Indomedianewsc -Catatan untuk generasi muda sebagai kado yang harus tetap dikenang, salah satunya adalah dengan keberadaan sosok Mbah Ardi Sela.
Alkisah, Sejarah Karangsuwung berawal dari bertolakbelakangnya pemikiran Sunan Gunung Jati dengan pegawai Keraton Cirebon yang bernama Raden Rustam. Hal itu menyebabkan Sunan Gunung Jati kecewa hingga akhirnya menyuruh Raden Rustam meninggalkan Keraton agar Raden Rustam terbiasa mandiri dan mengetahui liku-liku kehidupan di dunia ini.
Dengan langkah berat dan penyesalannya yang begitu dalam, Raden Rustam pergi meninggalkan Keraton meski tak pasti arah tujuannya. Ia menuju ke arah selatan selama berhari-hari, hingga suatu saat sampai di Gunung Ciremai. Lantas, ia bersemedi di atas puncak gunung tersebut. Pada saat semedi, tiba-tiba ia mendengar suara rintihan harimau minta tolong. Kemudian ia menolong harimau tersebut, hingga di kemudian hari harimau tersebut menjadi pengikutnya yang setia.
Melihat kesetiaan harimau itu, maka Raden Rustam memberi nama Cimandung yang berarti iman kepada Yang Maha Kuasa. Setelah menolong harimau tersebut, ia melanjutkan semedinya selama 40 hari 40 malam.
Selesai bersemedi, Raden Rustam dan pengikutnya pergi meninggalkan Gunung Ciremai dan menuju ke arah timur. Hingga mereka sampai pada suatu karang yang masih sunyi senyap (baca: suwung dalam bahasa Cirebon). Mereka di situ membabad hutan untuk dijadikan suatu perkampungan sambil menyiarkan agama Islam yang ia peroleh dari Sunan Gunung Jati. Lama kelamaan perkampungan tersebut semakin ramai dan masyarakatnya giat belajar agama Islam.
Selama Raden Rustam meninggalkan Keraton Cirebon, selama itu pula ia tidak ada kabar beritanya. Hal itu membuat Raden Dikram yang berasal dari Gebang dan merupakan saudara misan Raden Rustam khawatir. Siang malam ia berdoa untuk keselamatan Raden Rustam. Hingga suatu saat ia mendengar berita kalau saudaranya itu masih berada di wilayah Cirebon, yaitu bagian timur. Selanjutnya Raden Dikram mencari saudaranya tersebut. Pencarian itu memakan waktu yang sangat lama, sebelum akhirnya ditemukan.
Dengan adanya Raden Dikram yang seorang Empuh yang pandai membuat senjata perang dan pandai dalam mengobati berbagai penyakit, memperkuat keyakinan Raden Rustam dalam mengembangkan ajaran Islamnya. Mereka semakin melebarkan ajarannya ke berbagai tempat, hingga mereka menemukan tempat yang masih sunyi untuk dijadikan tempat tinggal mereka. Ketika mereka akan salat Dzuhur, di tempat sunyi tersebut tidak ada air untuk wudhu.
Hal itu membuat mereka berpikir untuk membuat Tuk (balong), sehingga dapat digunakan untuk mengambil air wudhu. Selama mereka berada di tempat tersebut, mereka mendirikan sebuah Tajug untuk menampung orang salat berjamaah sambil mempelajari agama Islam. Tentunya, mereka selalu dibantu oleh abdi dalem yaitu Cimandung.
Setelah berdiam di daerah Tuk, Raden Rustam berganti nama menjadi Ardi Sela (Ardi=Tanah; Sela=Batu). Hal tersebut untuk mengingatkan ia manakala bersemedi selalu duduk di atas batu dengan ditimbuni tanah. Ia meninggal dan dimakamkan di daerah Tuk sehingga terkenal dengan nama Situs Ardi Sela dan Situs Muara Bengkeng (Muara=Bebelik; Bengkeng=Keras/Nyaring).
Untuk mengenang jasa mereka, masyarakat mendirikan pesantren dengan nama Pesantren Tuk, sedangkan makam Ardi Sela dan Muara Bengkeng dijadikan tempat keramat.
Masih untuk mengenang jasa, nama Karangsuwung dijadikan nama sebuah desa, begitu juga Tuk Karangsuwung, hasil dari pemekaran Desa Karangsuwung yang dulu berada di wilayah Kecamatan Karangsembung (sekarang berada di wilayah Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar