27 Mar 2024

QUO VADIS CIREBON TIMUR?

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Isu pemekaran Kabupaten Cirebon sudah lama beredar. Terakhir, pembentukan calon daerah persiapan otonomi baru (CDPOB) Cirebon Timur sudah disepakati oleh Bupati Cirebon kala itu bersama DPRD Kabupaten Cirebon. Pembentukan CDPOB Kabupaten Cirebon yang sebelumnya santer beredar-- kini bolanya bergeser ke Provinsi Jabar. Terkait hal itu, masih ada beberapa langkah yang harus dilakukan. 

Memang, beberapa CDPOB yang pada mulanya belum terdengar kini justru sudah melenggang ke Jakarta. Namun, yang melenggang ke Jakarta pun prosesnya lantas "terhenti". Semua menunggu "pintu" dibuka kembali oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI. 

Ternyata masih ada masalah serius yang menghadang. Itulah moratorium yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat terkait pembentukan daerah otonomi baru. Namun, dari segi potensi, sesungguhnya Cirebon Timur tidaklah menghkhawatirkan. 

Lihatlah betapa pesatnya perkembangan wilayah Cirebon Timur. Begitu banyak pabrik sudah berdiri di sana. Ada pula pembangkit listrik yang menghasilkan daya begitu besar. Banyak pula berkembang tambak ikan dalam skala yang tidak kecil. Dengan kata lain, geliat perekonomian di wilayah Cirebon Timur bisa dikatakan sangat pesat. Artinya, dari sisi potensi, tanda-tanda positifnya cukup besar. 

Kabupaten Cirebon memang salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang termasuk dalam wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI) II. Wilayah yang tergolong dalam WPPI dirancang dengan pola berbasis industri dengan pendayagunaan potensi sumber daya wilayah melalui pengembangan infrastruktur industri dan konektivitas yang memiliki keterkaitan ekonomi kuat dengan wilayah di sekitarnya. 

Jadi, sangat jelas bahwa di wilayah Kabupaten Cirebon, termasuk Cirebon Timur, kawasan industri sudah menjadi keniscayaan. Oleh karena itu, wilayah Cirebon Timur pun tidak mungkin mengabaikan pertumbuhan industri yang relatif pesat. Hasil akhirnya tentu saja hal itu pun akan berkaitan erat dengan serapan tenaga kerja yang ada. 

Salah satu masalah serius yang akan terjadi adalah alih fungsi lahan. Hal ini menjadi hal yang sangat lazim terjadi. Setiap pembangunan, apalagi pergeseran peruntukan menjadi kawasan industri, pasti akan diiringi alih fungsi lahan. 

Tinggal bagaimana menjaga agar alih fungsi lahan yang terjadi tidak menggerus Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) yang sudah ditetapkan. Ini menjadi bagian pekerjaan yang harus dijaga secara serius oleh masing-masing pemerintah di semua tingkatan, baik pemerintah Kabupaten Cirebon maupun Provinsi Jawa Barat. 

Di sisi lain, Cirebon Timur relatif masih merupakan wilayah yang terbuka. Lahan kosongnya masih sangat luas. Dalam rencana pembentukannya, Cirebon Timur akan meliputi 18 kecamatan dari total 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Cirebon. 

Jika berdiri sendiri, Cirebon Timur akan menjadi kabupaten di Jawa Barat yang secara langsung berbatasan dengan Jawa Tengah. Secara otomatis Cirebon Timur pun akan menjadi gerbangnya. 

Kabupaten Cirebon berdiri 8 Agustus 1950 berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950. Adapun hari jadinya diperingati setiap 2 April. Dengan luas wilayah 1.070,29 kilometer persegi, terdiri dari 40 kecamatan, 412 desa, dan 12 kelurahan, Kabupaten Cirebon memang tergolong sangat luas. Jumlah penduduknya 2,3 juta jiwa lebih dengan volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 3,6 triliun lebih pada tahun 2023. 

Sesungguhnya banyak potensi yang bisa dikembangkan dan bisa juga menjadi sumber pendapatan asli daerah. Misalnya, pariwisata (budaya, religi, kuliner). Industri di Kabupaten Cirebon pun tidak kalah menarik, semisal pengolahan rotan, kulit kerang, dan batik. 

Sebagaimana terjadi pula di beberapa wilayah lainnya, ada fenomena menarik, yakni rekrutmen karyawan mayoritas untuk wanita. Konsekwensinya, lebih banyak laki-laki yang menganggur. Terlepas dari berbagai pertimbangan yang ada, kebijakan seperti ini berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. 

Semoga saja situasi tersebut tidak mengurangi keimanan sebagian masyarakatnya. Namun, fenomena ini tetap membutuhkan penyelesaian. Jika terus dibiarkan, bisa jadi, akan menimbulkan dampak yang tidak kita inginkan. 

Dari segi aksesibilitas sebenarnya sekarang sudah terbangun secara lebih baik. Gerbang Tol Kanci dan gerbang Tol Ciledug benar-benar menjadi pintu keluar-masuk yang sangat strategis. Ada pula terminal tipe B di Ciledug milik Provinsi Jabar. 

Memang  terminal Ciledug belum berfungsi maksimal. Namun terminal tersebut ke depan akan menjadi sarana yang sangat berguna, tidak hanya untuk masyarakat Cirebon Timur, tetapi untuk masyarakat di sekitarnya. 

Cirebon Timur membutuhkan perhatian serius dalam hal penangan jalan-jalan desa. Banyak jalan desa yang rusak parah sudah bertahun-tahun tak tesentuh pemerintah, baik Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, maupun Pemerintah Pusat. Cobalah tengok, salah satunya yang paling mencolok, jalan akses dari/ke pecantilan Desa Tawangsari di Kecamatan Losari. 

Desa Tawangsari terbelah menjadi dua. Satu sisi termasuk Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Sisi lainnya termasuk Kecamatan Losari Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Akses menuju pecantilan Desa Tawangsari di Kabupaten Brebes dari desa induknya hanya bisa dilalui dengan sepeda motor. Bisa dibayangkan jika ada penduduk yang akan melahirkan. 

Jika menggunakan mobil, mereka harus melalui Kecamatan Losari Kabupaten Brebes. Padahal jalur itu sangatlah paraaah. Selain sempit, jalannya juga sudah penuh lubang. Jika  hujan, jadilah kubangan yang tak bisa diterka kedalamannya. Jalan seperti ini butuh penanganan serius. 

Satu hal yang juga harus menjadi perhatian di Cirebon Timur. Wilayah ini setiap tahun secara rutin mendapat "berkah". Ya, setiap tahun Cirebon Timur dilanda banjir. Penyebabnya adalah meluapnya air dari Sungai Cisanggarung dan Sungai Ciberes. Saya kerap menyebut musibah yang satu itu akibat penanganan Ciberes yang Tak Beres-Beres. 

Itulah beberapa gambaran singkat soal CDPOB Cirebon Timur. Nasibnya memang menunggu dicabutnya moratorium oleh Pemerintah Pusat. Namun, sebelum itu sebaiknya ada uluran tangan untuk menyelamatkan anak bangsa yang secara kebetulan saja tinggal di beberapa wilayah "terpencil". 

Benarkah Kabupaten Cirebon Timur akan menjadi CDPOB? Seberapa besarkah peluang keberhasilan pemekaran Kabupaten Cirebon yang "terlalu gemuk" dengan 40 kecamatan itu? 

Lantas, akankah isunya terus bergulir dan berujung pada pembentukan CDPOB Provinsi Cirebon? Kita tunggu saja tanggal mainnya.

22 Mar 2024

Kasus DBD di Desa Ciawijapura Meningkat, "akibat lambannya penanganan"

INDOMEDIANEWS - Lambannya tindakan dan penanganan dari pihak terkait, Kasus Demam berdarah dengue (DBD) terus meningkat di Desa Ciawijapura, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon sejak pertama terjadi pada 26 Februari 2024 lalu. Tercatat, hingga dalam satu minggu ini, menyusul puluhan warga khususnya di Blok Cikondang, Desa Ciawijapura positif terjangkit DBD dan langsung dilakukan perawatan di berbagai faskes di Kota dan Kabupaten Cirebon. Wabah DBD perlu penanganan cepat dan responsif yang serius, mengingat kasus kematian akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti itu banyak terjadi. Atas lambannya pemerintah atau pihak terkait, warga masyarakat di Blok Cikondang, Desa Ciawijapura secara gotong royong dan urunan melakukan penyemprotan fogging di lingkungannya sebagai bentuk antisipasi dan meminimalisir penyebaran nyamuk yang mematikan tersebut, Jum'at (22/3).

Sopyan Iskandar, warga Blok Cikondang mengatakan, kasus pertama DBD di lingkungannya terjadi sejak 26 Februari 2024 lalu, menyusul pada 16 Maret kemarin atau dalam kurun satu minggu ini terhitung total sebanyak 12 orang terdiri dari 8 anak anak dan 4 dewasa positif terjangkit DBD. Seluruh korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit dan Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan medis, bahkan terdapat 2 remaja terindikasi panas dan masih dalam perawatan di rumah sakit dan puskesmas terdekat. 

“Dari 12 korban yang sempat di rawat di rumah sakit, hingga hari ini masih terdapat 3 korban DBD dalam penanganan pihak rumah sakit dan puskesmas,“ tuturnya.

Senada disampaikan Bo'im yang juga merupakan warga setempat, memandang pemerintah dan pihak terkait dirasa kurang responsif untuk melakukan penanganan dan pencegahan sejak awal kasus ini terjadi. Untuk itu, dengan melonjaknya korban DBD di lingkungannya, warga secara suka rela dan gotong royong melakukan Fogging seadanya sebagai bentuk upaya pencegahan sebaran DBD agar tidak semakin meluas. 

“Jangan menunggu terjadi dulu kasus kematian, baru bergerak. Kami ingin para pihak terkait serius dan lebih aktif ketika sejak awal kasus seperti ini terjadi,“ harapnya. (1c)

Memperkuat Demokrasi Berkontribusi Pada Negeri

INDOMEDIANEWS - Lembaga Survey Poling Cerbon (LSPC) telah hadir untuk turut memberikan kontribusi dalam menghadapi pemilihan bupati dan wakil bupati Cirebon tahun 2024. 

Secara resmi Lembaga Survey Poling Cerbon (LSPC) siap melakukan survey dalam menghantarkan pemimpin sesuai hasil dari keinginan dan pendapat masyarakat di kabupaten Cirebon baik dari kalangan menengah ke bawah dan menengah atas.

Hal ini disampaikan ketua Lembaga survey Poling (LSPC) , Jahir, pihaknya akan mengerahkan semua tim yang akan terjun di wilayah kabupaten Cirebon dengan 40 kecamatan dan 412 desa untuk meyakinkan poling yang aktual dari masyarakat untuk calon  bupati dan wakil bupati Cirebon.

"Lembaga Survei Poling Cirebon (LSPC) akan bersinergi dengan kuwu ,perangkat desa serta dukungan masyarakat dalam memilih kepada pasangan bupati dan wakil bupati Cirebon," Tandasnya kepada media. Kamis ,20/3/2024.

Tidak hanya itu, dari pengalaman berbagai pemilu, Pileg dan pilkada di Indonesia, peta kompetisi di masa-masa calon bupati dan wakil bupati Cirebon, dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kira-kira kemungkinan perolehan suara masing-masing kontestan, tentu dengan mempertimbangkan kemungkinan perubahan. 

Lebih lanjut ditambahkan , bahwa elektabilitas dukungan untuk masing-masing peserta pemilihan Pilkada. Dan, apakah peta mutakhir tersebut dapat memberikan gambaran dari lembaga poling Cerbon (LSPC).

"Untuk menjawab pertanyaan tersebut, LSC akan melaksanakan survei ke 40 kecamatan dan 412 desa di wilayah kabupaten Cirebon," ungkapnya.

Jadi, salah satu yang mendorong berdirinya LSPC adalah masyarakat Indonesia khususnya di kabupaten Cirebon yang kerap kali memvalidasi opini yang cenderung bersifat populer atau viral.

Maka dalam rangka merawat dan memperkuat demokrasi, LSPC turut serta berkontribusi pada negeri ini agar demokrasi kita semakin sehat. 

" Semoga dengan kehadiran Lembaga Survei Poling Cirebon (LSPC) ini, turut berkontribusi untuk memperkuat, mematangkan calon bupati dan wakil bupati Cirebon dengan demokrasi seutuhnya,” ungkap Jahir.

Selain itu LSPC juga dituntut untuk melakukan aksi-aksi kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik yang dapat bekerjasama dan bergabung untuk melakukan riset daerah maupun nasional.

" LSPC akan membuka layanan survey bidang politik, kebijakan publik, serta ekonomi dan bisnis. Visi Lembag Survei Poling Cerbon adalah untuk menjadi lembaga survey masyarakat yang Aktual di kontestan pemilihan bupati dan wakil bupati Cirebon," pungkasnya. (1c)

21 Mar 2024

UU HKPD: TURBULENSI APBD PROVINSI JABAR JILID II

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat pernah mengalami turbulensi. Volume APBD Jabar tahun 2022 secara keseluruhan adalah Rp 31,890 triliun. Berarti, ada penurunan sekitar 28% dari Rp 44,72 triliun pada tahun sebelumnya. Ini yang saya sebut turbulensi jilid I.

Secara global volume APBD terdiri atas tiga bagian, yakni pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah tahun 2022 sebesar Rp 31,148 triliun. Ini berarti ada penurunan sekitar 24% dari tahun 2021 yang sebesar Rp 41,47 triliun.

Pada 2025 APBD Provinsi jawa Barat diprediksi akan mengalami turbulensi jilid II. Volume APBD diprediksi turun dari Rp 37 triliunan pada 2024 menjadi Rp 29 triliunan pada 2025. Itu artinya APBD Provinsi Jawa Barat berkurang sekitar Rp 8 triliun atau sekitar 21,62%.

Turbulensi jilid II terjadi sebagai akibat perubahan persentase dana bagi hasil (DBH). Perubahan persentase itu adalah konsekwensi logis pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Persentase bagi hasil antara provinsi dengan kabupaten/kota bisa dikatakan berubah drastis. Provinsi yang semula biasa mendapat sebesar 70%, mulai tahn 2025 hanya akan menerima sekitar 34% saja. Sementara itu, kabupaten/kota yang biasanya hanya menerima 34% justru mulai 2025 akan meningkat tajam menjadi 66%.

Hal itu jelas akan mengubah postur semua APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Otomatis pula itu akan mengubah volume belanja di banyak sekali pos anggaran belanja. Dalam APBD Provinsi, mayoritas akan berkurang, sedangkan di APBD kabupaten/kota akan banyak program/kegiatan yang mengaliami penambahan volume secara drastis.

Lantas, bagaimana nasib pembangunan provinsi dengan jumlah pennduduk terbesar di Indonesia ini? Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa pasti akan mengalami shok jilid II. Berkurangnya volume APBD Provinsi Jawa Barat akan berakibat pada banyaknya pemangkasan alokasi anggaran di banyak pos belanja di banyak organisasi perangkat daerah.

Dengan kondisi seperti itu, masih mungkinkah Provinsi Jabar berkembang? Masih mungkinkah Pemerintah Provinsi Jabar melakukan pembangunan monumental seperti pada tahun-tahun sebelumnya? Tidak mudah memang melakukan sinkronisasinya, tetapi hal itu tetap harus dilakukan.

Kini kemajuan pembangunan di tingkat kabupaten/kota justru amat tergantung pada kebijakan di kabupaten/kota. Bantuan keuangan yang biasanya mengalir cukup besar dari Provinsi Jabar ke kabupaten/kota bisa jadi akan berkurang pula volumenya. Ini pun butuh penyelarasan di sana sini.

Kabupaten/kota diharapkan mampu membiayai banyak pos yang selama ini banyak bergantung pada bantuan keuangan provinsi. Peningkatan volume APBD kabupaten/kota diharapkan mampu membiayai program/kegiatannya secara lebih maksimal, efektif, dan efisien.

Sementara itu, APBD provinsi tampaknya harus lebih banyak digunakan untuk penguatan target-target yang dibebankan ke Pemerintah Provinsi. Tentu saja dengan demikian semua diharapkan berjalan simultan untuk mewujudkan visi dan misi Indonesia Maju 2045.

Pertanyaannya: seberapa kuat keinginan itu? Para pengambil kebijakan di daerah, gubernur dan DPRD Provinsi, serta bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota.

Terlepas dari beberapa sengketa yang akan menunggu  keputusan Mahkamah Konstitus karena sengketa pileg, hasil pileg 2024 sudah diketahui. Artinya, calon-calon terpilih yang anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sudah diketahui. Namun, ada yang tak kalah penting, yaitu para calon bupati/walikota.

Kita tunggu saja hasilnya karena Pilkada serentak baru digelar pada 27 November 2024.

PKL Berdiri nyaman " Hak pejalan kaki dirampas " tanggung jawab siapa ?

INDOMEDIANEWS - Hampir sepanjang jalan utama dari mulai Cipeujeuh wetan sampai Lemahabang, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, Hak pejalan kaki dirampas oleh maraknya PKL ( Pedagang kaki lima ) yang berdiri diatas trotoar tanpa adanya penertiban yang dilakukan oleh Instansi terkait.
Keadaan tersebut membuat bukan hanya pemandangan yang kurang nyaman, namun pejalan kaki yang seharusnya menikmati jalan yang menjadi haknya sekan hanya bisa mengeluh tanpa dapat berbuat banyak.

Kondisi semerawut keberadaan PKL yang bebas berjualan dan mendirikan lapaknya tanpa aturan, mengundang perhatian salah seorang aktifis Cirebon timur, Pepeng.

"Kondisi ini sudah sangat lama dan ada kesan dibiarkan, bahkan kita sebagai warga pengguna jalan jangan terlalu banyak berharap agar mendapat haknya sebagai pejalan kaki, karena sudah dipastikan kalau kita berteriak untuk dulakukan penertiban, ujungnya pasti saling lempar tangan dan tanggung jawab, Pihak Kabupaten akan mengatakan itu tanggung jawab kecamatan, sementara pihak kecamatan pun pasti akan berkata hal yang sama, jadi saat ini kita hanya berharap akan muncul penguasa atau pemilik kebijakan yang berani berbuat tegas sesuai aturan dami ketertiban dan kenyamanan para pejalan kaki" tuturnya, kamis, 21/03/2024.

Lebih lanjut Pepeng menjelaskan, semerawut dan ketidak nyamanan tersebut letaknya tidak jauh dari Kantor Kecamatan Lemahabang.

"Ironis kang, kondisi PKL yang membangun lapaknya sembarangan tersebut letaknya sangat berdekatan dengan kantor Kecamatan setempat, jadi sangat dimaklumi jika hampir sepanjang jalan dari Cipeujeuh hingga Lemahabang banyak bangunan liar, yong deket kantor Kecamatan saja dibiarkan tumbuh dengan nyaman" pungkasnya (1c)

RLS DAN IPM

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan jumlah belajar penduduk berusia 15 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan formal. Namun, tahun yang mengulang tidak termasuk di dalamnya. RLS merupakan salah satu unsur yang diperhitungkan dalam Indeks Pebangunan Manusia (IPM).

IPM merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup sebuah negara. Pendekatan yang dijadikan tolok ukurnya adalah tiga dimensi dasar yang mencakup umur panjang dan sehat (kesehatan), pengetahuan (pendidikan), dan kehidupan layak (laju pertumbuhan ekonomi/LPE).

IPM digunakan sebagai indikator untuk menilai aspek kualitas dari pembangunan dan untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara dikategorikan maju, berkembang, atau terbelakang, selain juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup.

IPM dan RLS tentu tidak bisa dipisahkan dari urusan sekolah. Stigma yang terbangun di masyarakat selama ini: anak harus masuk sekolah negeri. Hal itu bukan tanpa alasan. Faktor yang paling utama tentu saja terkait masalah biaya. Kita harus akui bahwa pilihan tersebut berkaitan erat dengan kondisi perekonomian sebagian besar masyarakat.

Di sisi lain, jumlah sekolah negeri, khususnya di tingkat SMA/SMK masih terbatas. Hal itu diperparah lagi dengan salah satu kebijakan pendidikan kita, yakni penerimaan murid dikaitkan dengan zonasi. Bagi orang mampu tampaknya zonasi tidak menjadi masalah. Mereka bisa memilih sekolah kualitas bagus meskipun biayanya relatif mahal. Lantas bagi mereka dari keluarga yang kurang mampu?

Zonasi membatasi banyak hal. Salah satu dampaknya,  cukup banyak anak lulusan SMP suatu kecamatan tidak bisa masuk ke SMA di wilayahnya. Contoh riilnya, banyak murid lulusan SMP Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon yang masuk SMA di Kabupaten Kuningan. Meskipun kedua kabupaten itu berada di Provinsi Jawa Barat, ironis rasanya jika hal seperti itu terus dibiarkan. Ini salah satu dampak pemberlakuan zonasi.

Jumlah lulusan SMP yang diterima di tingkat SMA/SMK pasti berkaitan dengan rata-rata lama sekolah (RLS). Kian sedikit jumlah lulusan SMP yang diterima atau melanjutkan ke SMA pasti akan mempengaruhi angka RLS.  Kian rendah RLS, berarti kian rendah pula rata-rata pendidikan masyarakat. Kita semua tahu, pada akhirnya hal itu akan berkaitan pula dengan banyak hal lain.

RLS merupakan salah satu unsur dalam menghitung Indeks Pendidikan. Jika RLS rendah, Indeks Pendidikan juga akan menjadi rendah. Karena Indeks Pendidikan merupakan salah satu unsur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), secara otomatis IPM pun akan menjadi lebih rendah pula.

Sebagai contoh, hingga akhir 2023, Kabupaten Cirebon memiliki IPM 70,95 dengan RLS 7,64 tahun. Raihan IPM seperti itu tentu tidak dapat dipisahkan dari jumlah sekolah (SMA/SMK) di Kabupaten Cirebon.

Dari total 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Cirebon, masih 17 kecamatan yang belum memiliki SMA Negeri. Itu berarti baru 33 kecamatan yang memiliki SMA Negeri. Adapun kecamatan yang sudah memiliki SMK Negeri baru 8 kecamatan saja. 

Kecamatan yang sudah memiliki SMAN dan SMKN hanya 4 kecamatan. Bahkan, dari total 40 kecamatan, ada 13 kecamatan yang sama sekali belum memiliki SMAN/SMKN.

Ini baru potret kecil di salah satu dari 27 kabupaten/kota di Jabar. Bagaimanapun ini merupakan pekerjaan rumah yang amat serius untuk para calon kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota mendatang.

Bukankah kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat pendidikannya? Apakah Jabar sudah berpuas diri dengan kondisi seperti ini?

Sudah selayaknya ada intervensi khusus untuk daerah kabupaten/kota dengan raihan IPM yang masih rendah. Bagaimana mungkin IPM Jabar akan meningkat jika kabupaten/kota dengan IPM rendah terus dibiarkan tanpa kepedulian?

Bukankah pula pendidikan, kesehatan, dan laju pertumbuhan ekonomi yang merupakan unsur IPM menjadi kewajiban negara? Bukankah pula, suka tidak suka dan mau tidak mau, salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah IPM?

20 Mar 2024

PENGELOLAAN KEKAYAAN INTELEKTUAL

oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat
 

Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia melalui daya cipta, rasa, dan karsanya yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Kekayaan intelektual perlu dikelola sehingga memberi manfaat tanpa menimbulkan, atau minimal mengurangi, mudharat.

Pengelolaan kekayaan intelektual adalah segala bentuk kegiatan pengelolaan, mulai dari pendataan, pengintegrasian, fasilitasi, pendaftaran, pemanfaatan, pemeliharaan, alih teknologi, pembinaan, dan pengawasan. Pengelolaan ini tentu saja harus memberi manfaat untuk semua pihak terkait.

Hal itu menjukkan betapa kekayaan intelektual perlu dikelola dengan baik. Oleh karena itu, lahirlah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual. 

Perda Pengelolaan Kekayaan Intelektual memiliki tiga tujuan. Adapun ketiga tujuan tersebut adalah sebagai berikut. 
Pertama, mendorong peningkatan produktivitas, kreativitas, dan inovasi kekayaan intelektual masyarakat Jawa Barat. Kedua, mengembangkan mayarakat berbudaya ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Ketiga, memberikan kepastian hukum atas kekayaan intelektual yang dihasilkan.

Kekayaan intelektual yang dimaksud dalam Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2018 meliputi:
a. Hak Cipta dan Ekspresi Budaya Tradisional;
b. Paten;
c. Merek dan Indikasi Geografis;
d. Varietas Asal untuk pembuatan Varietas Turunan Esensial;
e. Kekayaan intelektual lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Banyak hal berusaha dijelaskan di dalam Perda Nomor 10 Tahun 2018, termasuk beberapa hal berikut. Hak Cipta adalah hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Royalti Hak Cipta adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau hak terkait.

Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Karena Provinsi Jawa Barat adalah lumbung padi nasional, tidak mengherankan jika banyak pula penelitian yang dilakukan terkait bidang pertanian. Salah satu cirinya adalah Perda Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual yang "mengemot" masalah di bidang tersebut. Misalnya terkait varietas.

Varietas Tanaman --yang di dalam perda tersebut kemudian disebut Varietas-- adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Untuk lebih jelasnya, dibedakanlah Varietas Asal, Varietas Turunan Esensial, dan Varietas Lokal.

Beberapa hal lain terkait kekayaan intelektual pun dijabarkan Perda Nomor 10 tahun 2018 tersebut. Misalnya tentang invensi. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

Sederet Konsideran Mengingat dimasukkan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual. Ada 12 Undang-Undang (UU), 3 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden (Perpres), dan 2 Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat (Jabar). Ini menunjukkan dasar hukum yang kuat yang melandasi terbitnya perda tersebut.

Perda yang terdiri dari XIX Bab dan 38 Pasal itu dimaksudkan untuk mewujudkan daya saing sumber daya daerah dan nilai tambah kreativitas dan inovasi daerah melalui peningkatan produktivitas, kreativitas, dan inovasi daerah Provinsi jawa Barat.

Secara lebih detil, Bab-bab yang dibahas pun sangat menarik. Ada tentang Hak Cipta dan Ekspresi Budaya Tradisional. Bab ini juga mengatur tentang salinan ciptaan atau bagian ciptaan. Selain itu, diatur pula tentang Paten, termasuk jenisnya, royalty, lisensi. Ada pula bab tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Perda Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual membahas pula tentang Varietas Asal untuk pembuatan Varietas Turunan Esensial, termasuk persyaratan penamaan Varietas Lokal. Perda ini juga mengatur Pemilikan Kekayaan Intelektual Hasil Penelitian dan Pengembangan. Ini berkaitan dengan jumlah penelitian yang begiitu banyak di Jabar. 

Perda juga mengatur pelaksanaan inventarisasi kekayaan intelektual; Fasilitasi pendaftaran. Bahkan, diatur pula Pemanfaatan tekait penyebaran informasi dan alih teknologi. Banyak hal lain yang juga diatur, semisal Pemeliharaan; Sentra kekayaan intelektual; Kerja sama; Sistem Informasi; Partisipasi; Pembinaan dan Pengawasan; Pendanaan; termasuk Insentif.

Pertanyaannya: efektifkah Perda Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual?

19 Mar 2024

HEJO TAPI TEU NGEJO?

Oleh 
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat memilik Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup. Perda tersebut didasari Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

UU Nomor 42 Tahun 2009 memang secara eksplisit mewajibkan daerah untuk mengembangkan isnstrumen ekonomi leingkungan hidup. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjutnya,  Pemprov Jabar mengembangkan mekanisme jasa lingkungan hidup sebagai bagian dari instrumen ekonomi lingkungan hidup.

Perda Jabar Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup memiliki 9 azas: menfaat dan lestari; keadilan; kebersamaan; transparan, partisipasi, dan akuntabel; keberlanjutan; berbasis kearifan lokal; keseimbangan; pemberdayaan masyarakat.

Setidaknya ada empat tujuan dilahirkannya Perda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup.
Pertama, mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan melalui pemanfaatan potensi jasa lingkungan hidup secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Kedua, meningkatkan kepedulian para pihak terhadap upaya menjaga, memelihara, dan memanfaatkan jasa lingkungan hidup sebagai output kinerja ekologis sumber daya alam dan lingkungan hidup yang dikelola secara berkelanjutan.

Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup secara seimbang dan berkelanjutan dengan mengembangkan kearifan lokal.

Kempat, memberikan kepastian hukum dalam ketersediaan pembayaran jasa lingkungan hidup untuk perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Perda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup terdiri dari XV Bab dan 52 pasal. Perda tersebut ditandatangani pada tanggal 15 Juli 2015 oleh Gubernur Ahmad Heryawan. 

Jika melihat keempat tujuan lahirnya Perda Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup, semestinya Jawa Barat sudah menjadi provinsi termaju. Semestinya Jawa Barat tidak lagi memiliki kabupaten/kota yang sebagian masyarakatnya dikategorikan miskin ekstrem (menurut Sekretariat Negara).

Semestinya masing-masing kabupaten/kota yang ada diberi otoritas penuh untuk memanfaatkan secara positif setiap sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada di wilayahnya. Jangan sampai yang terjadi justru sebaliknya. Mereka memiliki wilayah yang kaya sumber daya alamnya, tetapi tidak bisa mengoptimalkan karena terhalang regulasi.

Regulasi boleh-boleh saja banyak dilahirkan. Akan tetapi, semestinya semua itu ditujukan hanya untuk dan demi kesejahteraan masyarakat semata. Jika benar terjadi, itu merupakan suatu paradoks. Bahkan, sampai ada satu kabupaten yang menggunakan peribahasa "wilayahna hejo tapi teu bisa ngejo" yang artinya wilayahnya subur tapi tak mampu memasak (nasi).

Tanggapan seperti itu juga pasti merupakan respons atas berbagai regulasi yang ada. Mereka merasa wilayahnya memiliki sumber daya alam yang kaya. Namun, berbagai regulasi yang ada "mengekang" mereka untuk memanfaatkannya. Hasilnya tentu saja sebuah paradoks.

Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, berarti kita memang "mendorong" masyarakat di wilayah itu untuk menjadi miskin. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi yang benar-benar komprehensif. Misalnya, daerah seperti itu mendapat kompempensasi yang tetap akan membuat masyarakatnya sejahtera.

Jangan sampai regulasi hanya untuk mengatur masyarakat tanpa memberi ruang pertumbuhan mereka ke arah yang lebih sejahtera. Oleh karena itu, dibutuhkan goodwill dari semua level pemerintahan (pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota) agar setiap kebijakan yang dilahirkan benar-benar berpihak kepada masyarakat.

BIUTR vs GETACI

Oleh 
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Akhir-akhir ini isu tentang pembangunan Bandung Intra Urban Tol Road (BIUTR) marak di berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Pasalnya, rencana pembangunan tol dalam Kota bandung tersebut tidak lama lagi menjadi salah satu agenda pembangunan di Jabar. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono.

BIUTR memang sempat tertunda (ada yang menyebutnya mangkrak) 17 tahun. Tentu saja dibutuhkan review ulang atas konsep yang sudah ada. Jadi, tidak mengherankan jika muncul beragam tanggapan atas proyek yang terpendam selama itu. Sebenarnya ini bukan satu-satunya pekerjaan yang sempat terpendam. Lihatlah penyelesaian Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) yang juga sempat mengalami hal serupa.

Bocimi sempat tertunda selama 12 tahun. Penyelesaian Bocimi baru dimulai lagi setelah proyek yang merupakan kelanjutan Tol Jagorawi tersebut mengalami 5 kali ground breaking. Namun, ini bukan pembelaan atas semua itu. Ini hanya sebuah perbandingan.

BIUTR yang panjangnya 27,3 km itu akan menghubungkan Pasteur-Cileunyi. Jalan tol dalam kota ini nantinya akan melalui sejumlah daerah. Misalnya, rute melintasi Tol Pasteur-Jalan Junjunan-Flyover Pasirkaliki-Flyover Pasopati Gasibu-Jalan Surapati-Junction Pusdai-Jalan PHH Mustofa-Junction Ujungberung-Cibiru-Junction Cileunyi.

Seperti lazimnya di kota besar lain, BIUTR dibangun untuk memecah kemacetan yang selama ini kerap terjadi di Kota Bandung. Struktur jalan yang akan dibuat elevated. Artinya, BIUTR ada di atas jalan raya. Dalam proses pembangunannya, BIUTR diusulkan dibagi menjadi 4 fase. 

Fase 1: Jalan Pintu Tol Pasteur dibuat elevated. Fase ini menyambung Flyover Pasopati sepanjang 2,3 km. Jalur tersambung ke underpass sepanjang 0,55 km dari Lapangan Gasibu ke Kantor Dinas Pertanian.

Fase 2: Dari Underpass Gasibu, akan dibangun jalur hingga Cileunyi melalui jalur onpass (di atas tanah). Fase ini terbagi menjadi 3 seksi. Seksi I (Gasibu-Cicaheum), seksi II (Cicaheum-Ujung Berung), dan seksi III (Ujung Berung-Cileunyi).

Fase 1B: Pembangunan onpass yang menjadi penghubung menuju Jalan Tol Purbaleunyi km 149. 

Fase 2B: Sambungan fase 1B dibuat elevated dan onpass yang tersambung dengan kawasan fase 2.

Kota Bandung memang membutuhkan ruas jalan pengurai kemacetan. Ini berkaitan dengan kian banyaknya wisatawan yang datang ke Kota Kembang, selain memang penduduknya pun terus bertambah. Kota Bandung kini menjadi destinasi wisata yang menarik minat banyak orang. Itu membuktikan bahwa Kota Bandung menjadi salah satu tujuan wisata unggulan Jawa Barat. Pasti itu karena banyaknya objek daya tarik wisatanya.

Di sisi lain, peran Tol Gedebge-Tasik Cilacap pun tak kalah stategis. KehadiranTol Getaci bukan hanya ditunggu masyarakat Jabar, khususnya mereka yang tinggal di wilayah timur bagian selatan Jabar. Tol Getaci ditunggu pula oleh masyarakat Jawa Tengah bagian selatan di sisi barat. 

Tol Getaci juga bisa menjadi salah satu akses strategis menuju Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati. Bukankah Kertajati merupakan jendela besar Jabar? Bagaimana mungkin fungsi Kertajadi menjadi maksimal tanpa akses via Tol Getaci? 

Sebenarnya, baik Getaci, BITR, maupun Kertajati, semua diharapkan menjadi pengungkit roda perekonomian Jabar. Semua pasti memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Masalahnya, dengan keterbatasan fiskal yang ada, tampaknya tidak mungkin merengkuhnya sekaligus. Pertanyaannya, sampai kapan Jabar harus bersabar?

Tampaknya kita dihadapkan pada pilihan mana yang lebih dulu harus dibangun: Getaci atau BIUTR? Akhirnya asas manfaat yang harus diutamakan. Jika keuangan terbatas, tinggal pilih mana yang lebih besar manfatnya. Jika sama-sama menggunakan APBN dan dananya hanya cukup untuk satu proyek, tampaknya penyelesaian Getaci lebih besar dampaknya bagi Jabar. 

Perkembangan Jabar selatan bagian timur bisa lebih terpacu. Dengan demikian, hal itu akan mereduksi jarak kemajuan dengan wilayah pantura yang selama ini selalu dikeluhkan. 

Getaci diharapkan dapat menjalankan fungsi tersebut. Kelancaran pergerakan orang dan barang pasti akan banyak efek positifnya. Pertumbuhan ekonomi pun akan menjadi jauh lebih baik. Bukankah ada motto: jalan mantap ekonomi lancar?

Ada satu hal lagi yang tak kalah penting. Dalam setiap proyek pembangunan selalu ada masalah klasik, yakni terkait lahan. Biasanya hal itu terjadi karena rakyat hanya menerima "ganti rugi". Tampaknya konsep dan terminologi yang digunakan harus diubah menjadi "ganti untung". Dengan demikian, semua bisa tersenyum bahagia.

15 Mar 2024

Efektifkah Pusat Distribusi Provinsi Jawa Barat?

Oleh
Daddy Rohanady
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pusat Distribusi Provinsi. Perda yang terdiri dari 13 bab dan 39 pasal tersebut merupakan payung hukum yang bertujuan untuk mengendalikan harga serta meminimalisir terjadinya inflasi di Jawa Barat.  

Dibutuhkan penyebarluasan perda tersebut secara lebih masif ke seluruh wilayah Jabar. Penyebarluasan perda tersebut dilakukan dalam rangka memberitahukan kepada masyarakat bahwa Pemerintah Provinsi Jabar sudah membuat Perda tentang pengendalian sembilan bahan pokok. Tentunya perda ini sangat berguna bagi masyarakat.

Sebetulnya perda Pusat Distribusi Provinsi (PDP) pernah disosialisasikan terlebih dahulu pada saat masih menjadi rancangan perda. Tanggapan masyarakat waktu itu juga bagus, tetapi memang dibutuhkan penyempurnaan di sana-sini.

Perda tersebut mengatur pusat distribusi yang dimiliki oleh BUMD Provinsi Jawa Barat. BUMD tersebut tugasnya menampung seluruh hasil pertanian di Jawa Barat. Tujuannya tentu saja untuk mengendalikan harga pasar.

BUMD ini wajib membeli hasil pertanian di Jawa Barat ketika harga jual anjlok dengan harga lanyak saat panen tiba. Bukan rahasia lagi biasanya ketika masa panen harganya anjlok. Pada saat seperti itu pusat distribusi wajib membeli dari petani. Ketika terjadi kekurangan bahan pertanian yang dibutuhkan masyarakat, BUMD wajib menjual kembali dengan harga yang wajar. 

Dengan demikian, PDP diharapkan akan memberi rasa aman bagi petani dan seluruh masyarakat Jawa Barat. Satu hal yang pasti: petani tidak perlu lagi takut ketika hasil pertaniannya tidak laku saat panen tiba karena harganya anjlok. Mereka bisa menjualnya ke PDP yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

PDP Jabar ada di Kabupaten Purwakarta. Namun, tentu harus memiliki cabang yang ada di kabupaten/kota lainnya. Tidak mungkin juga petani dari 27 kabupaten/kota se-Jabar semuanya secara langsung mengirimkan produksi pertaniannya ke sana.

Secara keseluruhan, tanggapan masyarakat tentang perda ini cukup baik. Pada saat masa-masa sulit untuk menjual hasil pertaniannya dengan harga layak, pemerintah menyediakan pusat distribusi agar petani tidak merugi.

Ini merupakan salah satu ikhtiar agar di Provinsi Jawa Barat masalah harga dan distribusi barang lebih terkendali. Dengan demikian, tidak akan terjadi kelangkaan barang di pasar serta inflasi lebih bisa dikendalikan. Perda ini harus segera ditindaklanjuti oleh eksekutif dan segera dilakukan penyempurnaan Pusat Distribusi Provinsi di Kabupaten Purwakarta. 

DPRD Provinsi Jabar harus terus melakukan fungsi pengawasan terkait perda ini secara kontinyu. Selain itu, secara teknis, DPRD Provinsi Jabar harus secara intens berkomunikasi dengan semua stake holders terkait agar implementasi perda Pusat Distribusi Provinsi lebih maksimal.

13 Mar 2024

Keluarga besar Pitaloka " beri bantuan bagi warga Ciledug wetan dan Waled "

INDOMEDIANEWS -  Keluarga Besar Pitaloka Kota Cirebon, Distrik 017 AMS Kota Cirebon yang diketuai oleh Tje Eva Octaviana, memberikan bantuan berupa makanan, Minuman, dan pakaian  layak pakai, kepada warga Masyarakat Blok Labuan, Desa Ciledug wetan, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, Senin, 11/03/2024.

Dalam keterangannya, Tje Eva menuturkan, bahwa apa yang dilakukannya sebagai bentuk kepedulian terhadap warga yang tengah menghadapi musibah akibat derasnya curah hujan hingga berakibat banjir.

"Kami dari keluarga besar Pitaloka kodya Cirebon distrik 017 AMS Kota Cirebon,  sangat peduli dan merasakan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh warga Ciledug wetan, hususnya yang berada di Blok labuan, bencana ini merupakan hal yang tidak bisa dihindari, dan kita sebagai sesama anak Bangsa tentunya sudah menjadi kewajiban untuk saling peduli dengan siapapu yang tengah menghadapi cobaan dari Allah Tuhan penguasa alam semesta, harapan kami dengan adanya bantuan dan kepedulian yang diberikan, sedikitnya bisa menjadi obat dan meringankan beban mereka ( warga Blok Labuan-red)" tuturnya.
Bantuan yang diberikan oleh Keluarga besar Pitaloka tersebut diterima langsung oleh Raksa Bumi Ciledug wetan yang didampingi mantan Kuwu Ciledug wetan Koswara.

"Kami sangat berterimakasih atas kepedulian yang diberikan keluarga besar pitaloka, semoga apa yang telah diberikan akan mendapat imbalan dan pahala berlipat dari Allah SWT, semoga bencana yang saat ini tengah melanda warga kami, bisa menjadi cermin untuk masa yang akan datang, sekali lagi, kami warga Blok Labuan sangat berterimakasih kepada keluarga pitaloka" ujar Koswara.

Kegiatan pitaloka dalam memberikan bantuan tidak hanya kepada warga Blok Labuan Ciledug wetan, namun dilanjutkan kepada warga Waled, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon. (1c)

12 Mar 2024

JALAN PROVINSI JABAR "MENUNGGU BOM WAKTU"

_oleh_
_Daddy Rohanady_
_Anggota DPRD Provinsi Jabar_


Kemantapan jalan milik Provinsi Jawa Barat yang dikelola Dinas Bina Marga dan Penartaan Ruang (DBMPR) hingga akhir 2022 tidak mencapai 90%. Dari enam Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang ada, rata-rata kemantapan jalannya seperti itu. Salah satu contohnya adalah di UPTD Wilayah II. Kemantapan jalan Provinsi Jabar di wilayah Kabupaten dan Kota Sukabumi adalah 78%. 

Secara keseluruhan panjang jalan yang dikelola Provinsi Jawa Barat adalah 2.360,58 kilometer. Jalan yang tersebar di 27 kabupaten/kota se-Jabar itu pengelolaannya dibagi ke dalam enam UPTD DBMPR. Masing-masing UPTD tersebut mengelola jumlah ruas dan panjang jalan yang berbeda-beda. 

Secara keseluruhan, hingga akhir 2022, kondisi jalan milik Provinsi Jabar masih banyak yang tidak mantap. Lebih dari 20% jalan di Bumi Parahyangan ternyata tergolong rusak berat dan rusak sedang.

Target kemantapan jalan secara nasional pada 2022 adalah 91,81%. Target Kemantapan jalan nasional pada tahun 2023 naik menjadi 93,57 persen. Adapun target Provinsi Jabar sebagaimana tertera dalam Perda Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023 adalah 83,84 persen pada tahun 2023. Pada tahun 2022 kemantapan jalan provinsi mencapai 82,79 persen. Oleh karena itu, sejumlah upaya pun dilakukan Pemprov Jabar melalui Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Jabar, di antaranya meningkatkan jalan provinsi dan memperbaiki jembatan.

Berbagai upaya memang dilakukan, tetapi tetap dengan ketebatasan anggaran yang ada. Pada tahun 2023 dilakukan pemeliharaan rutin jalan dan jembatan. Sudah disepakati pada tahun 2023 ada 69 paket penanganan untuk jalan dengan panjang total 355,587 km. Paket pekerjaan tersebut meliputi pekerjaan pemeliharaan berkala sepanjang 352,47 km, rekonstruksi jalan sepanjang 3,117 km, rehabilitasi jalan 0,063 km, pembangunan jembatan 0,14 km, dan penggantian jembatan 0,038 km.

Dengan target seperti itu, dapat dipastikan bahwa target kemantapan jalan Provinsi Jabar pada akhir tahun 2023 juga tidak tercapai. Berarti, ada pekerjaan rumah yang begitu besar bagi DBMPR Provinsi Jabar untuk beberapa tahun ke depan.

Jalan provinsi Jabar mengalami penurunan kualitas. Hal ini tentu berkaitan dengan alokasi anggaran, baik untuk rekonstruksi, peningkatan, maupun pemeliharaan jalan.  Padahal, pada tahun 2019 kemantapan jalan provinsi di Jawa Barat mencapai 91,903%. Tahun 2020-2021 memang anggarannya pun menurun drastis akibat refocusing dan realokasi anggaran sebagai kebijakan untuk lebih meprioritaskan penanggulangan covid-19. 

Selain menangani jalan, ada pekerjaan lain yang menjadi tugas pokok dan fungsi DBMPR, yakni urusan penataan ruang, dan masalah jasa konstruksi. Namun, hal yang harus ditangani yang sangat erat kaitannya dengan jalan adalah penanganan jembatan. 

Jumlah jembatan di Provinsi Jabar sangatlah banyak. Secara total jumlahnya mencapai 1.295 buah dengan total panjang 16.485,9 km. Sayangnya, dari jembatan sebanyak itu, tidak sedikit pula jembatan yang umur pembuatannya sudah di atas 30-40 tahun. Mengingat kondisi tersebut, berarti tidak ringan pula tugas DBMPR. 

Di UPTD Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Wilayah Jalan II (Kabupaten dan Kota Sukabumi), misalnya, ada 152 jembatan. Dari jumlah sebanyak itu, yang mampu dirawat hanya 10 saja. Ini dikarenakan anggaran yang terbatas. Konsekwensinya bisa ditebak, banyak jembatan yang kurang terawat.

Contoh jalan yang terbengkalai di UPTD DBMPR Wilayah II ialah ruas Simpang Loji-Waluran. Pekerjaan terakhir di ruas ini dilakukan pada 2016. Artinya, jalan tersebut sudah bertahun-tahun "tak tersentuh". Tidak aneh jika hingga kini jembatan yang strategis itu kondisinya lumayan parah. Lubang tampak di sana-sini. Dengan kondisi demikian, para pengguna harus ekstra hati-hati dalam memilih lintasan yang akan dilalui. 

Celakanya, memilih lintasan jalan menjadi sangat tidak mudah dilakukan ketika musim hujan. Mengapa? Jalan yang dipenuhi air hujan akan membuat para pengguna jalan lebih sulit memilih jalur lintasan. Hal ini dikarenakan jalan yang berlubang tidak terlalu tampak jelas. Akhirnya, ada saja yang terjebak ke dalam lubang. Satu-dua kecelakaan pun tak terelakkan. Jika hal ini dibiarkan berlama-lama, peluang terjadinya kecelakaan pun menjadi semakin sering.

Ada hal lain yang menarik. UPTD Wilayah II mengurus jalan provinsi sepanjang 347,47 kilometer. Dari jalan sepanjang itu masih ada pula jalan yang lebarnya hanya 3,5 meter. Padahal, standar lebar jalan provinsi adalah minimal 6 meter. 

Ruas jalan di UPTD Wilayah II pun butuh rekonstruksi. Tahun 2022 saja hanya dilakukan rekonstruksi sepanjang 15 km. Dengan berbagai keterbatasan yang ada, tidak aneh jika  kemantapan jalan UPTD Wilayah II DBMPR adalah 78%. Dengan kondisi seperti itu berarti ada 22% yang kurang mantap.

Secara keseluruhan, khusus terkait jalan, ada pekerjaan rumah yang cukup besar untuk DBMPR Provinsi Jabar. Dengan sekitar 73% jalan yang umur teknis rencananya sudah habis, berarti ada sekitar 1.500 km jalan yang harus direkonstruksi. Ini jelas sebuah pekerjaan besar yang dapat dipastikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Mengingat keterbatasan kemampuan keuangan yang ada, praktis penanganan jalan di Jawa Barat harus dilakukan secara bertahap. Misalnya, kondisi sekarang dijadikan titik nol. Lalu, target penyelesaiannya disusun menjadi 10 tahun.

