Desa karang Wareng dahulunya merupakan sebuah padukuhan yang disebut Buletan Harja yang dibangun sekitar abad ke – 15 oleh dua orang Jawara yang sangat terkenal kesaktiannya. Disebut Karangwareng oleh karena disini terdapat pohon wareng. Kedua orang jawara itu adalah :
1. Pangeran Cakrabuana dibantu oleh Buyut Gawul, Buyut Dingkul, Buyut Walang, dan Buyut Weling yang sampai sekarang makamnya masih terawat diwilayah Desa Karangwareng.
2 Tamiyang Sono makamnya disebelah barat masjid Desa. Pada awal perkembangannya, daerah Karangwareng berada dibawah kekuasaan Pangeran Pangembangan (Pangeran Sutajaya Upas), dimana penduduk Karangwareng setiap tahun diharuskan membayar upeti berbagai macam kebutuhan seperti beras dan hewan peliharaan. Untuk menjalankan roda pemerintahan, Pangeran Sutajaya menunjuk Ki Buyut Ngabei sebagai Kuwu pertama yang terkenal kemana-mana karena kesaktian dan kejatanannya berkat ajimat dari Pangeran Sutajaya Upas. (Makam Ki Buyut Ngabei hingga kini masih ada, terletak disebelah timur lapangan bola Desa Karangwareng – Blok asem).
Ki Buyut Ngabei, mempunyai kaki tangan (pasukan) yang bernama Pasukan Gelap, Pasukan tersebut terdiri dari Ki Buyut Ngadinah, Buyut Cengklok dan Buyut Garana yang tugasnya untuk menjaga keselamatan desa dan rakyatnya. Jika ada tetamu yang datang ke Desa Karangwareng dengan iktikad tidak baik, bertindak sewenang-wenang dan melanggar adat istiadat, maka pasti akan berhadapan langsung dengan kaki tangan Ki Buyut Ngabei. Sebaliknya, apabila tetamu datang dan berdiam di Desa Karangwareng dengan tunduk dan taat terhadap adat istiadat desa, dipastikan tetamu ini mendapatkan kemuliaan serta memperoleh penghargaan dari seluruh penduduk desa.
Disebagian rakyat Karangwareng berkembang kepercayaan bahwa setiap bayi laki-laki maupun perempuan dilarang memakai gelang kerencengan di kakinya. Juga dilarang memakai cecentul di atas rambut atau ubun-ubun, sebab dahulu ketika keruhun Karangwareng mengetahui akan terjangkit suatu wabah penyakit atau akan mendapatkan kebahagiaan dan kemakmuran, maka para keruhun tersebut mengelilingi wilayah Desa Karangwareng waktu tengah malam(Biasanya pada malam jum’at kliwon), serta memakai kerencengan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diharapakan.
Disebelah barat alun-alun Desa karangawareng dahulu ada pagubangan badak dan goa siparung anjing. Rakyat yang suka prihatin dan percaya pada keramat sesepuh desa, meyakini bahwa pada waktu sepi ditempat itu akan muncul binatang seperti badak.
Sebelum tentara Belanda datang, goa tersebut masih terdapat lobangnya. Kemudian tentara belanda membuat barak tempat makanan kuda di alun-alun dimana kotorannya dibuang ke sembarang sehingga menutup lobang goa. Akibatnya kuda-kuda kompeni yang banyak itu semuanya mati, karena kompeni tidak menghargai tempat keruhun tersebut yang dipercaya dijaga oleh Pangeran Sukmaningrat, tangan kanan (orang kepercayaan) Pangeran Sutajaya Upas dan Pangeran Cakrabuana. Selain itu, ketika masih ada pohon asam dan beringin yang besar di tengah alun-alun, pada malam Jum’at Kliwon atau pada malam yang baik, suka terlihat oleh orang yang sedang tirakat/prihatin ada cahaya yang menyala seperti patromak.
Sekarang ini di tengah alun-alun Desa Karangwareng berdiri tegak sebuah pohon beringin setengah besar. Konon ditempat tersebut masih ada yang menunggunya yaitu keruhun desa.
Adat Desa yang masih berlaku :
1. Setiap tahun jika akan membuka tanah/sedekah bumi atau mapag sri dan akan panen diadakan selamatan atau syukuran di bali desa atau suka diadakan pagelaran wayang kulit.
2. Setelah panen padi juga diadakan selamatan/syukuran di balai desa.
3. Apabila da musibah yang menimpa warga desa seperti terserang wabah penyakit atau kesusahan lainnya, diadakan syukuran/doa tulak bala dengan membuat tumpeng di alun-alun balai desa/perapatan jalan yang disebut babarik.
Buyut ngabei hingga saat ini kerap dikunjungi para penziarah, hususnya pada malam jum'at, terlebih lagi saat menjelang pilwu (pemilihan Kuwu)
Keberadaan beberapa tempat keramat tersebut dibenarkan Kuwu Desa Karangwareng, Hj Eti Rustiati.
" Alhamdulillah, hingga saat kami selalu mengadakan syukuran Desa dalam setiap tahunnya, ini kami laksanakan sebagai upaya untuk tetap mempertahankan budaya kearifan lokal, tentunya diharapkan generasi muda tidak kehilangan sejarah yang begitu luhur" tuturnya.
Bahkan sebelumnya pihak Desa berencana akan melaksanakan pembangunan pagar atau kuta untuk beberapa makam keramat yang ada di Desa karangwareng, sayangnya hal tersebut belum dapat terealisasi akibat adanya corona.(1c)
0 $type={blogger}:
Posting Komentar