Betapa tidak, dipinggir jalan penghubung kecamatan Astanajapura dan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, bahkan tidak jauh dari sebuah Sekolah Swasta ternama, terpampang sebuah tulisan di spanduk " BUKAN TPS" dengan tiga tanda seru, nanun pada kenyataannya terlihat jelas tumpukan sampah yang sangat bertolak belakang dengan tulisan yang terpampang.
Tumpukan sampah yang bau menyengat dan merusak pemandangan tersebut seolah menjadi hiasan pinggir jalan bagi para pengguna jalan.
Entah apa yang terjadi hingga banyak terlihat tumpukan sampah di berbagai jalan yang seharusnya tertata rapih dan asri.
Menyikapi hal tersebut, salah seorang Aktifis lingkungan, Moh Munif, menyayangkan fenomena yang ada.
" kita ini sudah benar benar berada dalam situasi darurat sampah, ini semua terjadi karena tidak tersedianya tempat pembuangan sampah yang nemadai, bahkan tidak sedikit kita melihat beberapa Tempat Pengelolaan Sampah yang ada di beberapa Desa terbengkalai dan tidak dipergunakan lagi, sementara Anggaran untuk pembuatan TPS tersebut tidak sedikit, ditambah lagi mungkin kesadaran Masyarakat untuk membudayakan hidup bersih dan sehat sangat rendah, jadi paslah jika kita saat ini berada dalam fase darurat sampah" tuturnya.
Lebih lanjut Munif menjelaskan, dalam sepanduk tersebut tertera jelas sangsi bagi yang membuang sampah sembarangan
"Sangsi bagi warga yang membuang sampah tidak pada tempatnya adalah kurungan penjara 6 Bulan hingga Denda Rp.50.000.000, namun pertanyaannya siapa yang melakukan pengawasan bagi warga yang membuang sampah sembarangan, dan apakah benar sangsi tersebut bisa direalisasikan sementara kewajiban Pemerintah baik Desa maupun Pemda tidak menyediakan tempat sampah yang memadai, apalagi saat ini hampir pemikiran kita terfokus pada pandemi covid-19. Jadi siapa yang patut dipersalahkan" pungkas Munif. (1c)
0 $type={blogger}:
Posting Komentar