Artinya, dibutuhkan dukungan anggaran untuk merekonstruksi jalan sekitar 150 km per tahun. Dengan asumsi kebutuhan biaya Rp 10 miliar per kilometer saja, berarti dibutuhkan biaya sekitar Rp 1,5 triliun per tahun. 

Itu hanya untuk rekonstruksi 10% jalan yang umur teknisnya sudah habis. Padahal, jalan lainnya pun butuh biaya pemeliharaan rutin. Jadi, memang dibutuhkan anggaran yang cukup besar jika jalan-jalan di Jabar tidak ingin lebih "ambyar".

Kondisi jalan provinsi seperti itu memang tidak dapat dibiarkan terlalu lama. Dibutuhkan perencanaan penanggulangan secara holistis dan terintegrasi. Dibutuhkan dukungan anggaran yang realistis dalam APBD Provinsi Jabar. 

Mudah-mudahan perekonomian Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Barat, terus membaik dan meningkat pada tahun 2023. Dengan demikian, APBD Provinsi Jabar pun meningkat dan alokasi anggaran untuk perbaikan infrastruktur bisa terpenuhi.

Jika APBD Provinsi Jabar tidak mungkin meng-cover kebutuhan tersebut secara keseluruhan, Pemprov Jabar harus meminta bantuan ke Pemerintah Pusat. Slotnya pasti ada. Itulah Dana Alokasi Khusus (DAK). Melalui para anggota DPR RI yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Barat rasanya hal itu masih bisa ditanggulangi. Seberapa kuat lobi sudah dilakukan? Itu salah satu masalahnya.

Memang tidak mungkin rekonstruksi jalan sepanjang sekitar 1.500 km dilakukan dalam satu tahun anggaran. Namun, setidaknya hal itu bisa dilakukan dalam 5-10 tahun anggaran. Dengan demikian, dukungan anggarannya pun lebih logis dan realistis. Satu hal yang pasti: jangan menunggu bom waktu.

Itulah salah satu pekerjaan rumah untuk Gubernur Jabar beserta Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang. Tentu Gubernur dan Kadis BMPR tidak sendiri. Jika berkaitan dengan alokasi anggaran, dia harus membicarakan hal itu dengan DPRD Provinsi Jabar. Penanganan jalan juga semestinya bisa dilakukan melalui kolaborasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah kota/kabupaten se-Jabar, termasuk para pengusaha di Jabar.

Sayangnya, ada satu kata yang tampaknya memang masih sangat sulit dilakukan: *kolaborasi*.

9 Mar 2024

Projo Ganjar peduli warga terdampak banjir

INDOMEDIANEWS -  Bencana banjir yang menimpa warga Masyarakat Ciledug wetan, blok labuan, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, mendapat perhatian dari Projo Pusat dan Projo Ganjar Kabupaten Cirebon.
Kepedulian projo direalisasikan dengan memberikan bantuan sembako kepada warga terdampak banjir.
Hal tersebut dituturkan ketua Projo, Kabupaten Cirebon, Jaenudin, saat memberikan bantuan, Sabtu, 09/03/2024.

"Kami dari Projo Pusat dan Projo Kabupaten Cirebon, sangat peduli terhadap warga Masyarakat yang saat ini terkena musibah banjir, bantuan berupa sembako yang kami berikan diharapkan mampu meringankan beban mereka, memang nilainya tidak seberapa dibandingkan dengan penderitaan yang dirasakan warga saat ini, namun inilah bentuk kepedulian kami terhadap siapapun yang terkena musibah, semoga warga diberikan kesabaran dan tetap semangat dalam menjalani kehidupan"tuturnya.

Lebih lanjut Jaenudin menjelaskan, bahwa apa yang diberikan kepada warga masyarakat berdasarkan kepedulian dari hasil kebersamaan kami keluarga Perojo.

"Kami sangat berterimakasih kepada seluruh keluarga besar Projo, termasuk para pihak yang telah bersama-sama memberikan bantuan dan perhatian kepada warga Masyarakat Ciledug wetan, khususnya yang ada di blok labuan, dengan gerakan bansos yang kami lakukan semoga dapat bermanfaat dan diikuti oleh pihak lainnya, sekali lagi kami sampaikan turut berduka bagi seluruh Maayarakat yang saat ini tengah dicoba oleh Allah SWT, tetap semangat dan jangan putus asa, kami akan selalu ada untuk berupaya peduli demi kebersamaan" pungkasnya. (1c)

8 Mar 2024

KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH


Oleh
DADDY ROHANADY
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat


Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2012.  Artinya, perda tersebut disahkan pada masa Provinsi Jawa Barat dipimpin oleh Gubernur Ahmad Heryawan.
Perda tersebut dilahirkan dengan spirit untuk menjaga ketahanan pangan daerah di Provinsi Jabar. Sebagaimana diketahui, Jabar merupakan lumbung padi nasional. Artinya, Jabar berkontribusi untuk ketersediaan stok beras secara nasional. Sempat ada masanya lumbung padi nasional di Jabar yang paling utama adalah Kabupaten Karawang. Sekarang posisinya sudah bergeser ke Kabupaten Indramayu. Bahkan, Kabupaten Cirebon juga tetap memberikan kontribusinya dalam memasok beras.
Jika dilihat secara lebih detil, itu menunjukkan pergeseran. Mengapa atau bagaimana hal itu bisa terjadi? Salah satu masalah klasiknya adalah alih fungsi lahan. Betapa tidak, dengan adanya jalan tol dan perkembangan industri, alih fungsi lahan tidak bisa lagi dihindari. Salah satu yang terkena dampak itu adalah Kabupaten Karawang. Akibatnya, luas lahan yang digunakan untuk kawasan pertanian pun kian tergerus. 
Lahan sawah yang biasanya digunakan untuk bertanam padi pun kini sudah banyak yang berubah menjadi perumahan. Bahkan, ada beberapa bagian yang lantas berubah menjadi kawasan pabrik. Hal itu pasti berkonsekwensi logis pada turunnya jumlah produksi beras. Di sisi lain, Kabupaten Indramayu dan wilayah lainnnya pun pasti ada alih fungsi lahan. Hanya saja, luasnya lebih sedikit.
Jika kondisi ini terus-menerus dibiarkan, tidak mustahil ada masanya ketika semua wilayah itu akan berkurang kontribusi produksi berasnya. Tentu saja hal itu tidak bisa dibiarkan. Apalagi jika melihat perkembangan jumlah penduduk yang justru terus-menerus tidak pernah bisa dikurangi. Itu semua harus dijadikan bagian dari pertimbangan dalam menyusun program perencanaan pembangunan Provinsi Jabar. 
Rencana pembangunan Provinsi Jabar salah satunya dituangkan dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2022-2042. Memang kedua perda tersebut pun harus direvisi mengingat akan direvisinya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJPN). RPJPD di semua provinsi haruslah mempedomani RPJPN. Dengan demikian, harus dilakukan revisi terhadap semua RPJPD di seluruh provinsi.
Jawa Barat secara serius mengatur kemandirian pangan daerah. Regulasi yang mengatur kemandirian pangan di daerah Provinsi Jawa Barat adalah Perda Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan Daerah.  Adapun Bab-Bab yang diatur dalam Perda tersebut adalah Ketentun Umum, Kewenangan, Perencanaan Kemandirian Pangan Daerah, Penyelenggaraan Kemandirian Pangan Daerah; Sarana dan Prasarana, Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian, Pembiayaan, Ketentuan Penutup. Dari judul-judul bab yang ada di dalam perda tersebut, tampak jelas bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat sangat serius memperhatikan masalah kemandirian pangan daerah Provinsi Jawa Barat.
Terkait ketersediaan pangan, hal itu juga menjadi perhatian serius dalam Perda RTRW. Jika menilik apa yang dituangkan dalam Perta RTRW Provinsi Jabar, jumlah penduduk Jabar pada tahun 2042 diperkirakan sekitar 61 juta jiwa. Untuk itu, diperlukan ketersediaan pangan yang memadai agar stok pangannya mencukupi. RTRW harus mengatur hal itu karena akan berkaitan dengan lahan yang digunakan untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang mencukupi. Maka, ditetapkanlah angka luasan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). 
Untuk mewujudkan kemdirian pangan daerah diperlukan kerja sama lintas sektor. Artinya, pekerjaan seperti itu tidak mungkin hanya digarap hanya oleh satu atau dua organisasi perangkat daerah. Pekerjaan besar itu pun tidak bisa hanya ditangani oleh pemerintah Provinsi Jabar sendiri. Dibutuhkan sinergitas dengan berbagai pihak, baik pemeritah kota/kabupaten, pemerintah pusat, maupun para pemangku kepentingan lainnya, semisal perusahaan swasta.
Pada tataran implementasinya di lapangan, kemandirian pangan daerah harus pula ditunjang dengan infrastruktur pendukung yang memadai. Misalnya, saluran irigasi teknis yang mencukupi untuk seluruh luasan daerah irigasi yang ada. Jika hal ini tidak ada, rasanya agak mustahil sebuah wilayah akan memiliki kemandirian pangan.
Selain itu, ada hal yang tak kalah penting untuk mewujudkan kepandirian pangan daerah. Inovasi sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu wilayah guna meningkatkan produksi pangan. Dulu orang lebih mengenal konsep intensifikasi dan ekstensifikasi.
Salah satu penunjang keberhasilan dalam hal ini adalah inovasi. Inovasi jangan ditafsirkan secara sempit karena bisa dilakukan di berbagai tahap. Misalnya, pemilihan bibit unggul. Dengan jumlah bibit yang sama, jika menggunakan bibit unggul akan menghasilkan produksi yang lebih banyak dan kualitasnya lebih baik. Bisa juga digabungkan dengan pemanfaatan keterbatasan lahan yang tersedia. 
Kini bertanam padi tidak melulu hanya harus memanfaatkan sawah berhektar-hektar. Dengan mengoptimalkan lahan yang ada, sekali lagi tidak mesti sawah, tetap bisa dihasilkan beberapa jenis tanaman pangan. Tentu saja salah satunya karena inovasi dengan memanfaatkan bibit unggul.
Persoalan lain yang dihadapi saat ini adalah kurangnya minat menjadi petani. Lihatlah rata-rata usia petani kita. Mereka rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Lalu bagaimana keberlanjutan pertanian kita? Oleh karena itu, Jabar pada era Gubernur Ridwan Kamil pernah berusaha mencetak petani milenial. Namun program tersebut pun belum nyata benar hasilnya.
Berbagai persoalan memang menyelimuti dunia pertanian kita. Tidak aneh jika musim tanam (MT) kita masih kurang baik-baik saja. Masih sangat sedikit wilayah Jabar yang memiliki MT dua koma lima atau lebih. Hal itu pasti akan sangat berpengaruh pula pada nilai tukar petani (NTP). Sepanjang NTP masih rendah, rasanya sangat sulit menarik minat generasi muda menjadi petani.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kebijakan terkait pupuk. Petani kerap kali mengeluhkan soal pupuk. Di beberapa wilayah petani mengeluhkan sulit memperoleh pupuk. Selain harganya mahal, pupuk kita lebih sering sulit ditemukan. Jadi, selain mahal, langka pula. Padahal, ada salah satu pabrik pupuk yang lokasinya di Jawa Barat. 
Masihkan Jawa Barat bisa menjadi lumbung padi nasional?

Ultah SMSI ke 7 " berbagi di SLBN Kabupaten Cirebon"

INDOMEDIANEWS - Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ke-7, Serikat Media Siber Indonesia Kabupaten Cirebon. Menggelar bakti sosial ke SLBN Kabupaten Cirebon yang berlokasi di Desa  Sindang Laut, Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Jum'at 08/3/2024.

Baksos tersebut, merupakan agenda rutin setiap tahun sebagai bentuk kepedulian sosial dari organisasi SMSI kepada masyarakat dari berbagai elemem yang dirasa memang berhak untuk menerimanya.

Acara yang berlangaung di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kabupaten Cirebon disambut gembira oleh para pendidik, bersama humas, siswa, staf serta ratusan siswa di halaman sekolah setempat. 

Untuk di ketahui, SMSI berdiri pada 7 Maret 2017 dan saat ini tepatnya pada Kamis 7 Maret 2024, berusia 7 tahun. SMSI merupakan organisasi perusahaan pers yang menjadi konstituen Dewan Pers.

Tidak hanya itu, SMSI saat ini memiliki lebih dari 2300 media online yang tergabung. SMSI juga dinobatkan sebagai organisasi perusahaan pers terbesar di dunia, yang ditandai dengan pemberian Rekor MURI. 

Usai pemberian santunan, Ketua SMSI Kabupaten Cirebon Toto M Said mengatakan, dalam memperingati HUT SMSI ke-7, dirinya melaksanakan bakti sosial dengan memberikan sembako ke SLBN dan santunan anak yatim.

“ Alhamdulillah kami melaksanakan pesan Sunan Gunung Jati Ingsun Titip Tajug dan Fakir Miskin dan baksos ini berjalan sukses dengan support dari instansi pemerintah dan swasta mitra SMSI, semoga sembako ini bermanfaat,” tuturnya.

Hal senada di ungkapkan kepala sekolah SLBN Kabupaten Cirebon Euis di dampingi humas, dirinya mengucapkan terimakasih kepada jurnalis yang tergabung di SMSI organisasi yang peduli terhadap siswa yang sekolah di SLBN.

" Saya sangat mengapresiasi kegiatan baksos yang dilakukan SMSI Kabupaten Cirebon, semoga hal tersebut bisa menjadi inspirasi bagi pihak lainnya, apa yang dilakukan SMSI sangat berkesan dan berarti bagi kami" tuturnya. (1c)

3 Mar 2024

jalan rusak sepanjang karangasem-karangwareng " Bak Kubangan kerbau"

INDOMEDIANEWS - Jalan utama penghubung antara desa karangasem dan karangwareng, kecamatan karangwareng, Kabupaten Cirebon, terkesan dibiarkan rusak tanpa ada perhatian dari Dinas terkait.
Kerusakan jalan yang sudah lama tanpa adanya perbaikan, sangat disesalkan beberapa Masyarakat dan pengguna jalan yang melintas setiap hari dengan kecemasan karena khawatir akan terjatuh.
Kekesalan warga disampaikan kepada IM karena sudah lama jalan tersebut dibiarkan rusak dengan kedalaman hingga mencapai 25 cm lebih.

"Kami sangat menyayangkan tidak adanya perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki jalan sepanjang karangasem-karangwareng, ini sangat membahayakan pengguna jalan, dan hampir setiap hari ada saja yang jatuh karena menghindari jalan berlobang, apalagi jika musim hujan semakin membuat kami kesal, ini dikarenakan jalan yang berlubang tersebut tertutup oleh genangan air bagai kubangan kerbau" ujar Budi, warga Karangwareng, minggu, 03/03/2024.

Senada hal tersebut disampaikan Rudi, warga karangasem yang merasa was-was setiap melintasi jalan tersebut.

"Kami setiap hari harus menghantarkan anak sekolah, dan satu-satunya jalan yang harus dilintasi ya jalan ini, aneh juga kang, kenapa jalan utama ini seakan dibiarkan rusak dan tanpa perhatian dari pemerintah, sementara kami Masyarakat diwajibkan membayar pajak, sementara kenyamanan dan keselamatan dalam berlalu lintas diabaikan, apa harus ada yang celaka setiap hari atau memang sengaja dibiarkan, harapan kami sebagai warga Masyarakat agar jalan utama yang setiap hari selalu dilintasi oleh berbagai kendaraan segera diperbaiki supaya tidak ada lagi warga yang menjadi korban" tuturnya. (1c)

2 Mar 2024

Rumah Janda Tua Roboh Diterjang Hujan Angin " mengharap perhatian pemerintah"

INDOMEDIANEWS - Sebuah rumah bilik, milik janda tua warga RT 003 RW 004 Dusun 01 Desa Ciawiasih roboh pasca diterjang hujan lebat disertai angin kencang pada Jum'at 01/03/2024 kemarin. 
Entin (60) janda tua pemilik rumah yang sudah lapuk tersebut tinggal bersama kedua putrinya berpuluh tahun lamanya, bahkan konon sejak tahun 2019 lalu berkali kali di ajukan dalam program Rutilahu atau bedah rumah namun tidak  kunjung mendapatkan bantuan. Saat ini,  janda tua yang bertahan hidup dan berpenghasilan dari berjualan kelontongan di depan rumahnya itu harus mengungsi sementara menempati rumah kosong milik kerabatnya. Kronologi robohnya rumah janda tua ini pasalnya bermula pada saat turun hujan lebat pada Jum'at sore terdengar suara patahan pada bagian atap rumah, sehari berikutnya (hari ini,red) Sabtu (3/3) sekitar pukul 10.00 wib kondisinya semakin memburuk hingga terjadi roboh seperti saat ini.

Entin di dampingi putrinya, Eem Suhermi (47) yang juga merupakan seorang janda mengakui jika pernah ada dari pihak yayasan maupun pemerintahan yang datang berkunjung untuk melihat kondisi rumahnya. Namun lagi - lagi tidak ada satu pun kabar kelanjutan untuk realisasi kondisi rumahnya yang sudah berusia 102 tahun tersebut. Entin pun kini pasrah dengan kondisi yang di alaminya, tentu dirinya sangat berharap adanya perhatian khusus dari pemerintah atau pihak terkait untuk kondisi keluarganya saat ini. 

“Dari yayasan dan pemerintahan pernah ada yang datang tapi tidak ada kabar kelanjutannya, pengajuan juga sudah berkali kali sejak 2019 lalu tapi tetap tidak pernah mendapatkan bantuan,“ tuturnya dengan raut wajah sedih dan penuh harap. ( 1c )

1 Mar 2024

Puluhan Rumah terendam banjir akibat hujan deras

INDOMEDIANEWS -Hujan lebat disertai angin kencang mengguyur wilayah timur Kabupaten Cirebon khususnya wilayah Kecamatan Lemahabang sejak sekitar Pukul 14.00 wib.
tingginya curah hujan di bagian selatan (hulu) serta minimnya sarana irigasi saluran disepanjang jalan raya mengakibatkan ratusan rumah terendam dan sejumlah titik jalan raya dipenjuru wilayah Kecamatan Lemahabang terdampak banjir. 
Ratusan rumah terendam banjir yang tersebar di Kecamatan Lemahabang diantaranya berada di Blok Kibaruja Pradenan dan BTN Pesona Sindanglaut Desa Cipeujeuh Wetan, Blok Pulo Undrus Desa Tuk Karangsuwung, Desa Sigong dan Desa Lemahabang. 
Sedangkan disepanjang Jalan Raya Dongkol - Cipeujeuh Wetan dan Jalan Raya Sigong turut terdampak luapan banjir akibat derasnya kiriman air dari wilayah selatan (hulu).

Dalam keterangannya, Sekretaris Desa Cipeujeuh Wetan, Aad mengatakan, hampir sekitar 30 rumah di desanya terendam banjir akibat luapan air dari Sungai Ciputih. Menurutnya, persoalan luapan air banjir sungai ciputih sendiri tetap masih seperti yang dulu akibat pengaruh dari proyek double track rel kereta api. Dimana kondisi sungai semakin mengecil dibagian bawah lintasan kereta api, sehingga tingginya intensitas arus air yang besar tidak dapat tertampung dan kembali berbalik. 

“Ada sekitar 30 rumah warga terendam dan sekarang hujan kembali turun. Saat ini juga kami pemerintahan desa bersama jajaran Koramil Lemahabang dan Polsek Lemahabang tengah terus Siaga dilokasi,“ terangnya.

Ditempat terpisah, Danramil 0620-10/Lemahabang, Kapten Chb Agung Prayogo memastikan jajaran anggotanya untuk terus Siaga dan stay dilokasi banjir membantu warga masyarakat dan pemerintah desa. Terlebih hujan saat ini masih terus berlanjut. Berdasarkan hasil monitornya, beberapa titik yang terdampak banjir diantaranya terdapat Desa Tuk Karangsuwung, Desa Lemahabang, Desa Cipeujeuh Wetan dan Desa Sigong. Sedangkan jalan raya Dongkol hingga Cipeujeuh Wetan dan Jalan raya Sigong turut terdampak derasnya arus air kiriman dari hulu selatan. 

“Kita masih stay, kita pastikan semua anggota sudah tersebar di titik penjuru terdampak banjir di wilayah Kecamatan Lemahabang,“ tuturnya

Hingga berita ini diturunkan hujan sejak Pukul 14.00 wib sampai Pukul 19.00 wib masih terus berlanjut ditengah dampak banjir yang terjadi di sejumlah titik yang tersebar di wilayah Kecamatan Lemahabang.
Diharapkan kewaspadaan warga tetap terjaga, khususnya dalam mengantisipasi sesuatu yang tidak diharapkan , baik menjaga harta benda juga keselamatan bersama. (1c)

Bantah adanya pungli " karena tidak ada BOP" dari pihak Pos

INDOMEDIANEWS - Kuwu Desa Winduhaji, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Ika Nurhanika membantah adanya pungli dalam program CPP ( Bantuan Cadangan Pangan Pemerintah ) berupa beras sebanyak 10 Kg per KPM ( Keluarga Penerima manfaat )

Ditemui diruang kerjanya, Ika menjelaskan bahwa tidak benar ada pungutan bagi penerima bantuan.

"Seharusnya beras tersebut dibagikan di Kantor Pos, namun karena berbagai pertimbangan yang salah satunya adalah jarak dari desa ke kantor pos terlalu jauh maka kami bersedia membantu pihak pos untuk menyalurkannya di Kantor Desa, terkait adanya informasi bahwa kami meminta uang kepada setiap penerima beras sebesar Rp. 3000, memang benar, namun kami kira itu bukan pungli, karena selain hasil kesepakatan para warga penerima, juga karena tidak adanya anggaran untuk biaya operasional" tuturnya, Jum'at 1/03/2024.

Lebih lanjut Ika menuturkan, bahwa pihaknya telah menyampaikan kepada warga untuk mengambil beras di Kantor pos, namun para warga memintanya tetap di Desa.

"Mungkin keinginan warga tetap mengambil beras di Desa, karena selain jaraknya yang jauh pasti akan mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, oleh karenanya warga sepakat memberikan uang sebesar Rp.3000 sebagai sekedar untuk membeli es atau membantu kinerja Puskesos yang telah bekerja demi warga, karena menurut hemat kami, kinerja puskesos untuk membantu warga untuk menerima bantuan sudah sangat maksimal, ini terbukti dari awal penerima sebanyak 300 KPM saat ini sudah mencapai 750 KPM, jadi saya kira sesuatu yang wajar jika warga memberi bantuan, memang kami paham dan warga pun paham, bahwa beras tersebut gratis karena program dari Pemerintah, namun kita juga harus paham, para pekerja dalam hal ini pusksos harus bekerja dari mulai pendataan, membagikan undangan hingga pendistribusian beras bagi seluruh KPM, mereka ( Puskesos- red ) butuh makan, minum dan lain-lain, sementara biaya operasinal dari pihak Kantor Pos tidak ada, inilah yang membuat kami mengambil kebijakan dengan jalan Musyawarah hingga disepakati tiap KPM memberikan bantuan sebesar Rp.3000, kami kira ini sangat wajar" jelasnya.

Sementara salah seorang warga penerima bansos menuturkan pihaknya tidak keberatan mengeluarkan uang sebesar Rp.3000.

"Kami kira itu sangat wajar, dan kami ikhlas mengeluarkannya, daripada kami harus mengambilnya di kantor pos, sedangkan tidak sedikit para penerima bansos yang usianya sudah sangat renta, kasihan kalau harus ke kentor pos, takut terjadi kecelakaan di jalan, selain jauh juga jalannya kan banyak yang rusak mas " jelasnya dan meminta namanya jangan dipublikasikan ( 1c)

Kominfo Jalin Kerjasama Peningkatan Literasi Digital dengan PCNU Kabupaten Cirebon

INDOMEDIANEWS - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menandatangani perjanjian kerjasama dengan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon dan 8 perguruan tinggi Nahdlatul Ulama.

Penandatanganan kerjasama tersebut, terkait dengan peningkatan gerakan literasi digital, di peruguruan tinggi NU, yang berada dalam naungan Lembaga Pendidikan Tinggi (LPT) PCNU Kabupaten Cirebon.

Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo, Slamet Santoso mengatakan, penandatangan kerja sama dengan PCNU Kabupaten Cirebon merupakan hal yang penting. Pasalnya, kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari PBNU.

"Ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan dengan Pak Menteri dengan Ketua Umum PBNU," kata Slamet, Kamis 29 Februari 2024.

Slamet menuturkan, bahwa dukungan dari kalangan NU memang sangat penting, terutama untuk kalangan pesantren dan lainnya. Karena menurut Slamet, untuk meliterasi digital masyarakat di Indonesia, tidak bisa dilakukan oleh Kominfo sendirian.

" Karena memang begitu banyak yang perlu kita lakukan, terkait meningkatkan kapasitas literasi digital seluruh masyarakat Indonesia," ujar Slamet, Kamis 29 Februari 2024.

Lebih lanjut, Slamet menyampaikan bahwa penandatanganan dengan PCNU menjadi sebuah momentum penting. Sebab dengan terjalinnya kolaborasi tersebut, pihaknya berharap akan ada santri dan mahasiswa yang menjadi penggerak digital.

"Sehingga kader digital nantinya bersama dengan Kominfo bisa memberikan edukasi digital kepada masyarakat, yakni terkait 4 pilar literasi digital, di antaranya Kecakapan Digital (Digital Skill), Etika Digital (Digital Ethics), Keamanan Digital (Digital Safety), dan Budaya Digital (Digital Culture)," jelas Slamet.

Harapannya, kata Slamet, masyarakat di Cirebon, terutama santri atau mahasiswanya bisa menjadi fasilitator untuk meneruskan materi 4 pilar literasi digital tersebut.

"Sehingga nantinya ruang digital itu kita penuhi dengan konten yang positif. Dan komitmen ini bisa terus digerakkan sampai tahun-tahun berikutnya," kata dia.

Komitmen terkait literasi digital harus terus digaungkan. Pasalnya, Indonesia menjadi negara paling tidak sopan di ruang digital.

"Masyarakat Indonesia masih banyak yang mengakses pornografi, judi online, dan lain sebagainya," ujar Slamet.

Slamet berharap, ke depannya ada banyak mahasiswa dari PTNU yang menjadi perwakilan duta digital yang bisa menyampaikan bagaimana menggunakan ruang digital menjadi lebih baik.

"Oleh karena itu, Kominfo mengapresiasi PCNU Kabupaten Cirebon yang dinahkodai KH Aziz Hakim Syaerozie. Mudah-mudahan apa yang kita dilakukan dapat dihitung sebagai ibadah kita semua dan menjadi ladang pahala, dan tentunya bisa bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya Cirebon," tandasnya

Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie menyampaikan terima kasih atas komitmen Kominfo yang bersedia melakukan kerja sama dengan PCNU.

Menurut Aziz, pihaknya menyambut baik kerjasama yang dijalin saat ini, karena program literasi digital, juga merupakan program yang nasional yang perlu didukung oleh NU.

" Tentu kami menyambut dengan baik, sebab memang literasi digital ini menjadi problem tersendiri khususnya di warga NU," ujar Kiai Aziz.

Menurutnya, di level menengah saja, literasi digital di kalangan NU masih kurang. Meskipun belakangan ini di kalangan NU sudah berikhtiar agar aspek digital bisa menjadi kebutuhan di warga Nahdliyin.

Sehingga menurut Aziz, dengan adanya gerakan literasi digital Kominfo yang diselenggarakan disejumlah perguruan tinggi NU tersebut, bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

"Saya kira ini merupakan kesempatan NU untuk menjawab tantangan literasi digital, ," ujar Aziz.

Aziz juga berharap kepada Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU), yang sudah melakukan kerjasama saat ini, bisa memaksimalkan program tersebut dengan maksimal.

Sehingga nantinya diharapkan, mahasiswa maupun civitas akademika di PTNU mampu memahami literasi digital di masa datang.

"Diharapkan nanti LPTNU bisa mendistribusikan kader digital. Bahkan syukur-syukur misi literasi digital ini massif di PTNU," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua LPTNU Kabupaten Cirebon, Ahmad Sururi menambahkan, bahwa kerjasama yang dijalin oleh PCNU Kabupaten Cirebon dan 8 Perguruan Tinggi NU, merupakan momentum yang sangat baik, untuk pencapaian perguruan tinggi dalam cakap berdigital..

Sehingga menurut Sururi, pihaknya akan terus berkomitmen, untuk meningkatkan kapastian perguruan tinggi NU di Kabupaten Cirebon, dalam hal literasi digital.

" Semoga dengan perjanjian kerjasama ini, mendorong perguruan tinggi NU di Kabupaten Cirebon makin cakap digital," ujar Sururi. (1c)