29 Apr 2022
Bupati dan Forkopimda Pantau Arus Mudik dan Bagikan Bantuan
27 Apr 2022
potensi wisata Sedong " perlu dukungan semua pihak "
jelang Lebaran " warga Wilulang terima BLT DD "
26 Apr 2022
Keluarga Besar Muhammadiyah Adakan Pengajian dan pembagian takjil
Pemkab tak respon " Pemdes Sampih dan Santri Pamijen perbaiki jalan"
25 Apr 2022
Dirjen Otda Minta Sinergitas Pusat dan Daerah Terbangun
Banyak Tempat Wisata di Lemahabang "Terkendala Lahan"
keramat Buyut Ngabei " bukti sejarah Desa Karangwareng"
24 Apr 2022
Hadiri BUBOS Jabar di Kuningan, Bupati Imron Minta Persaudaraan Dipererat
22 Apr 2022
KPU UNDANG PARPOL TADARUS AL QUR`AN
Hari Kartini " Wabup Minta Perempuan Tekan Angka Kekerasan Perempuan dan Anak "
LKPJ JABAR 2021:PRESTASI DI TENGAH KEMISKINAN EKSTREM?
20 Apr 2022
pemdes Japura lor " selaraskan Bansos dan Vaksinasi "
19 Apr 2022
Ki Buyut Mangun Tapa " senantiasa didatangi penziaroh"
Situs Ki Buyut Manguntapa, yang konon merupakan keturunan para wali yang menyebarkan agama Islam di tataran wilayah utara Gunung Ciremai. Juga terdapat air Kahuripan yang dikeramatkan dan dijaga oleh masyarakat sekitar desa Singkup. Beberapa orang yang berasal dari berbagai daerah terlihat sering berkunjung ke lokasi ini khususnya pada malam 1 Suro atau 1 Muharram. Cerita legenda yang beredar di masyarakat adalah tentang kepala singa. Berdasarkan cerita masyarakat, dahulu ada seorang yang gagah perkasa sakti mandraguna, “saciduh metu saucap nyata” (ucapannya mujarab). Namun karena kesombongannya merusak hutan yang ada di lokasi tersebut, ia kena petaka menjadi batu yang menyerupai kepala singa.
Keberadaan situs Ki Buyut Manguntapa dan kepala singa berada pada satu hamparan dengan 1001 Tangga Manguntapa. Lokasi dengan ketinggian 345-400 mdpl dapat membangkitkan sensasi tersendiri bagi pengunjung yang berkunjung. Tak jarang pengunjung datang untuk menikmati suasana sore, hingga munculnya bulan dan bintang, terkadang ada juga yang bermalam.
Situs dan legenda mengingatkan kita bahwa sejak lama alam ini mencoba menjaga keseimbangan diri dan bertahan dari gangguan apapun. Keberadaan manusia seharusnya bukan menjadi pengganggu, namun menjadi bagian dalam menjaga keseimbangan alam secara berkelanjutan. (2b)
Desa Panongan lor " Pionir penanaman satu juta pohon mangga"
18 Apr 2022
Kuwu Cipeujeuhwetan " mesin gesek masih di E Warung lama" ini kendala
15 Apr 2022
Sahur Bareng Warga, Bupati Cirebon Bagikan Bantuan
14 Apr 2022
Babad Cirebon " Cerita anak putu"
Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama yang berasal dari Jawa Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan Cirebon juga merupakan pangkalan penting yang menghubungkan jalur perdagangan antar pulau. Kesultanan Cirebon berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi pelabuhan sekaligus “jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda.
Sehingga Kesultanan Cirebon memiliki suatu kebudayaan yang khas tersendiri, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dukuh kecil yang awalnya didirkan oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran).
Dinamakan Caruban karena di sana ada percampuran para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang dan mata pencaharian yang berbeda. Mereka datang dengan tujuan ingin menetap atau hanya berdagang.
Karena awalnya hampir sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Lalu ada juga pembuatan petis dan garam.
Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari Cai(air) dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal sekarang ini.
Karena memiliki pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon akhirnya menjadi sebuah kota besar yang memiliki salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa.
Pelabuhan sangat berguna dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan seluruh Nusantara maupun dengan negara lainnya. Selain itu, Cirebon juga tumbuh menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
PENDIRIAN DAN SILSILAH RAJA KERAJAAN CIREBON
Pangeran Cakrabuana (1430 – 1479) merupakan keturunan dari kerajaan Pajajaran. Ia adalah putera pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya yang bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Raden Walangsungsang(pangeran Cakra Buana) meiliki dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.
Sebagai anak laki-laki tertua, seharusnya ia berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun karena ia memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya, posisi sebagai putra mahkota akhirnya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa (anak laki-laki dari prabu Siliwangi dan Istri keduanya yang bernama Nyai Cantring Manikmayang).
Ini dikarenakan pada saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha.
Pangeran Walangsungsang akhirnya membuat sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir, mendirikan Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi) membuat Dalem Agung Pakungwati serta membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.
Dengan demikian, Pangeran Walangsungsang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon.\Pangeran Walangsungsang, yang telah selesai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman. Ia lalu tampil sebagai “raja” Cirebon pertama yang memerintah kerajaan dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.
Pendirian kesultanan Cirebon memiliki hubungan sangat erat dengan keberadaan Kesultanan Demak.
Keinginan Nelayan di Cirebon, Bakal Dikabulkan Jokowi
12 Apr 2022
Pencairan Siltap dicicil " jika bisa cepat jangan diperlambat"
11 Apr 2022
Pejuang Siliwangi " Ramadhan Berbagi"
9 Apr 2022
Safari Ramadan, Pemkab Cirebon Gelar Vaksinasi Gratis Minyak Goreng
8 Apr 2022
Mata Air Cilampayan " belum laku " mandi disini
7 Apr 2022
Situs Tampian Desa Wilulang " untuk jodoh dan Usaha"
konon menurut berbagai cerita masyarakat , pangeran kembar inilah yang pertama kali menghuni Desa Wilulang pada era Kerajaan Padjadjaran yang di perintah oleh Raja Siliwangi.
Satu diantara legenda yang ada di Desa Wilulang adalah Tampian atau pemandian petilasan , dari cerita yang diperoleh melalui berbagai sumber , petilsan ini adalah tempat kumpul bermusyawarah antara Pangeran kembar dan Pangeran Kiang Santang.
Karena tempat ini dinilai memiliki aura yang positif maka petilasan ini sering dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai daerah.
Banyak pengunjung memilih tempat ini adalah untuk berdoa di tempat pemandian dengan tujuan agar segera terkabul hajatnya.
Masyarakat mempercayai, dulu pangeran welang dan weling bermusyawarah bersama pangeran Kiang Santang dari Padjadjaran, tempat ini sampai sekarang sering digunakan sebagai tempat berdoa oleh orang-orang yang memiliki keinginan tertentu,
konon setelah melakukan doa dan mandi di pemandian keramat maka orang yang meminta usaha maka usahanya makin berkembang pesat. Selain untuk tujuan duniawi, orang yang ingin dapat jodoh setelah mandi disini akan cepat mendapatkan jodohnya.
Bahkan tidak jarang juga warga pendatang yang melakukan tirakat atau semedi.
Di samping Situ tampian( pemandian pangeran welang dan weling )terdapat satu pohon raksasa, yang konon umur pohon tersebut telah berusia lebih dari 700 tahun.
Keberadaan patilasan ataupun tempat yang dikeramatkan, diharapkan akan semakin mendekatkan Manusia dengan Tuhannya, karena hakekatnya apapun yang kita peroleh adalah Hak sang Maha Pemberi, Allah SWT. (1c)
Diduga pungli KTP/KK " ada apa di Mundu"
Situs Makam Sanga " mistri terpendam"
6 Apr 2022
Keramat Nyi Buyut Kaisem " Makom tanpa atap"
BAZ Kabupaten Cirebon Salurkan Bantuan Senilai Rp107 juta
APBD JABAR DALAM LKPJ 2021:SINERGI DI TENGAH PANDEMI
2 Apr 2022
Pasanggrahan " Syeh Syarif Abdurahman" Beringin
Setelah adanya tanah tegalan yang kosong itu maka datanglah orang-orang yang dari tetangga tegalan itu diantaranya dari desa Japura, Rawaurip dan lainnya, untuk bercocok tanam/guna tani di tegalan tersebut. Lama kelamaan para pendatang tersebut sampai beberapa keluarga bermukim tetap sehingga tegalan itu menjadi satu kampung. Atas kesepakatan bersama para pemukim, ditengah kampung itu ditanami sebatang pohon Beringin. Yang lama kelamaan kampung tersebut diberi nama Kampung Beringin. Masa oro-oro hingga menjadi kampung ini lamanya ±217 tahun dan letaknyapun sudah pasti dipinggiran kali Cimanis.
Pada tahun 1841 malam senin, kampung tersebut dilanda banjir bandang, setelah airnya surut pada pagi harinya warga kampung tersebut menemukan seekor sapi jantan yang badannya belang, sesuai kesepakatan bersama para sesepuh, sapi tersebut disembelih dan dagingnya dibagikan kepada warga kampung.
Pada malam selasa setelah disembelihnya sapi tersebut, masyarakat kampung beringin dikagetkan oleh suara tanpa rupa dalam bahasa Cirebon “Heh.. wong kampung beringin, aja sambat kaniaya ngko malam jum’at bakal ana apa” (hai warga kampung beringin, awas nanti malam jum’at bakal ada apa). Setelah kejadian itu, para sesepuh desa menyebarkan keseisi kampung untuk mewaspadai barang kali terjadi apa-apa.
Tiba saatnya malam jum’at tengah malam terjadi banjir bandang yang lebih besar lagi dan memporakporandakan seisi kampung Beringin, semuanya rata dengan tanah dan kembali seperti tegalan yang kosong seperti semula. Adapun warga Beringin yang terbawa arus banjir banyak yang tersangkut di desa Japura lor.
Setelah melhat adanya tanah bekas kampung beringin menjadi lapang atau kosong kembali, maka orang-orang disekitarnya datang diantaranya Embah buyut Dawi dari Sigong juga dari desa Sarajaya, Kubangkarang, Japura, Rawaurip[, dan Bendungan. Sehingga lambat laun kampung tersebut menjadi kampung kembali dan namanya tidak berubah yaitu kampung Beringin dengan pimpinan pertama yaitu Embah Buyut Dawi hingga akhir hayatnya dan dimakamkan disebelah timur desa beringin yaitu Pasarean Blok Peu’eung (sampai sekarang masih ada).
Patilasan Syeh Sarip Abdurrahman
Sebelum terciptanya Desa Beringin sebagaimana diterangkan diatas. Alkisah Syeh Syarip Abdurrahman memohon ijin kepada gurunya untuk sabda giri ke Cirebon. Oleh gurunya diijinkan untuk geguru ke tanah Cirebon, dengan syarat syeh syarip Abdurahman harus melakukan pemenggalan dan langsung dipotong kepalanya kepada 100 (seratus) orang yang lewat di blok Dagang Samek Desa Rawaurip sebelah Utara tanah Desa Beringin sekarang.
Adapun gurunya syeh Syarip Abdurahman adalah Embah Sunan Kalijaga yang pada saat itu menjelma menjadi seorang kakek-kakek. Dengan segala kesaktiannya Embah Sunan Kalijaga menciptakan orang dari kepala sapu sebanyak 99 orang. Yang kesemuanya lewat dan dibegal juga dipotong kepalanya oleh Syeh Sarip Abdurahman, sedangkan orang ke-100 adalah beliau sendiri (Embah Sunan Kalijaga) tapi kali ini Syeh Sarip mendapatkan perlawanan yang sangat ketat, sehingga berimbang. Ketika berkelahi Embah Sunan Kalijaga tidak sengaja mencabut rumput teki. Embah sunan kalijaga menangis karena menyabut rumput itu ramput itu bukat karena tidak berani. Dan syeh syarip bertanya kepada Embah sunan Kalijaga “mengapa anda menangis? Takut mati atau kalah?” lalu kakek itupun menjawab “saya tidak takut kalah atau mati, tapi karena mencabut rumput secara tiba-tiba, tentu tuhan marah.”.
Sejak kejadian itu syeh sarip abdurahman pun ingin berguru kepada embah sunan kalijaga namun di tolak oleh beliau. Pada waktu ketika syeh sarip abdurahman di kubur di pasarean desa beringin dengan diatas kuburannya di tandai dengan teken ampel. Wallahua'lam.
Hingga saat ini banyak Masyarakat dari luar wilayah yang melakukan Ziarah ke makom Syeh Syarif Abdurahman, hususnya pada malam Jum"at. (1b)