Dari segi penerapan, PPKM apa bedanya dengan PSBB ?.
Dilansir dari berbagai sumber, PSBB secara jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang merujuk UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Inisiatif untuk menerapkan kebijakan PSBB selama ini lebih bersifat bottom-up atau dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat. Pemda bisa mengajukan kebijakan PSBB kepada Kementerian Kesehatan. Setelah itu, Kemenkes bisa memberikan persetujuan terkait penerapan PSBB di suatu daerah.
Pelaksanaan PSBB bersifat lebih ketat karena terdapat beberapa kegiatan yang dibatasi. Meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja, menghentikan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, hingga pembatasan moda transportasi.
Meskipun demikian, pembatasan kegiatan-kegiatan dalam PSBB tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja hingga ibadah .
Menteri Kesehatan melalui Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 masih toleran terhadap beberapa sektor strategis tetap diizinkan untuk beroperasi. Aturan itu menetapkan pasar ritel modern, (pasar swalayan maupun toko swalayan), apotek, dan tempat makan (warung makan/rumah makan/restoran), tidak ditutup saat wilayah tertentu menerapkan PSBB.
Jangka waktu penerapan PSBB juga dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.
baik PSBB dan PPKM sejatinya sama-sama bertujuan menekan penyebaran Covid-19 dengan tidak menghentikan total roda ekonomi.
Khusus untuk PPKM, daerah-daerah yang telah memenuhi salah satu atau lebih kriteria yang sudah ditetapkan oleh Instruksi Kemendagri untuk segera melakukan PPKM.
kebijakan PPKM kembali pada kondisi dan kebutuhan peraturan di tiap-tiap daerah. Tentunya, hal tersebut perlu dibahas atau dikaji secara cepat dan mendalam oleh masing Pemda terlebih dahulu.
Jika PSBB sudah diatur secara jelas pada Peraturan Pemerintah yang juga turunan dari UU Kekarantinaan Kesehatan, tak demikian dengan PPKM. Berdasarkan pengamatan pada UU Kekarantinaan Kesehatan, PSBB ditegaskan dalam Pasal 1 poin 11.
Di sana dijelaskan bahwa, 'Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.'
UU tersebut pun mengatur apa saja yang harus dilakukan meliputi kegiatan PSBB. Pada undang-undang itu kemudian menegaskan di Pasal 60 bahwa, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah.'
Lantas pertanyaannya, mengapa kita seakan terbuai dengan dua peraturan yang sifatnya sama hanya dibedakan oleh sebutan, perkataan atau tulisan ( PSBB – PPKM )
Jika memang pada hakekatnya keduanya memiliki maksud dan tujuan yang sama walau berbeda dalam penerapannya, mungkin alangkah lebih baik bila mana Masyarakat diberikan pemahaman yang nyata, bahwa Negeri ini sedang dilanda bencana berupa Corona, dimana Masyarakat diajak bersama-sama untuk memeranginya dengan tidak melulu menukar atau mengganti-ganti istilah yang pada hakekatnya adalah serupa tapi tak sama.
Dalam berbagai kenyataan yang terjadi di Masyarakat, khususnya Masyarakat pedesaan, mereka seakan sudah merasakan kejenuhan yang begitu rupa, hingga antara takut , percaya atau tidak dengan keberadaan Corona, kian hari kian diabaikan karena adanya kejenuhan.
Terlebih lagi, Pemerintah terkesan mau tak mau atau serius dan tidak serius dalam menerapkan kebijakan, baik itu penerapan PSBB ataupun PPKM, betapa tidak, apapun yang diterapkan jika tidak dibarengi sangsi tegas dan hanya bersifat imbauan, jangan harap, Corona ini bisa cepat berakhir, karena pada kenyataannya aturan tetap terkalahkan oleh kebijakan.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar