14 Feb 2021

Dana Desa Antara Musdesus atau Kemendes



Ade Sulaeman ( Indomedianewsc )

Aturan yang mengharuskan penyaluran BLT Dana Desa sesuai dengan mekanisme kerap terkalahkan oleh yang namanya kebijakan, karena adanya tuntutan atau kekhawatiran yang dirasakan para Kuwu atau Perangkat Desa atas desakan Masyarakat.
Dalam Aturan sudah ditentukan, bahwa Penerima BLT Dana Desa harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan, namun dalam hal ini terjadi kerincuhan akibat adanya Peraturan Kemendes yang terkalahkan oleh adanya Musdesus ( Musyawarah Desa Khusus )  Corona.
 para Kepala Desa dibuat pusing oleh daftar penduduk desa yang berhak menerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD). Pasalnya banyak desa yang mungkin jumlah penerima BLT yang memenuhi kriteria tidak sebanding dengan jatah anggaran yang diambil dari dana desa, karena jumlah penerima BLT jauh lebih besar dari anggaran yang tersedia. 
Ketentuan dan mekanisme pendataan hingga pelaksanaan pemberian BLT DD tercantum dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 6 Tahun 2020 yang diterbitkan 14 April lalu. Peraturan tersebut mengubah Peraturan Menteri Desa Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2020. Pasal 8A dalam aturan itu menetapkan beberapa syarat penerima bantuan, seperti keluarga yang kehilangan mata pencarian atau pekerjaan, belum terdata menerima berbagai bantuan sosial, serta mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun atau kronis.
Sebelumnya, Menteri Desa dan PDTT juga menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa. Dalam peraturan tersebut alokasi bantuan langsung tunai untuk pagu dana desa yang kurang dari Rp 800 juta ditetapkan 25 persen dari dana desa. Alokasi untuk desa dengan pagu Rp 800 juta-1,2 miliar sebesar 30 persen. Adapun desa dengan pagu di atas Rp 1,2 miliar mendapat alokasi 35 persen. Skema ini bisa dikembangkan lebih dari 35 persen apabila dibutuhkan dengan persetujuan pemerintah di daerah.
  
Meski kriteria penerima diatur jelas namun pendataan di desa berjalan penuh dinamika. Perangkat desa bingung dengan adanya informasi yang simpang-siur dan ketentuan yang berubah-ubah, karena itu muncul berbagai riak di desa. Banyaknya pertanyaan warga terkait BLT DD hingga banyak warga yang mempertanyakan tentang keabsahan klarifikasi pendataan.
Klarifikasi dimaksud adalah sebagai berikut, Pertama: Pendataan riil calon penerima BLT di tingkat RT Wajib dan tetap dilakukan oleh relawan desa tanpa harus menungggu perubahan Peraturan Bupati dan data bahas bersama terlebih dahulu. 
Kedua: Pendataan calon penerima BLT tidak mengacu pada 14 kriteria Kemiskinan. Data DTKS hanyalah rujukan untuk sinkronisasi antara yang sudah terdata di DTKS dengan riil pendataan oleh relawan.
 Ketiga: Warga yang berhak didata dan menerima BLT mengacu pada 3 kriteria utama yaitu kehilangan pekerjaan/pendapatan akibat dampak Covid-19, belum terdata sebagai penerima JPS PKH, BPNT atau bansos lainnya dan KK yg anggotanya sedang mengalami penyakit kronis. 
Keempat: Jika dalam pendataan ada KK yg tidak Memiliki NIK (KTP atau KK) tetap didata sepanjang memenuhi kriteria, selanjutnya dibahas di forum musyawarah desa khusus dan kepala desa mengeluarkan surat keterangan penduduk sementara.
Kelima: Setelah terdata dan memastikan tidak tumpang tindih dengan DTKS maka kepala desa menetapkan daftar penerima BLT dana desa lalu selanjutnya mengajukan pengesahan ke Bupati atau Camat sesuai penugasan Bupati. 
Keenam: Jika terjadi keadaan luar biasa dan kesulitan membuka rekening Bank maka bisa langsung pembayaran tunai dengan pengawasan oleh para pihak.
 Ketujuh: Kepala Desa tidak diperkenankan mendata seluruh warga dan membagi rata BLT. Sebab jika terjadi penyimpangan dalam data dan pembagian maka Dana Desa Tahap III dan Dana Desa tahun 2021 akan di potong sebesar 50%.
 Kedelapan: Bagi warga masyarakat yang pernah menerima bantuan perumahan layak huni, ternak  yang sifatnya produktif modal usaha tetap didata untuk mendapatkan BLT karena saat ini usaha mereka tidak bisa maksimal kerena terdampak Covid-19.
 Kesembilan: Kepala keluarga yg sedang mendapatkan penghasilan tetap dari gaji oleh Negara/ dearah ( PNS, Aparatur Desa) tidak mendaptkan BLT Dana Desa.
Klarifikasi ini sudah menjawab semua pertanyaan dan keluhan masyarakat. Dengan harapan kusutnya menentukan kriteria dan data warga penerima bantuan sosial pemerintah yang kerap menjadi sumber kisruh di Republik ini tidak terjadi dalam penyaluran BLT dana desa di masa pandemi Covid-19 ini adalah harapan bersama, walaupun pada kenyataannya penyaluran BLT Dana Desa lebih banyak dilakukan secara merata dengan berbagai alasan, baik itu untuk menciptakan kondusifitas atau apapun namanya.
Dampak dari adanya pandemi ini tidak saja membuat para Kuwu terbelenggu oleh adanya keharusan memangkas Anggaran Dana Desa yang diperuntukan bagi warganya yang terdampak akibat Corona, namun harus memutus harapannya untuk membangun Desa khususnya dalam peningkatan infrastruktur.
Kini kita hanya mengharap dan menanti agar Pandemi ini segera berakhir dari Republik, dan tidak ada Kuwu yang terjerat persoalan Hukum karena adanya penggunaan Anggaran akibat menabrak Aturan walau dengan alasan berdasarkan hasil dari Musyawarah.  

0 $type={blogger}: