sangkan yang merupakan petilasan dan makam keramat ini menjadi pilihan lokasi tujuan kedua setelah Makam Sunan Gunung Jati.

*Transformasi Menjadi Lokasi Wisata Kuliner*
Beberapa tahun terakhir, perkembangan wisata kuliner di Kecamatan Talun terbilang sangat pesat. Mayoritas tempat-tempat kuliner ini menyajikan suasana alam pedesaan dengan pemandangan pematang sawah.

Di sisi lain, ternyata pemerataan dan kualitas pendidikan sangat dibutuhkan di Kabupaten Cirebon. Kualitas pendidikan anak di daerah harus difasilitasi dan ditingkatkan. Demikian pula dengan jumlah sekolah yang harus dibangun demi mewujudkan tujuan mulia tersebut.

Untuk itu, dukungan semua pihak untuk kemajuan pendidikan di Kabupaten Cirebon mutlak diperlukan. Sehingga, harapan masyarakat Cirebon agar anak-anaknya mendapat pendidikan yang berkualitas bisa dirasakan.

Dibutuhkan sinergitas semua level pemerintahan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Bukankah pendidikan menjadi urusan konkuren? Artinya, pendidikan menjadi urusan yang ditangani semua level pemerintahan, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.

*Mimpi Besar*
Anak-anak Kecamatan Talun juga adalah anak bangsa Indonesia. Mereka pun berhak mewujudkan mimpi besarnya. Mereka juga berhak hidup bahagia. Mereka juga berhak mengenyam pendidikan yang layak. Mereka juga berhak bersekolah di SMA/SMK yang ada di daerahnya.

Faktanya, hingga hari ini kondisinya paradoks. Anak-anak lulusan SMP di Talun masih bersekolah (SMA/SMK) ke Kabupaten Kuningan. Ini salah satu dampak pemberlakuan kebijakan zonasi yang ramai menuai pro-kontra itu. Ini memang kondisi yang memprihatinkan. Sampai kapan situasi seperti ini akan terus dibiarkan?

Sekali lagi, ini butuh intervensi. Memang masalahnya, SMA/SMK/SLB menjadi ranah kewenangan Provinsi Jawa Barat. Namun, apapun itu, kondisi tersebut tidak bisa terus dibiarkan berlarut-larut. Kondisi tersebut bukan hanya menjadi beban para orang tua murid, tetapi --dan yang utama-- justru beban bagi murid itu sendiri.

Kiranya butuh kebijakan serius untuk menangai hal ini. Unit sekolah baru, yakni SMA Negeri Talun sangat ditunggu kehadirannya segera. Dengan demikian, masyarakat merasakan Negara hadir dan dan mengerti kebutuhan mereka.

Talun memang bukan satu-satunya kecamatan yang tidak memiliki SMA Negeri. Di Kabupaten Cirebon saja setidaknya masih ada 13 kecamatan yang belum meiliki SMA/SMK. Padahal, itu semua akan secara langsung berkaitan dengan upaya menggerek angka Indeks Pembangunan Manusia. Sekali lagi, ini butuh intervensi kebijakan.

Apa kabar Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat?

18 Apr 2024

PATAHKAN MITOS,GERINDRA JABAR JADI PEMENANG

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2024 di Provinsi Jawa Barat (Jabar) telah menghasilkan sejarah baru. Ada satu hal yang tidak pernah terjadi sepanjang beberapa kali pemilihan umum (pemilu) sebelumnya.  

Secara mengejutkan Gerindra mampu menjadi pemenang pileg di Provinsi Jawa Barat. Padahal, selama lima kali pemilu pasca reformasi, tidak satu partai pun mampu memenangkan pileg di Jabar berturut-turut. Dengan kata lain, setiap pileg di Jabar menghasilkan pemenang baru.

Hal itu sepertinya menjadi mitos di kalangan partai yang bertarung di pileg. Namun, Gerindra mematahkan mitos tersebut pada pileg 2024. Gerindra membuat kemenangan beruntun pada pileg di tingkat provinsi pada tahun 2019. Lalu, pada pileg 2024 Gerindra kembali menjadi pemenang. 

Pasca reformasi setiap pemilu di Provinsi Jawa Barat selalu menghasilkan pemenang yang berbeda. Konsekwensinya adalah selalu hadir Ketua DPRD Provinsi Jabar dari partai yang berganti setiap lima tahun sekali. 

Perhatikanlah pemenang pileg dari setiap pesta demokrasi lima tahunan berikut ini.
1999--2004 Partai Golkar.
2004--2009 PDI Perjuangan.
2009--2014 Partai Demokrat.
2014--2019 PDI Perjuangan.
2019--2024 Gerindra.
2024--2029 Gerindra.

*2009--2014*
Pemilu pertama yang diikuti Partai Gerindra adalah pada tahun 2009. Hasilnya Gerindra di DPRD Provinsi Jabar periode 2009-2014 adalah 8 orang. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerindra Provinsi Jawa Barat kala itu adalah H. Oo Sutisna (alm.). 

Sebagai partai baru, kantornya pun sempat berpindah. Markas DPD Gerindra yang semula di Jl. Soekarno-Hatta berpindah ke Jl. Citarum. Konsolidasi sebagai partai baru memang tidak mudah.

Dari total 100 anggota DPRD, pemenang kala itu adalah Partai Demokrat besutan SBY yang mendominasi dengan 28 kursi. Golkar meraih 18 kursi, kemudian PDIP 17 kursi, PKS 13 kursi, PPP 8 kursi, Gerindra 8 kursi, Hanura 3 kursi, PAN 3 kursi, dan PKB 2 kursi. Itulah hasil Gerindra Jabar pada kiprah pertamanya mengikuti kontestasi pileg.

Berdasarkan hasil pemilu legislatif 9 April 2009, dari 100 kursi yang diperebutkan, 82 persen atau 82 orang anggota Dewan DPRD Provinsi Jabar dihiasi muka baru. Berarti, pada periode ini hanya 18 orang muka lama. Selain itu, dalam periode 2009--2014, jumlah anggota dewan wanita meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya. 

Pada periode 2004-2009 hanya 9 wanita yang menjadi anggota DPRD Provinsi Jabar. Pada periode 2009--2014 naik hampir hampir tiga kali lipat menjadi 24 kursi. Pelantikan dilakukan di Gedung Merdeka pada 31 Agustus 2009. Jabar kala itu dipimpin Gubernur Ahmad Heryawan.

*2014--2019*
Menjelang pileg 2014, DPD Gerindra mengalami pergantian. Ferry J. Juliantono menjadi Ketua DPD. Seiring dengan itu ada perubahan pada jumlah anggota DPRD Provinsi Jabar. Sesuai dengan regulasi yang ada, anggota  DPRD Provinsi Jabar yang semula hanya 100 orang bertambah jumlahnya menjadi 120 orang.

Pada pileg 2014 Gerindra dari 8 kursi bertambah menjadi 11 kursi. Dari 11 kursi yang ada itu, 4 merupakan petahana dan 7 wajah baru. Penambahan jumlah kursi tersebut membuat Gerindra mendapat jatah kursi pimpinan. Maka duduklah Abdul Harris Bobihoe sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat. Perolehan 11 kursi mengalahkan PPP yang pada periode sebelumnya memperoleh kursi sama-sama 8 tetapi Gerindra kalah dalam jumlah total suara.

Sebanyak 120 Anggota DPRD Provinsi Jabar pun resmi dilantik di Gedung Merdeka pada 2 September 2014 untuk masa bakti 2014--2019. Pada saat itu Jabar masih dipimpin Gubernur Ahmad Heryawan Periode ke-2. Itulah hasil Gerindra pada pileg kedua yang diikutinya.

*2014--2019*
Seiring berjalannya waktu, pergantian pimpinan DPD Gerindra Jabar kembali terjadi. Tongkat komando bergeser ke Mulyadi. Itu terjadi sebelum Pilkada Gubernur Jabar 2018. Ada satu fenomena yang ditorehkan Mulyadi kala itu. Gerindra berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan mengusung pasangan calon gubernur/wakil gubernur Sudrajat-Syaikhu dengan tagline ASYIK. 

Seiring pertarungan pilgub, disoronglah tagline "2019 Ganti Presiden" karena pada tahun yang sama dilakukan pemilihan presiden (pilpres). Pada hajat nasional pilpres, Gerindra juga bergabung dengan PKS dan mencalonkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. 

Rupanya tagline "2019 Ganti Presiden" sangat besar dampaknya bagi Gerindra dan PKS. Kedua partai itu mengalami lonjakan sangat signifikan dalam raihan kursi. Hal itu terbukti dari raihan kursi masing-masing partai di DPRD Provinsi Jabar. 

Meskipun Mulyadi kemudian diganti menjelang pilpres, jumlah kursi Gerindra di DPRD Provinsi Jabar meningkat sangat pesat dari 11 menjadi 25 kursi. Dari 25 kursi itu, 9 merupakan petahana dan 16 wajah baru. Sementara itu, PKS melejit pula menjadi pemenang kedua dengan raihan 21 kursi, naik pesat dari 12 kursi. 

Dengan raihan kursi tersebut Gerindra menjadi peraih kursi terbanyak di DPRD Provinsi Jabar. Untuk pertama kalinya Gerindra menempatkan kadernya menjadi Ketua DPRD Provinsi Jabar. Maka tercatatlah dalam sejarah Brigjen (Purn.) Taufik Hidayat yang merupakan Ketua DPD Gerindra Provinsi Jabar pengganti Mulyadi menjadi Ketua DPRD Provinsi Jabar.

DPRD Provinsi Jabar hasil Pileg 2019 berjumlah 120 orang, terdiri dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 25 kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 21 kursi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 20 kursi, Partai Golongan Karya (Golkar) 16 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 12 kursi.

Selain itu, Partai Demokrat 11 kursi, Partai Amanat Nasional (PAN) 7 kursi, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) 4 kursi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3 kursi, dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo) 1 kursi. Adapun berdasarkan jenis kelamin, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2019--2024 terdiri dari 97 laki-laki dan 23 perempuan.

Dalam perjalanannya ketika dibentuk Alat Kelengkapan Dewan, Nasdem bergabung dengan Perindo. Sementara itu, PPP bergabung ke Gerindra. Jadilah Fraksi Gerindra Persatuan menjadi fraksi paling gemuk dengan jumlah 28 anggota.
 
*2024--2029*
Pileg 2024 menghasilkan Gerindra 20 kursi, PKS 19 kursi, Golkar 19 kursi, PDI Perjuangan 17 kursi, PKB 15 kursi, Partai Demokrat 8 kursi, Nasdem 8 kursi, PAN 7 kursi, PPP 6 kursi, dan PSI 1 kursi.

Gerindra pada periode 2024--2029 mematahkan mitos bahwa di DPRD Provinsi Jabar tak pernah ada partai yang menang secara berturut-turut. Hal itu terbantahkan dengan perolehan Gerindra 20 kursi setelah pada periode sebelumnya menjadi pemenang dengan 25 kursi.

Dengan jumlah anggota DPRD yang 25 orang Gerindra mengendalikan pertarungan dari markas barunya yang sangat representatif di Jl Tentara Pelajar. Dengan demikian, partai yang didirikan menjelang Pemilu 2009 itu pun tidak dipandang sebelah mata oleh partai lain.

Hasilnya? Gerindra tetap berhak memiliki Ketua DPRD Provinsi Jabar. Meskipun menjadi pemenang, Gerindra kehilangan 5 kursi. Dari 20 kursi sisa yang ada, 14 diisi petahana plus 6 wajah baru. 

Selain itu, perbedaan jumlah kursi dengan pemenang ke-2 dan ke-3 menjadi hanya 1 kursi saja. Lalu, pertai-partai lain pun perolehan kursinya naik cukup signifikan, semisal Golkar dari 16 menjadi 19 dan Nasdem dari 4 menjadi 8.

Ada PR berikutnya bagi Gerindra, yakni menempatkan kader terbaiknya di setiap pos AKD yang ditempati. Bagaimanapun mereka akan menjadi etalase Gerindra. Sebenarnya ada dua institusi yang menjadi pertaruhan dari penempatan kader Gerindra, yakni Partai Gerindra itu sendiri dan DPRD Provinsi Jawa Barat.

Mampukah Gerindra tidak hanya mematahkan mitos, tetapi juga memberikan sumbangsih terbaiknya terhadap Provinsi terbesar di negeri ini? Kita tunggu kebijakan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra karena mayoritas penempatan itu ditetapkan dengan Surat Keputusan DPP Gerindra di Jakarta.

17 Apr 2024

PENGELOLAAN KUALITAS AIR

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Air merupakan anugerah Tuhan yang sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan umat manusia. Dengan air tumbuhan akan menjadi tumbuh subur dan biasanya daunnya menjadi rimbun. Lalu tumbuhan itu akan menghasilkan buah. Pada akhirnya buah yang ada mayoritas dikonsumsi oleh umat manusia.

Air juga akan menjadikan beraneka satwa hidup dan beranak-pinak sebagai hasil dari berkembang biak. Lantas, mayoritas hewan-hewan itu --apalagi hewan ternak-- dagingnya menjadi santapan manusia. Bahkan, banyak pula hewan yang menjadi santapan hewan lainnya. Hewan--hewan di bumi ini juga membutuhkan air. Jadi, air memang dibutuhkan oleh hewan maupun tumbuhan.

Manusia pun membutuhkan air. Kadar air di dalam tubuh manusia saja adalah sekitar 70%. Bisa dibayangkan jika tubuh manusia kekurangan air. Pasti manusia itu akan kurus kering dan jka terus dibiarkan bisa jadi akan mempercepat kematian. Sekali lagi, itu menunjukkan bahwa air memiliki peran dan fungsinya yang sangat strategis.

Oleh karena itulah, air harus dijaga kualitasnya agar tidak tercemar. Dengan kualitas air yang baik, apalagi tidak tercemar, bisa dipastikan manfaatnya pun aan menjadi lebih optimal. Namun, manusia banyak khilafnya. Bahkan, ada pencemaran yang disengaja/disadari dan ada pula yang tak disengaja/tak disadari sepenuhnya.

Mengingat begitu kompleksnya masalah kualitas dan pencemaran air, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berusaha mengaturnya supaya lebih baik. Maka, lahirlah Perda Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Judul Perda tersebut sebenarnya bisa dipersingkat hanya "Pengendalian Pencemaran Air" atau "Pengelolaan Kualitas Air" karena Pengelolaan Kualitas Air merupakan salah satu langkah dalam upaya Pengendalian Pencemaran Air. Pada intinya, judul manapun yang digunakan cukup satu saja.

Selain Perda Nomor 3 Tahun 2004 Tetang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sebenarnya Provinsi Jawa Barat telah pula memiliki Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Air Tanah. 

Perda Nomor 1 Tahun 2017 memang lebih fokus pada pengaturan air tanah dalam. Hal ini menunjukkan bahwa ada hal-hal strategis dan teknis yang harus diatur untuk mengelola, mengendalikan, dan menanggulangi pencemaran air.

Namun, air secara keseluruhan memang harus dikendalikan kualitasnya. Selain itu, air juga harus senantiasa dijaga agar tidak tercemar. Dengan demikian, air akan memberi manfaat kepada seluruh umat manusia secara lebih baik pula. Air yang kualitasnya baik dan tidak tercemar bukan hanya akan berguna bagi manusia, hewan dan tumbuhan pun bisa dipastikan tidak akan terganggu. 

Kiranya alam memang harus dijaga kelestariannya supaya memberi manfaat untuk kelestarian segenap makhluk hidup secara keseluruhan. Khusus bagi umat manusia, manfaat tersebut juga bukan hanya untuk generasi saat ini. Bukankah generasi mendatang pun membutuhkan air? Bukankah hak mereka pula untuk meikmati air yang kualitasnya baik dan tidak tercemar?

16 Apr 2024

LKPJ JABAR 2023: PRESTASI, MASA TRANSISI, DAN EKSTRA HATI-HATI

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat



Pj. Gubernur Jabar Bey Machmudin melanjutkan pelaksanaan APBD Jabar Tahun 2023 dengan ekstra hati-hati. Memang, tampaknya, demikianlah seharusnya yang dilakukan seorang Penjabat. Masalahnya, Bey Machmudin merupakan pengemban amanat dari Pemerintah Pusat untuk menjalankan roda Pemerintahan Provinsi Jawa Barat sebelum adanya Gubernur definitif hasil Pemilihan Kepala Daerah yang akan diselenggarakan secara serentak pada bulan November 2024.

Bey Machmudin memang mengemban tugas yang tidak ringan. Ia menjadi orang Pusat yang diangkat menjadi Penjabat Gubernur Provinsi Jabar yang penduduknya hampir 50 juta jiwa. Posisi Bey sebagai orang yang dipercaya bertugas di Jabar bahkan diperkuat dengan rotasi di lingkungan asal tugasnya. Dengan demikian, Bey pun menjadi bisa lebih fokus melaksanakan tugasnya di Jabar.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merotasi jabatan pimpinan tinggi tingkat madya di lingkungan Kemensetneg. Salah satu yang dirotasi ialah Bey Machmudin dari Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden menjadi Staf Ahli Komunikasi Politik dan Kehumasan Mensesneg.

Pelantikan Bey menjadi Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara  digelar di Kemensetneg, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024). Acara tersebut dipimpin langsung Mensesneg Pratikno. Rotasi ini dilakukan berdasarkan Keppres Nomor 35/TPA tahun 2024 yang ditandatangani Jokowi pada 20 Maret 2024.

Sebagai Pj. Gubernur, tentu saja Bey pun tidak luput dari beberapa kewajibannya. Salah satu tugasnya adalah menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ). Maka, Pj. Gubernur Jabar pun menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun 2023. 

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) adalah laporan berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan selama satu tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah. Hal itu diatur dalam Permendagri 18 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2023 dilaksanakan oleh dua orang kepala daerah. Hingga September hal itu dipimpin oleh Gubernur Ridwan Kamil, sedangkan September--Desember 2023 dipimpin Pj. Gubernur Jabar Bey Machmudin. 

Kondisinya menjadi unik. Namun, Jabar bukan satu-satunya provinsi yang mengalami hal itu. Ada sejumlah provinsi lain yang melakoni hal serupa. Bahkan, mayoritas kabupaten/kota di Negara Kesatuan Republik Indonesia pun mengalaminya.

Jika melihat angka-angka yang ada sepanjang tahun 2023, Provinsi Jabar tampaknya sudah melakukan langkah-langkah yang lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pengelolaan keuangan daerah yang terdiri atas Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah berjalan cukup baik.

Pendapatan Daerah, yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Pendapatan Daerah terealisasi sebesar Rp 34,77 triliun (tercapai 97,62%). 

Belanja Daerah, terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga, dan Belanja Transfer. Belanja Daerah pada tahun 2023 terealisasikan sebesar Rp 35,51 triliun (95,56%).

Pembiayaan Daerah, terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaraan Pembiayaan. Penerimaan Pembiayaan, terealisasikan sebesar Rp 2,89 triliun (100,01%) dan Pengeluaran Pembiayaan sebesar Rp 1,35 triliun (100%). 

Terlepas dari semua hiruk-pikuk yang ada, sepanjang tahun 2023 Jabar telah menorehkan sederet prestasi. Lihatlah jumlah penghargaan yang diterima. Sepanjang tahun 2023 Jabar menerima 173 penghargaan dari berbagai pihak. Dari total penghargaan itu, sebanyak 5 adalah penghargaan internasional, 152 penghargaan nasional, dan 16 penghargaan non-pemerintah.

Penghargaan bukanlah tujuan sebuah pembangunan. Semua penghargaan tersebut merupakan bukti apresiasi yang diberikan oleh pihak lain atas apa yang dilakukan sepanjang 2023. Berarti, pihak-pihak tersebut menilai hal-hal atau langkah yang dilakukan oleh Pemprov Jabar telah dilakukan dengan baik. Namun, ada hal yang lebih penting dari semua penghargaan yang diterima: tujuan pembangunan itu sendiri.

Tujuan pembangunan seharusnya hanya untuk dan semata-mata ditujukan untuk membuat masyarakat menjadi lebih sejahtera. Jadi, untuk melihat sukses atau tidaknya sebuah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di semua tingkatan adalah apakah pada tahun tersebut masyarakatnya menjadi lebih sejahtera. Untuk itu, tinggal kita lihat saja, salah satunya, melalui berbagai tolok ukur yang ada. 

Semua target pemangunan pasti tercantum dalam Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Jangkan Menengah Daerah (RPJMD). Khusus menghadapi 2024-2026 Pemprov Jabar menggunakan Rencana Pemerintah Daerah (RPD) karena Jabar termasuk masa pemerintahan transisi.

Tinggal kita sandingkan saja antara tolok ukur yang ditargetkan dan capaian pada tahun berjalan. Dari angka-angka tersebut kita akan dapat menyimpulkan tingkat keberhasilannya. Hal seperti itu, suka tidak suka dan mau tidak mau, harus diterima karena memang seperti itulah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Penengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023.

Pada HUT ke-78 Jabar yang dirayakan di Lapangan Gasibu, Sabtu (19/8/2023), Ridwan Kamil menyampaikan deretan prestasi Jabar. Ridwan Kamil menyampaikan tentang 545 penghargaan yang diraih Pemprov Jabar selama masa kepemimpinannya.

Tahun 2023 sebenarnya adalah akhir periode masa jabatan Gubernur Ridwan Kamil. Biasanya ada LKPJ akhir tahun anggaran (ATA) dan LKPJ akhir masa jabatan (AMJ).
Di dalam LKPJ AMJ, biasanya ditagih semua realisasi atas semua target, termasuk janji-janji pada saat kampanye. Namun, inilah uniknya transisi.

Terlepas dari semua itu, pada tahun 2023 dapat dilihat relaisasi beberapa tolok ukur keberhasilan itu. Pada Indikator Makro, misalnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)) Jabar meningkat dari 73,12 poin pada 2022 menjadi 73,74 poin pada 2023. Jabar masih menempati peringkat 10 secara nasional meskipun meningkat 0,62 poin atau 0,85%.

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 2022 sebesar 1,17% turun menjadi 1,12%. Jabar peringkat 6 secara nasional.
Persentase penduduk miskin dari 8,08% menjadi 7,62%. Jabar di peringkat 16 secara nasional. Lalu, Tingkat Penganggulan Terbuka (TPT) dari 8,31% menjadi 7,44%. Jabar peringkat 33 dari 34 provinsi. Ini naik satu peringkat dari 2022.

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dari 5,45% menjadi 5,00%. Jabar peringkat 15 secara nasional. Indeks Gini dari 0,417 poin menjadi 0,425 poin. Pendapatan per kapita dari
Rp 49,14 juta menjadi Rp 52,65 juta. Sedangkan investasi yang masuk ke Jabar sepanjang 2023 adalah Rp 88,012,9 triliun. Jumlah tersebut menempatkan Jabar di peringkat ke-2 setelah DKI Jakarta. Dari segi jumlah, ini sekitar 50% saja dari investasi yang masuk pada 2022.

Dari ketujuh indikator makro, LPE memang mengalami penurunan. Bisa jadi turunnya total volume investasi juga berpengaruh. Memang, banyak faktor dapat mempengaruhi hal tersebut. Namun, secara keseluruhan Jabar masih mengalami peningkatan secara signifikan.

Terkait Indeks Kinerja Utama (IKU), secara keseluruhan menunjukkan hal positif. Misalnya, nilai tukar petani yang pada tahun 2023 sebesar 99,75% naik menjadi 107,45 pada 2023. Persentase rumah tangga hunian layak dari 53,37% naik menjadi 54,17%. Demikian pula dengan konsumsi listrik per kapita naik dari 1.337,16 menjadi 1.346,41 kwh/kapita.

Gubernur Ridwan Kamil telah berusaha menunaikan tugasnya dengan baik. Lalu, Pj. Gubernur Bey Machmudin telah melakukan tugasnya dengan ekstra hati-hati. Meskipun demikian, sebagaimana telah diuraikan, sederet prestasi tetap diraih Pemrov Jabar sepanjang 2023. Itulah bukti keberlanjutan tongkat kepemimpinan di Provinsi Jawa Barat.

Semoga pada masa-masa mendatang akan lahir Gubernur Jabar yang tidak kalah moncer dalam membangun Bumi Parahyangan. Dengan demikian, masyarakat Jabar akan lebih mandiri, maju, adil, makmur, dan sejahtera.

5 Apr 2024

tradisi lebaran " pakem yang nyata "

Penulis : R.Agus Syaefuddin


Tradisi lebaran merupakan sebuah pakem yang tidak tertulis namun lebih hebat dari sebuah hukum atau aturan yang tertulis.

Kita sebagai Umat Muslim sudah menjadi kebiasaan jika mengakhiri Ramadham dan mrnyambut idul fiti, banyak kegiaran yang tidak biasanya dilakukan dibulan biasa.

Banyak hal terjadi saat jelang idul fitri, seperti adanya budaya mudik, menggunakan pakaian baru hingga berbagi amplop yang diisi dengan lembaran rupiah yang jumlahnya berpariasi.

Tidak kalah pentingnya adalah sajian berbagai menu makanan. Makanan ini biasanya disajikan bersama dengan daging, sayuran, dan rempah-rempah yang khas. Selain itu, ketupat juga dipercaya memiliki makna filosofis yang mendalam dan menjadi simbol kebersamaan dan persatuan.

Tak kalah pentingnya lagi adalah budaya baju baru.

Tradisi beli baju baru sebelum hari raya merupakan salah satu hal yang identik dengan perayaan Idulfitri di Indonesia. Banyak orang yang membeli baju baru sebagai simbol awal yang baru dan meninggalkan hal-hal yang buruk di masa lalu. Selain itu, membeli baju baru juga menjadi alasan untuk menunjukkan kebahagiaan mereka dalam merayakan hari raya.

Hal lainnya adalah Membuat atau membeli kue khas lebaran.

Banyak masyarakat Indonesia yang mengambil bagian dalam tradisi membuat atau membeli kue khas lebaran seperti ketupat, lapis legit, kue nastar, dan sebagainya. Kue-kue ini biasanya disajikan untuk tamu yang datang berkunjung selama hari raya. Selain itu, membuat atau membeli kue khas lebaran juga menjadi sebuah ritual untuk merayakan kemenangan dan kedamaian setelah menjalani puasa Ramadan.

Secara keseluruhan, tradisi hari raya di Indonesia menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia memahami makna kebersamaan, persatuan, dan kerelaan dalam merayakan peristiwa penting.

Meskipun tradisi-tradisi ini berbeda-beda di tiap daerah atau kelompok sosial, semangat kebersamaan dan kerukunan tetap menjadi fondasi utama dalam perayaan hari raya di indonesia.

27 Mar 2024

QUO VADIS CIREBON TIMUR?

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Isu pemekaran Kabupaten Cirebon sudah lama beredar. Terakhir, pembentukan calon daerah persiapan otonomi baru (CDPOB) Cirebon Timur sudah disepakati oleh Bupati Cirebon kala itu bersama DPRD Kabupaten Cirebon. Pembentukan CDPOB Kabupaten Cirebon yang sebelumnya santer beredar-- kini bolanya bergeser ke Provinsi Jabar. Terkait hal itu, masih ada beberapa langkah yang harus dilakukan. 

Memang, beberapa CDPOB yang pada mulanya belum terdengar kini justru sudah melenggang ke Jakarta. Namun, yang melenggang ke Jakarta pun prosesnya lantas "terhenti". Semua menunggu "pintu" dibuka kembali oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI. 

Ternyata masih ada masalah serius yang menghadang. Itulah moratorium yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat terkait pembentukan daerah otonomi baru. Namun, dari segi potensi, sesungguhnya Cirebon Timur tidaklah menghkhawatirkan. 

Lihatlah betapa pesatnya perkembangan wilayah Cirebon Timur. Begitu banyak pabrik sudah berdiri di sana. Ada pula pembangkit listrik yang menghasilkan daya begitu besar. Banyak pula berkembang tambak ikan dalam skala yang tidak kecil. Dengan kata lain, geliat perekonomian di wilayah Cirebon Timur bisa dikatakan sangat pesat. Artinya, dari sisi potensi, tanda-tanda positifnya cukup besar. 

Kabupaten Cirebon memang salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang termasuk dalam wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI) II. Wilayah yang tergolong dalam WPPI dirancang dengan pola berbasis industri dengan pendayagunaan potensi sumber daya wilayah melalui pengembangan infrastruktur industri dan konektivitas yang memiliki keterkaitan ekonomi kuat dengan wilayah di sekitarnya. 

Jadi, sangat jelas bahwa di wilayah Kabupaten Cirebon, termasuk Cirebon Timur, kawasan industri sudah menjadi keniscayaan. Oleh karena itu, wilayah Cirebon Timur pun tidak mungkin mengabaikan pertumbuhan industri yang relatif pesat. Hasil akhirnya tentu saja hal itu pun akan berkaitan erat dengan serapan tenaga kerja yang ada. 

Salah satu masalah serius yang akan terjadi adalah alih fungsi lahan. Hal ini menjadi hal yang sangat lazim terjadi. Setiap pembangunan, apalagi pergeseran peruntukan menjadi kawasan industri, pasti akan diiringi alih fungsi lahan. 

Tinggal bagaimana menjaga agar alih fungsi lahan yang terjadi tidak menggerus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) yang sudah ditetapkan. Ini menjadi bagian pekerjaan yang harus dijaga secara serius oleh masing-masing pemerintah di semua tingkatan, baik pemerintah Kabupaten Cirebon maupun Provinsi Jawa Barat. 

Di sisi lain, Cirebon Timur relatif masih merupakan wilayah yang terbuka. Lahan kosongnya masih sangat luas. Dalam rencana pembentukannya, Cirebon Timur akan meliputi 18 kecamatan dari total 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Cirebon. 

Jika berdiri sendiri, Cirebon Timur akan menjadi kabupaten di Jawa Barat yang secara langsung berbatasan dengan Jawa Tengah. Secara otomatis Cirebon Timur pun akan menjadi gerbangnya. 

Kabupaten Cirebon berdiri 8 Agustus 1950 berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950. Adapun hari jadinya diperingati setiap 2 April. Dengan luas wilayah 1.070,29 kilometer persegi, terdiri dari 40 kecamatan, 412 desa, dan 12 kelurahan, Kabupaten Cirebon memang tergolong sangat luas. Jumlah penduduknya 2,3 juta jiwa lebih dengan volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 3,6 triliun lebih pada tahun 2023. 

Sesungguhnya banyak potensi yang bisa dikembangkan dan bisa juga menjadi sumber pendapatan asli daerah. Misalnya, pariwisata (budaya, religi, kuliner). Industri di Kabupaten Cirebon pun tidak kalah menarik, semisal pengolahan rotan, kulit kerang, dan batik. 

Sebagaimana terjadi pula di beberapa wilayah lainnya, ada fenomena menarik, yakni rekrutmen karyawan mayoritas untuk wanita. Konsekwensinya, lebih banyak laki-laki yang menganggur. Terlepas dari berbagai pertimbangan yang ada, kebijakan seperti ini berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. 

Semoga saja situasi tersebut tidak mengurangi keimanan sebagian masyarakatnya. Namun, fenomena ini tetap membutuhkan penyelesaian. Jika terus dibiarkan, bisa jadi, akan menimbulkan dampak yang tidak kita inginkan. 

Dari segi aksesibilitas sebenarnya sekarang sudah terbangun secara lebih baik. Gerbang Tol Kanci dan gerbang Tol Ciledug benar-benar menjadi pintu keluar-masuk yang sangat strategis. Ada pula terminal tipe B di Ciledug milik Provinsi Jabar. 

Memang  terminal Ciledug belum berfungsi maksimal. Namun terminal tersebut ke depan akan menjadi sarana yang sangat berguna, tidak hanya untuk masyarakat Cirebon Timur, tetapi untuk masyarakat di sekitarnya. 

Cirebon Timur membutuhkan perhatian serius dalam hal penangan jalan-jalan desa. Banyak jalan desa yang rusak parah sudah bertahun-tahun tak tesentuh pemerintah, baik Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, maupun Pemerintah Pusat. Cobalah tengok, salah satunya yang paling mencolok, jalan akses dari/ke pecantilan Desa Tawangsari di Kecamatan Losari. 

Desa Tawangsari terbelah menjadi dua. Satu sisi termasuk Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Sisi lainnya termasuk Kecamatan Losari Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Akses menuju pecantilan Desa Tawangsari di Kabupaten Brebes dari desa induknya hanya bisa dilalui dengan sepeda motor. Bisa dibayangkan jika ada penduduk yang akan melahirkan. 

Jika menggunakan mobil, mereka harus melalui Kecamatan Losari Kabupaten Brebes. Padahal jalur itu sangatlah paraaah. Selain sempit, jalannya juga sudah penuh lubang. Jika  hujan, jadilah kubangan yang tak bisa diterka kedalamannya. Jalan seperti ini butuh penanganan serius. 

Satu hal yang juga harus menjadi perhatian di Cirebon Timur. Wilayah ini setiap tahun secara rutin mendapat "berkah". Ya, setiap tahun Cirebon Timur dilanda banjir. Penyebabnya adalah meluapnya air dari Sungai Cisanggarung dan Sungai Ciberes. Saya kerap menyebut musibah yang satu itu akibat penanganan Ciberes yang Tak Beres-Beres. 

Itulah beberapa gambaran singkat soal CDPOB Cirebon Timur. Nasibnya memang menunggu dicabutnya moratorium oleh Pemerintah Pusat. Namun, sebelum itu sebaiknya ada uluran tangan untuk menyelamatkan anak bangsa yang secara kebetulan saja tinggal di beberapa wilayah "terpencil". 

Benarkah Kabupaten Cirebon Timur akan menjadi CDPOB? Seberapa besarkah peluang keberhasilan pemekaran Kabupaten Cirebon yang "terlalu gemuk" dengan 40 kecamatan itu? 

Lantas, akankah isunya terus bergulir dan berujung pada pembentukan CDPOB Provinsi Cirebon? Kita tunggu saja tanggal mainnya.

21 Mar 2024

UU HKPD: TURBULENSI APBD PROVINSI JABAR JILID II

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat pernah mengalami turbulensi. Volume APBD Jabar tahun 2022 secara keseluruhan adalah Rp 31,890 triliun. Berarti, ada penurunan sekitar 28% dari Rp 44,72 triliun pada tahun sebelumnya. Ini yang saya sebut turbulensi jilid I.

Secara global volume APBD terdiri atas tiga bagian, yakni pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah tahun 2022 sebesar Rp 31,148 triliun. Ini berarti ada penurunan sekitar 24% dari tahun 2021 yang sebesar Rp 41,47 triliun.

Pada 2025 APBD Provinsi jawa Barat diprediksi akan mengalami turbulensi jilid II. Volume APBD diprediksi turun dari Rp 37 triliunan pada 2024 menjadi Rp 29 triliunan pada 2025. Itu artinya APBD Provinsi Jawa Barat berkurang sekitar Rp 8 triliun atau sekitar 21,62%.

Turbulensi jilid II terjadi sebagai akibat perubahan persentase dana bagi hasil (DBH). Perubahan persentase itu adalah konsekwensi logis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Persentase bagi hasil antara provinsi dengan kabupaten/kota bisa dikatakan berubah drastis. Provinsi yang semula biasa mendapat sebesar 70%, mulai tahn 2025 hanya akan menerima sekitar 34% saja. Sementara itu, kabupaten/kota yang biasanya hanya menerima 34% justru mulai 2025 akan meningkat tajam menjadi 66%.

Hal itu jelas akan mengubah postur semua APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Otomatis pula itu akan mengubah volume belanja di banyak sekali pos anggaran belanja. Dalam APBD Provinsi, mayoritas akan berkurang, sedangkan di APBD kabupaten/kota akan banyak program/kegiatan yang mengaliami penambahan volume secara drastis.

Lantas, bagaimana nasib pembangunan provinsi dengan jumlah pennduduk terbesar di Indonesia ini? Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa pasti akan mengalami shok jilid II. Berkurangnya volume APBD Provinsi Jawa Barat akan berakibat pada banyaknya pemangkasan alokasi anggaran di banyak pos belanja di banyak organisasi perangkat daerah.

Dengan kondisi seperti itu, masih mungkinkah Provinsi Jabar berkembang? Masih mungkinkah Pemerintah Provinsi Jabar melakukan pembangunan monumental seperti pada tahun-tahun sebelumnya? Tidak mudah memang melakukan sinkronisasinya, tetapi hal itu tetap harus dilakukan.

Kini kemajuan pembangunan di tingkat kabupaten/kota justru amat tergantung pada kebijakan di kabupaten/kota. Bantuan keuangan yang biasanya mengalir cukup besar dari Provinsi Jabar ke kabupaten/kota bisa jadi akan berkurang pula volumenya. Ini pun butuh penyelarasan di sana sini.

Kabupaten/kota diharapkan mampu membiayai banyak pos yang selama ini banyak bergantung pada bantuan keuangan provinsi. Peningkatan volume APBD kabupaten/kota diharapkan mampu membiayai program/kegiatannya secara lebih maksimal, efektif, dan efisien.

Sementara itu, APBD provinsi tampaknya harus lebih banyak digunakan untuk penguatan target-target yang dibebankan ke Pemerintah Provinsi. Tentu saja dengan demikian semua diharapkan berjalan simultan untuk mewujudkan visi dan misi Indonesia Maju 2045.

Pertanyaannya: seberapa kuat keinginan itu? Para pengambil kebijakan di daerah, gubernur dan DPRD Provinsi, serta bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota.

Terlepas dari beberapa sengketa yang akan menunggu  keputusan Mahkamah Konstitus karena sengketa pileg, hasil pileg 2024 sudah diketahui. Artinya, calon-calon terpilih yang anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sudah diketahui. Namun, ada yang tak kalah penting, yaitu para calon bupati/walikota.

Kita tunggu saja hasilnya karena Pilkada serentak baru digelar pada 27 November 2024.

RLS DAN IPM

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan jumlah belajar penduduk berusia 15 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan formal. Namun, tahun yang mengulang tidak termasuk di dalamnya. RLS merupakan salah satu unsur yang diperhitungkan dalam Indeks Pebangunan Manusia (IPM).

IPM merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup sebuah negara. Pendekatan yang dijadikan tolok ukurnya adalah tiga dimensi dasar yang mencakup umur panjang dan sehat (kesehatan), pengetahuan (pendidikan), dan kehidupan layak (laju pertumbuhan ekonomi/LPE).

IPM digunakan sebagai indikator untuk menilai aspek kualitas dari pembangunan dan untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara dikategorikan maju, berkembang, atau terbelakang, selain juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup.

IPM dan RLS tentu tidak bisa dipisahkan dari urusan sekolah. Stigma yang terbangun di masyarakat selama ini: anak harus masuk sekolah negeri. Hal itu bukan tanpa alasan. Faktor yang paling utama tentu saja terkait masalah biaya. Kita harus akui bahwa pilihan tersebut berkaitan erat dengan kondisi perekonomian sebagian besar masyarakat.

Di sisi lain, jumlah sekolah negeri, khususnya di tingkat SMA/SMK masih terbatas. Hal itu diperparah lagi dengan salah satu kebijakan pendidikan kita, yakni penerimaan murid dikaitkan dengan zonasi. Bagi orang mampu tampaknya zonasi tidak menjadi masalah. Mereka bisa memilih sekolah kualitas bagus meskipun biayanya relatif mahal. Lantas bagi mereka dari keluarga yang kurang mampu?

Zonasi membatasi banyak hal. Salah satu dampaknya,  cukup banyak anak lulusan SMP suatu kecamatan tidak bisa masuk ke SMA di wilayahnya. Contoh riilnya, banyak murid lulusan SMP Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon yang masuk SMA di Kabupaten Kuningan. Meskipun kedua kabupaten itu berada di Provinsi Jawa Barat, ironis rasanya jika hal seperti itu terus dibiarkan. Ini salah satu dampak pemberlakuan zonasi.

Jumlah lulusan SMP yang diterima di tingkat SMA/SMK pasti berkaitan dengan rata-rata lama sekolah (RLS). Kian sedikit jumlah lulusan SMP yang diterima atau melanjutkan ke SMA pasti akan mempengaruhi angka RLS.  Kian rendah RLS, berarti kian rendah pula rata-rata pendidikan masyarakat. Kita semua tahu, pada akhirnya hal itu akan berkaitan pula dengan banyak hal lain.

RLS merupakan salah satu unsur dalam menghitung Indeks Pendidikan. Jika RLS rendah, Indeks Pendidikan juga akan menjadi rendah. Karena Indeks Pendidikan merupakan salah satu unsur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), secara otomatis IPM pun akan menjadi lebih rendah pula.

Sebagai contoh, hingga akhir 2023, Kabupaten Cirebon memiliki IPM 70,95 dengan RLS 7,64 tahun. Raihan IPM seperti itu tentu tidak dapat dipisahkan dari jumlah sekolah (SMA/SMK) di Kabupaten Cirebon.

Dari total 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Cirebon, masih 17 kecamatan yang belum memiliki SMA Negeri. Itu berarti baru 33 kecamatan yang memiliki SMA Negeri. Adapun kecamatan yang sudah memiliki SMK Negeri baru 8 kecamatan saja. 

Kecamatan yang sudah memiliki SMAN dan SMKN hanya 4 kecamatan. Bahkan, dari total 40 kecamatan, ada 13 kecamatan yang sama sekali belum memiliki SMAN/SMKN.

Ini baru potret kecil di salah satu dari 27 kabupaten/kota di Jabar. Bagaimanapun ini merupakan pekerjaan rumah yang amat serius untuk para calon kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota mendatang.

Bukankah kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat pendidikannya? Apakah Jabar sudah berpuas diri dengan kondisi seperti ini?

Sudah selayaknya ada intervensi khusus untuk daerah kabupaten/kota dengan raihan IPM yang masih rendah. Bagaimana mungkin IPM Jabar akan meningkat jika kabupaten/kota dengan IPM rendah terus dibiarkan tanpa kepedulian?

Bukankah pula pendidikan, kesehatan, dan laju pertumbuhan ekonomi yang merupakan unsur IPM menjadi kewajiban negara? Bukankah pula, suka tidak suka dan mau tidak mau, salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah IPM?

20 Mar 2024

PENGELOLAAN KEKAYAAN INTELEKTUAL

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
 

Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia melalui daya cipta, rasa, dan karsanya yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Kekayaan intelektual perlu dikelola sehingga memberi manfaat tanpa menimbulkan, atau minimal mengurangi, mudharat.

Pengelolaan kekayaan intelektual adalah segala bentuk kegiatan pengelolaan, mulai dari pendataan, pengintegrasian, fasilitasi, pendaftaran, pemanfaatan, pemeliharaan, alih teknologi, pembinaan, dan pengawasan. Pengelolaan ini tentu saja harus memberi manfaat untuk semua pihak terkait.

Hal itu menjukkan betapa kekayaan intelektual perlu dikelola dengan baik. Oleh karena itu, lahirlah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual. 

Perda Pengelolaan Kekayaan Intelektual memiliki tiga tujuan. Adapun ketiga tujuan tersebut adalah sebagai berikut. 
Pertama, mendorong peningkatan produktivitas, kreativitas, dan inovasi kekayaan intelektual masyarakat Jawa Barat. Kedua, mengembangkan mayarakat berbudaya ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Ketiga, memberikan kepastian hukum atas kekayaan intelektual yang dihasilkan.

Kekayaan intelektual yang dimaksud dalam Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2018 meliputi:
a. Hak Cipta dan Ekspresi Budaya Tradisional;
b. Paten;
c. Merek dan Indikasi Geografis;
d. Varietas Asal untuk pembuatan Varietas Turunan Esensial;
e. Kekayaan intelektual lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Banyak hal berusaha dijelaskan di dalam Perda Nomor 10 Tahun 2018, termasuk beberapa hal berikut. Hak Cipta adalah hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Royalti Hak Cipta adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau hak terkait.

Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Karena Provinsi Jawa Barat adalah lumbung padi nasional, tidak mengherankan jika banyak pula penelitian yang dilakukan terkait bidang pertanian. Salah satu cirinya adalah Perda Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual yang "mengemot" masalah di bidang tersebut. Misalnya terkait varietas.

Varietas Tanaman --yang di dalam perda tersebut kemudian disebut Varietas-- adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Untuk lebih jelasnya, dibedakanlah Varietas Asal, Varietas Turunan Esensial, dan Varietas Lokal.

Beberapa hal lain terkait kekayaan intelektual pun dijabarkan Perda Nomor 10 tahun 2018 tersebut. Misalnya tentang invensi. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Sederet Konsideran Mengingat dimasukkan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual. Ada 12 Undang-Undang (UU), 3 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden (Perpres), dan 2 Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat (Jabar). Ini menunjukkan dasar hukum yang kuat yang melandasi terbitnya perda tersebut.

Perda yang terdiri dari XIX Bab dan 38 Pasal itu dimaksudkan untuk mewujudkan daya saing sumber daya daerah dan nilai tambah kreativitas dan inovasi daerah melalui peningkatan produktivitas, kreativitas, dan inovasi daerah Provinsi jawa Barat.

Secara lebih detil, Bab-bab yang dibahas pun sangat menarik. Ada tentang Hak Cipta dan Ekspresi Budaya Tradisional. Bab ini juga mengatur tentang salinan ciptaan atau bagian ciptaan. Selain itu, diatur pula tentang Paten, termasuk jenisnya, royalty, lisensi. Ada pula bab tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Perda Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual membahas pula tentang Varietas Asal untuk pembuatan Varietas Turunan Esensial, termasuk persyaratan penamaan Varietas Lokal. Perda ini juga mengatur Pemilikan Kekayaan Intelektual Hasil Penelitian dan Pengembangan. Ini berkaitan dengan jumlah penelitian yang begiitu banyak di Jabar. 

Perda juga mengatur pelaksanaan inventarisasi kekayaan intelektual; Fasilitasi pendaftaran. Bahkan, diatur pula Pemanfaatan tekait penyebaran informasi dan alih teknologi. Banyak hal lain yang juga diatur, semisal Pemeliharaan; Sentra kekayaan intelektual; Kerja sama; Sistem Informasi; Partisipasi; Pembinaan dan Pengawasan; Pendanaan; termasuk Insentif.

Pertanyaannya: efektifkah Perda Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual?

19 Mar 2024

HEJO TAPI TEU NGEJO?

Oleh 
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat memilik Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup. Perda tersebut didasari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

UU Nomor 42 Tahun 2009 memang secara eksplisit mewajibkan daerah untuk mengembangkan isnstrumen ekonomi leingkungan hidup. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjutnya,  Pemprov Jabar mengembangkan mekanisme jasa lingkungan hidup sebagai bagian dari instrumen ekonomi lingkungan hidup.

Perda Jabar Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup memiliki 9 azas: menfaat dan lestari; keadilan; kebersamaan; transparan, partisipasi, dan akuntabel; keberlanjutan; berbasis kearifan lokal; keseimbangan; pemberdayaan masyarakat.

Setidaknya ada empat tujuan dilahirkannya Perda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup.
Pertama, mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan melalui pemanfaatan potensi jasa lingkungan hidup secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Kedua, meningkatkan kepedulian para pihak terhadap upaya menjaga, memelihara, dan memanfaatkan jasa lingkungan hidup sebagai output kinerja ekologis sumber daya alam dan lingkungan hidup yang dikelola secara berkelanjutan.

Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup secara seimbang dan berkelanjutan dengan mengembangkan kearifan lokal.

Kempat, memberikan kepastian hukum dalam ketersediaan pembayaran jasa lingkungan hidup untuk perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Perda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup terdiri dari XV Bab dan 52 pasal. Perda tersebut ditandatangani pada tanggal 15 Juli 2015 oleh Gubernur Ahmad Heryawan. 

Jika melihat keempat tujuan lahirnya Perda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup, semestinya Jawa Barat sudah menjadi provinsi termaju. Semestinya Jawa Barat tidak lagi memiliki kabupaten/kota yang sebagian masyarakatnya dikategorikan miskin ekstrem (menurut Sekretariat Negara).

Semestinya masing-masing kabupaten/kota yang ada diberi otoritas penuh untuk memanfaatkan secara positif setiap sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada di wilayahnya. Jangan sampai yang terjadi justru sebaliknya. Mereka memiliki wilayah yang kaya sumber daya alamnya, tetapi tidak bisa mengoptimalkan karena terhalang regulasi.

Regulasi boleh-boleh saja banyak dilahirkan. Akan tetapi, semestinya semua itu ditujukan hanya untuk dan demi kesejahteraan masyarakat semata. Jika benar terjadi, itu merupakan suatu paradoks. Bahkan, sampai ada satu kabupaten yang menggunakan peribahasa "wilayahna hejo tapi teu bisa ngejo" yang artinya wilayahnya subur tapi tak mampu memasak (nasi).

Tanggapan seperti itu juga pasti merupakan respons atas berbagai regulasi yang ada. Mereka merasa wilayahnya memiliki sumber daya alam yang kaya. Namun, berbagai regulasi yang ada "mengekang" mereka untuk memanfaatkannya. Hasilnya tentu saja sebuah paradoks.

Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, berarti kita memang "mendorong" masyarakat di wilayah itu untuk menjadi miskin. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi yang benar-benar komprehensif. Misalnya, daerah seperti itu mendapat kompempensasi yang tetap akan membuat masyarakatnya sejahtera.

Jangan sampai regulasi hanya untuk mengatur masyarakat tanpa memberi ruang pertumbuhan mereka ke arah yang lebih sejahtera. Oleh karena itu, dibutuhkan goodwill dari semua level pemerintahan (pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota) agar setiap kebijakan yang dilahirkan benar-benar berpihak kepada masyarakat.

15 Mar 2024

Efektifkah Pusat Distribusi Provinsi Jawa Barat?

Oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pusat Distribusi Provinsi. Perda yang terdiri dari 13 bab dan 39 pasal tersebut merupakan payung hukum yang bertujuan untuk mengendalikan harga serta meminimalisir terjadinya inflasi di Jawa Barat.  

Dibutuhkan penyebarluasan perda tersebut secara lebih masif ke seluruh wilayah Jabar. Penyebarluasan perda tersebut dilakukan dalam rangka memberitahukan kepada masyarakat bahwa Pemerintah Provinsi Jabar sudah membuat Perda tentang pengendalian sembilan bahan pokok. Tentunya perda ini sangat berguna bagi masyarakat.

Sebetulnya perda Pusat Distribusi Provinsi (PDP) pernah disosialisasikan terlebih dahulu pada saat masih menjadi rancangan perda. Tanggapan masyarakat waktu itu juga bagus, tetapi memang dibutuhkan penyempurnaan di sana-sini.

Perda tersebut mengatur pusat distribusi yang dimiliki oleh BUMD Provinsi Jawa Barat. BUMD tersebut tugasnya menampung seluruh hasil pertanian di Jawa Barat. Tujuannya tentu saja untuk mengendalikan harga pasar.

BUMD ini wajib membeli hasil pertanian di Jawa Barat ketika harga jual anjlok dengan harga lanyak saat panen tiba. Bukan rahasia lagi biasanya ketika masa panen harganya anjlok. Pada saat seperti itu pusat distribusi wajib membeli dari petani. Ketika terjadi kekurangan bahan pertanian yang dibutuhkan masyarakat, BUMD wajib menjual kembali dengan harga yang wajar. 

Dengan demikian, PDP diharapkan akan memberi rasa aman bagi petani dan seluruh masyarakat Jawa Barat. Satu hal yang pasti: petani tidak perlu lagi takut ketika hasil pertaniannya tidak laku saat panen tiba karena harganya anjlok. Mereka bisa menjualnya ke PDP yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

PDP Jabar ada di Kabupaten Purwakarta. Namun, tentu harus memiliki cabang yang ada di kabupaten/kota lainnya. Tidak mungkin juga petani dari 27 kabupaten/kota se-Jabar semuanya secara langsung mengirimkan produksi pertaniannya ke sana.

Secara keseluruhan, tanggapan masyarakat tentang perda ini cukup baik. Pada saat masa-masa sulit untuk menjual hasil pertaniannya dengan harga layak, pemerintah menyediakan pusat distribusi agar petani tidak merugi.

Ini merupakan salah satu ikhtiar agar di Provinsi Jawa Barat masalah harga dan distribusi barang lebih terkendali. Dengan demikian, tidak akan terjadi kelangkaan barang di pasar serta inflasi lebih bisa dikendalikan. Perda ini harus segera ditindaklanjuti oleh eksekutif dan segera dilakukan penyempurnaan Pusat Distribusi Provinsi di Kabupaten Purwakarta. 

DPRD Provinsi Jabar harus terus melakukan fungsi pengawasan terkait perda ini secara kontinyu. Selain itu, secara teknis, DPRD Provinsi Jabar harus secara intens berkomunikasi dengan semua stake holders terkait agar implementasi perda Pusat Distribusi Provinsi lebih maksimal.

12 Mar 2024

JALAN PROVINSI JABAR "MENUNGGU BOM WAKTU"

_oleh_
_Daddy Rohanady_
_Anggota DPRD Provinsi Jabar_


Kemantapan jalan milik Provinsi Jawa Barat yang dikelola Dinas Bina Marga dan Penartaan Ruang (DBMPR) hingga akhir 2022 tidak mencapai 90%. Dari enam Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang ada, rata-rata kemantapan jalannya seperti itu. Salah satu contohnya adalah di UPTD Wilayah II. Kemantapan jalan Provinsi Jabar di wilayah Kabupaten dan Kota Sukabumi adalah 78%. 

Secara keseluruhan panjang jalan yang dikelola Provinsi Jawa Barat adalah 2.360,58 kilometer. Jalan yang tersebar di 27 kabupaten/kota se-Jabar itu pengelolaannya dibagi ke dalam enam UPTD DBMPR. Masing-masing UPTD tersebut mengelola jumlah ruas dan panjang jalan yang berbeda-beda. 

Secara keseluruhan, hingga akhir 2022, kondisi jalan milik Provinsi Jabar masih banyak yang tidak mantap. Lebih dari 20% jalan di Bumi Parahyangan ternyata tergolong rusak berat dan rusak sedang.

Target kemantapan jalan secara nasional pada 2022 adalah 91,81%. Target Kemantapan jalan nasional pada tahun 2023 naik menjadi 93,57 persen. Adapun target Provinsi Jabar sebagaimana tertera dalam Perda Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023 adalah 83,84 persen pada tahun 2023. Pada tahun 2022 kemantapan jalan provinsi mencapai 82,79 persen. Oleh karena itu, sejumlah upaya pun dilakukan Pemprov Jabar melalui Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Jabar, di antaranya meningkatkan jalan provinsi dan memperbaiki jembatan.

Berbagai upaya memang dilakukan, tetapi tetap dengan ketebatasan anggaran yang ada. Pada tahun 2023 dilakukan pemeliharaan rutin jalan dan jembatan. Sudah disepakati pada tahun 2023 ada 69 paket penanganan untuk jalan dengan panjang total 355,587 km. Paket pekerjaan tersebut meliputi pekerjaan pemeliharaan berkala sepanjang 352,47 km, rekonstruksi jalan sepanjang 3,117 km, rehabilitasi jalan 0,063 km, pembangunan jembatan 0,14 km, dan penggantian jembatan 0,038 km.

Dengan target seperti itu, dapat dipastikan bahwa target kemantapan jalan Provinsi Jabar pada akhir tahun 2023 juga tidak tercapai. Berarti, ada pekerjaan rumah yang begitu besar bagi DBMPR Provinsi Jabar untuk beberapa tahun ke depan.

Jalan provinsi Jabar mengalami penurunan kualitas. Hal ini tentu berkaitan dengan alokasi anggaran, baik untuk rekonstruksi, peningkatan, maupun pemeliharaan jalan.  Padahal, pada tahun 2019 kemantapan jalan provinsi di Jawa Barat mencapai 91,903%. Tahun 2020-2021 memang anggarannya pun menurun drastis akibat refocusing dan realokasi anggaran sebagai kebijakan untuk lebih meprioritaskan penanggulangan covid-19. 

Selain menangani jalan, ada pekerjaan lain yang menjadi tugas pokok dan fungsi DBMPR, yakni urusan penataan ruang, dan masalah jasa konstruksi. Namun, hal yang harus ditangani yang sangat erat kaitannya dengan jalan adalah penanganan jembatan. 

Jumlah jembatan di Provinsi Jabar sangatlah banyak. Secara total jumlahnya mencapai 1.295 buah dengan total panjang 16.485,9 km. Sayangnya, dari jembatan sebanyak itu, tidak sedikit pula jembatan yang umur pembuatannya sudah di atas 30-40 tahun. Mengingat kondisi tersebut, berarti tidak ringan pula tugas DBMPR. 

Di UPTD Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Wilayah Jalan II (Kabupaten dan Kota Sukabumi), misalnya, ada 152 jembatan. Dari jumlah sebanyak itu, yang mampu dirawat hanya 10 saja. Ini dikarenakan anggaran yang terbatas. Konsekwensinya bisa ditebak, banyak jembatan yang kurang terawat.

Contoh jalan yang terbengkalai di UPTD DBMPR Wilayah II ialah ruas Simpang Loji-Waluran. Pekerjaan terakhir di ruas ini dilakukan pada 2016. Artinya, jalan tersebut sudah bertahun-tahun "tak tersentuh". Tidak aneh jika hingga kini jembatan yang strategis itu kondisinya lumayan parah. Lubang tampak di sana-sini. Dengan kondisi demikian, para pengguna harus ekstra hati-hati dalam memilih lintasan yang akan dilalui. 

Celakanya, memilih lintasan jalan menjadi sangat tidak mudah dilakukan ketika musim hujan. Mengapa? Jalan yang dipenuhi air hujan akan membuat para pengguna jalan lebih sulit memilih jalur lintasan. Hal ini dikarenakan jalan yang berlubang tidak terlalu tampak jelas. Akhirnya, ada saja yang terjebak ke dalam lubang. Satu-dua kecelakaan pun tak terelakkan. Jika hal ini dibiarkan berlama-lama, peluang terjadinya kecelakaan pun menjadi semakin sering.

Ada hal lain yang menarik. UPTD Wilayah II mengurus jalan provinsi sepanjang 347,47 kilometer. Dari jalan sepanjang itu masih ada pula jalan yang lebarnya hanya 3,5 meter. Padahal, standar lebar jalan provinsi adalah minimal 6 meter. 

Ruas jalan di UPTD Wilayah II pun butuh rekonstruksi. Tahun 2022 saja hanya dilakukan rekonstruksi sepanjang 15 km. Dengan berbagai keterbatasan yang ada, tidak aneh jika  kemantapan jalan UPTD Wilayah II DBMPR adalah 78%. Dengan kondisi seperti itu berarti ada 22% yang kurang mantap.

Secara keseluruhan, khusus terkait jalan, ada pekerjaan rumah yang cukup besar untuk DBMPR Provinsi Jabar. Dengan sekitar 73% jalan yang umur teknis rencananya sudah habis, berarti ada sekitar 1.500 km jalan yang harus direkonstruksi. Ini jelas sebuah pekerjaan besar yang dapat dipastikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Mengingat keterbatasan kemampuan keuangan yang ada, praktis penanganan jalan di Jawa Barat harus dilakukan secara bertahap. Misalnya, kondisi sekarang dijadikan titik nol. Lalu, target penyelesaiannya disusun menjadi 10 tahun.

Artinya, dibutuhkan dukungan anggaran untuk merekonstruksi jalan sekitar 150 km per tahun. Dengan asumsi kebutuhan biaya Rp 10 miliar per kilometer saja, berarti dibutuhkan biaya sekitar Rp 1,5 triliun per tahun. 

Itu hanya untuk rekonstruksi 10% jalan yang umur teknisnya sudah habis. Padahal, jalan lainnya pun butuh biaya pemeliharaan rutin. Jadi, memang dibutuhkan anggaran yang cukup besar jika jalan-jalan di Jabar tidak ingin lebih "ambyar".

Kondisi jalan provinsi seperti itu memang tidak dapat dibiarkan terlalu lama. Dibutuhkan perencanaan penanggulangan secara holistis dan terintegrasi. Dibutuhkan dukungan anggaran yang realistis dalam APBD Provinsi Jabar. 

Mudah-mudahan perekonomian Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Barat, terus membaik dan meningkat pada tahun 2023. Dengan demikian, APBD Provinsi Jabar pun meningkat dan alokasi anggaran untuk perbaikan infrastruktur bisa terpenuhi.

Jika APBD Provinsi Jabar tidak mungkin meng-cover kebutuhan tersebut secara keseluruhan, Pemprov Jabar harus meminta bantuan ke Pemerintah Pusat. Slotnya pasti ada. Itulah Dana Alokasi Khusus (DAK). Melalui para anggota DPR RI yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Barat rasanya hal itu masih bisa ditanggulangi. Seberapa kuat lobi sudah dilakukan? Itu salah satu masalahnya.

Memang tidak mungkin rekonstruksi jalan sepanjang sekitar 1.500 km dilakukan dalam satu tahun anggaran. Namun, setidaknya hal itu bisa dilakukan dalam 5-10 tahun anggaran. Dengan demikian, dukungan anggarannya pun lebih logis dan realistis. Satu hal yang pasti: jangan menunggu bom waktu.

Itulah salah satu pekerjaan rumah untuk Gubernur Jabar beserta Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang. Tentu Gubernur dan Kadis BMPR tidak sendiri. Jika berkaitan dengan alokasi anggaran, dia harus membicarakan hal itu dengan DPRD Provinsi Jabar. Penanganan jalan juga semestinya bisa dilakukan melalui kolaborasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah kota/kabupaten se-Jabar, termasuk para pengusaha di Jabar.

Sayangnya, ada satu kata yang tampaknya memang masih sangat sulit dilakukan: *kolaborasi*.

8 Mar 2024

KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH


Oleh
DADDY ROHANADY
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2012.  Artinya, perda tersebut disahkan pada masa Provinsi Jawa Barat dipimpin oleh Gubernur Ahmad Heryawan.
Perda tersebut dilahirkan dengan spirit untuk menjaga ketahanan pangan daerah di Provinsi Jabar. Sebagaimana diketahui, Jabar merupakan lumbung padi nasional. Artinya, Jabar berkontribusi untuk ketersediaan stok beras secara nasional. Sempat ada masanya lumbung padi nasional di Jabar yang paling utama adalah Kabupaten Karawang. Sekarang posisinya sudah bergeser ke Kabupaten Indramayu. Bahkan, Kabupaten Cirebon juga tetap memberikan kontribusinya dalam memasok beras.
Jika dilihat secara lebih detil, itu menunjukkan pergeseran. Mengapa atau bagaimana hal itu bisa terjadi? Salah satu masalah klasiknya adalah alih fungsi lahan. Betapa tidak, dengan adanya jalan tol dan perkembangan industri, alih fungsi lahan tidak bisa lagi dihindari. Salah satu yang terkena dampak itu adalah Kabupaten Karawang. Akibatnya, luas lahan yang digunakan untuk kawasan pertanian pun kian tergerus. 
Lahan sawah yang biasanya digunakan untuk bertanam padi pun kini sudah banyak yang berubah menjadi perumahan. Bahkan, ada beberapa bagian yang lantas berubah menjadi kawasan pabrik. Hal itu pasti berkonsekwensi logis pada turunnya jumlah produksi beras. Di sisi lain, Kabupaten Indramayu dan wilayah lainnnya pun pasti ada alih fungsi lahan. Hanya saja, luasnya lebih sedikit.
Jika kondisi ini terus-menerus dibiarkan, tidak mustahil ada masanya ketika semua wilayah itu akan berkurang kontribusi produksi berasnya. Tentu saja hal itu tidak bisa dibiarkan. Apalagi jika melihat perkembangan jumlah penduduk yang justru terus-menerus tidak pernah bisa dikurangi. Itu semua harus dijadikan bagian dari pertimbangan dalam menyusun program perencanaan pembangunan Provinsi Jabar. 
Rencana pembangunan Provinsi Jabar salah satunya dituangkan dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2022-2042. Memang kedua perda tersebut pun harus direvisi mengingat akan direvisinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJPN). RPJPD di semua provinsi haruslah mempedomani RPJPN. Dengan demikian, harus dilakukan revisi terhadap semua RPJPD di seluruh provinsi.
Jawa Barat secara serius mengatur kemandirian pangan daerah. Regulasi yang mengatur kemandirian pangan di daerah Provinsi Jawa Barat adalah Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah.  Adapun Bab-Bab yang diatur dalam Perda tersebut adalah Ketentun Umum, Kewenangan, Perencanaan Kemandirian Pangan Daerah, Penyelenggaraan Kemandirian Pangan Daerah; Sarana dan Prasarana, Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian, Pembiayaan, Ketentuan Penutup. Dari judul-judul bab yang ada di dalam perda tersebut, tampak jelas bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat sangat serius memperhatikan masalah kemandirian pangan daerah Provinsi Jawa Barat.
Terkait ketersediaan pangan, hal itu juga menjadi perhatian serius dalam Perda RTRW. Jika menilik apa yang dituangkan dalam Perta RTRW Provinsi Jabar, jumlah penduduk Jabar pada tahun 2042 diperkirakan sekitar 61 juta jiwa. Untuk itu, diperlukan ketersediaan pangan yang memadai agar stok pangannya mencukupi. RTRW harus mengatur hal itu karena akan berkaitan dengan lahan yang digunakan untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang mencukupi. Maka, ditetapkanlah angka luasan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). 
Untuk mewujudkan kemdirian pangan daerah diperlukan kerja sama lintas sektor. Artinya, pekerjaan seperti itu tidak mungkin hanya digarap hanya oleh satu atau dua organisasi perangkat daerah. Pekerjaan besar itu pun tidak bisa hanya ditangani oleh pemerintah Provinsi Jabar sendiri. Dibutuhkan sinergitas dengan berbagai pihak, baik pemeritah kota/kabupaten, pemerintah pusat, maupun para pemangku kepentingan lainnya, semisal perusahaan swasta.
Pada tataran implementasinya di lapangan, kemandirian pangan daerah harus pula ditunjang dengan infrastruktur pendukung yang memadai. Misalnya, saluran irigasi teknis yang mencukupi untuk seluruh luasan daerah irigasi yang ada. Jika hal ini tidak ada, rasanya agak mustahil sebuah wilayah akan memiliki kemandirian pangan.
Selain itu, ada hal yang tak kalah penting untuk mewujudkan kepandirian pangan daerah. Inovasi sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu wilayah guna meningkatkan produksi pangan. Dulu orang lebih mengenal konsep intensifikasi dan ekstensifikasi.
Salah satu penunjang keberhasilan dalam hal ini adalah inovasi. Inovasi jangan ditafsirkan secara sempit karena bisa dilakukan di berbagai tahap. Misalnya, pemilihan bibit unggul. Dengan jumlah bibit yang sama, jika menggunakan bibit unggul akan menghasilkan produksi yang lebih banyak dan kualitasnya lebih baik. Bisa juga digabungkan dengan pemanfaatan keterbatasan lahan yang tersedia. 
Kini bertanam padi tidak melulu hanya harus memanfaatkan sawah berhektar-hektar. Dengan mengoptimalkan lahan yang ada, sekali lagi tidak mesti sawah, tetap bisa dihasilkan beberapa jenis tanaman pangan. Tentu saja salah satunya karena inovasi dengan memanfaatkan bibit unggul.
Persoalan lain yang dihadapi saat ini adalah kurangnya minat menjadi petani. Lihatlah rata-rata usia petani kita. Mereka rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Lalu bagaimana keberlanjutan pertanian kita? Oleh karena itu, Jabar pada era Gubernur Ridwan Kamil pernah berusaha mencetak petani milenial. Namun program tersebut pun belum nyata benar hasilnya.
Berbagai persoalan memang menyelimuti dunia pertanian kita. Tidak aneh jika musim tanam (MT) kita masih kurang baik-baik saja. Masih sangat sedikit wilayah Jabar yang memiliki MT dua koma lima atau lebih. Hal itu pasti akan sangat berpengaruh pula pada nilai tukar petani (NTP). Sepanjang NTP masih rendah, rasanya sangat sulit menarik minat generasi muda menjadi petani.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kebijakan terkait pupuk. Petani kerap kali mengeluhkan soal pupuk. Di beberapa wilayah petani mengeluhkan sulit memperoleh pupuk. Selain harganya mahal, pupuk kita lebih sering sulit ditemukan. Jadi, selain mahal, langka pula. Padahal, ada salah satu pabrik pupuk yang lokasinya di Jawa Barat. 
Masihkan Jawa Barat bisa menjadi lumbung padi nasional?