11 Okt 2020

Nasib Anak Bangsa Ditengah Pandemi

R.Agus Syaefuddin ( Indomedianewsc ) Ada sebuah kalimat Tanya? apakah kita akan tetap berdiam dan berpasrah tanpa usaha dan do’a. Disaat seluruh sendi kita terfokuskan pada persoalan Pandemi, yang seakan melupakan kelangsungan Generasi Penerus Bangsa. Keberadaan Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Pembatasan sosial (social distancing) yang berlangsung selama masa pandemi memberi tekanan mental atau psiko sosial terhadap anak-anak. Mereka tidak bisa belajar bersama para guru, teman-teman mereka, bermain dan berleluasa bergaul karena ada pembatasan social (social distancing). tekanan yang dialami anak-anak ini cukup lama, maka akan menyebabkan gangguan jiwa dan bahkan yang lebih mengerikan lagi memutus tali silaturahmi. Saat ini pembelajaran menggunakan pola daring, tentu memerlukan media yang harus dipenuhi plus bagaimana mengaplikasikan zoom meet, google meet, v.meet dst. yang tidak semua orang tua juga menguasai, apalagi mereka yang berada di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang masih membutuhkan bimbingan terus-menerus. Demikian juga mereka yang tinggal di pedesaan yang jauh dari akses internet. Belum lagi soal biaya yang harus dikeluarkan. Problem yang dialami oleh anak-anak ini harus segera diatasi karena mereka adalah para penerus dan calon pemimpin bangsa. mereka akan memegang peran penting di kancah Indonesia. Mereka diharapkan akan menjadi generasi yang cerdas, produktif, inovatif, dan berperadaban unggul. Mereka akan menjadi generasi emas yang sekaligus juga menjadi pemimpin bangsa. Potensi kuantitas manusia Indonesia berada pada posisi ke-4 dalam daftar negara berpopulasi tertinggi, demikian pula potensi kekayaan alamnya. Ternyata pendapatan perkapita tidak selamanya berbanding lurus dengan capaian pendidikan, bahkan juga capaian kebahagiaan warga negara. Capaian pendidikan di Indonesia, khususnya jenjang pendidikan dasar dan menengah belum beranjak dari kategori di bawah rata-rata Jika ditarik dalam skala mikro, maka kekayaan sesorang tidak sebanding lurus dengan prsetasinya bahkan juga kebahagiaannya. Banyak anak-anak orang kaya yang gagal dalam pendidikannya, dan sebaliknya banyak anak-anak dari orang miskin yang sukses dan berprestasi. Orang-orang sukses dan para tokoh terkenal di Indonesia pada umumnya adalah berasal dari anak-anak desa yang tidak mampu secara ekonomi. Hal ini tentu dapat dipahami, karena anak orang-orang kaya memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap orang tuanya, mereka tidak terlalu banyak memikirkan masa depannya, karena sudah merasa cukup dengan apa yang mereka miliki dan nikmati dengan kekayaan orang tuanya. Selain itu, tantangan yang mereka hadapi sangat kecil bahkan hampir tidak ada, mereka serba berkecukupan dengan segala fasilitasnya. Sementara itu anak-anak desa yang miskin menghadapi tantangan yang besar dan mereka harus banting tulang untuk mendapatkan segala sesuatunya. Tantangan inilah yang kemudian membuat mereka berkemauan keras dan bercita-cita tinggi untuk meraih masa depannya, termasuk yang dilakukan oleh para orang tuanya. Maka sesungguhnya capaian prestasi itulah yang membuat mereka puas dan bahagia, sesuatu yang memenuhi kebutuhan ruhaninya. Sementara itu pemenuhan materi tidak pernah cukup membuat seseorang puas dan merasa cukup aman dan tenteram jiwanya. pencapaian (prestasi) adalah lebih penting daripada materi, pencapaian (tujuan atau tugas) memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan orang lain. Pemerintah Indonesia mesti melakukan introspeksi terhadap kebijakan-kebijakan yang dilakukan, sambil belajar dengan negara-negara lain yang sudah maju dan berprestasi Karena Indonesia merupakan negara potensial yang memiliki kekayaan baik SDM maupun SDA-nya. Selain itu Indonesia juga memiliki modal nasionalitas yang kuat, yaitu: kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa (agama), keutuhan wilayah negara, bahasa kesatuan, konstitusi dan falsafah negara, sistem pemerintahan yang meliputi seluruh tanah air, dan jajaran militer sebagai tulang punggung ketertiban dan stabilitas nasional. Maka modalitas tersebut sudah seharusnya menjadi negara yang berprestasi dalam segala aspeknya. Ada beberapa hal yang mesti dilakukan: Pertama, sekolah seharusnya berpihak kepada masyarakat bawah merekomendasi pemerataan pendidikan secara luas dan dalam jumlah yang memadai. Pemerataan dimaksud adalah memberi kesempatan kepada masyarakat lapis bawah, bahkan mereka harus mendapatkan preferensi supaya tidak terjadi diskriminasi; Kedua, Seluruh proses belajar-mengajar baik isi maupun penyampaian dan evaluasinya harus berorientasi kepada pemihakan rakyat miskin. Orientasi mata pelajaran dan kurikulum hendaknya ditekankan pada pendidikan yang berwawasan kemanusiaan (humanistik), penciptaan demokratisasi, egalitarianisme dan pluralisme; Ketiga, pemerintah hendaknya memiliki good will dan komitmen yang tinggi terhadap pemberdayaan kaum miskin melalui prioritas program pendidikan dan melakukan kontrol yang ketat terhadap anggaran pendidikan, sehingga segala macam tindak korupsi dan eksploitasi yang mengakibatkan kerugian negara dan rakyat banyak dapat terhindarkan, termasuk kegaduhan sosial. Karena harmoni sosial menjadi faktor penting dalam pencapaian prestasi dan kebahagiaan suatu masyarakat. Hal ini juga relevan dengan teori agama, bahwa kemakmuran sebuah negeri tergantung pada penduduknya yang beriman dan bertakwa. Tuhan akan memberi nikmat bagi penduduk negeri yang taat dan menurunkan malapetaka kepada mereka yang zalim Sudah saatnya semua komponen: pemerintah, orang tua dan masyarakat dari berbagai lapisan melibatkan diri untuk mewujudkan pendidikan yang terbaik bagi generasi bangsa ini. Semoga. Dengan adanya Pandemi Covid-19 membuka mata dan hati kita, bahwa hidup adalah harapan, maka wujudkan harapam itu dengan usaha dan do’a. Semoga dengan adanya pandemic ini, semakin meningkatkan kualitas keimanan kita pada sang pencipta dan lebih menghargai arti sebuah kesehatan. ( dilansir dari berbagai sumber )

0 $type={blogger}: