2 Agu 2020

Pengabdian Kuwu Ditengan Pandemi Covid-19

R. Agus Syaefuddin ( wartawan Suara Cirebon ) Mengabdi pada Bangsa bisa dilakukan dengan berbagai cara positif yang berlandaskan UUD 45 dan Pancasila sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab yang diemban. Salah satunya menjadi seorang Pemimpin dalam sebuah Desa atau yang lebih akrab disebut dengan Kuwu. Menjadi seorang Kuwu mungkin bukanlah merupakan Cita-cita yang telah tertanam sejak usia muda, namun lebih kepada nasib dan suratan Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Oleh Karenanya, menjadi seorang Kuwu harus siap secara lahir dan batin, dengan mengutamakan tanggung jawab kinerjanya sebagai seorang Pelayan Masyarakat, yang jam kerjanya tidak terbatas oleh waktu, dalam pengertian lain kapanpun Masyarakat memerlukan, maka Sosok seorang Kuwu harus hadir tanpa melihat siapa dan apa yang Rakyat inginkan. Inilah seyogyanya tugas seorang Kuwu yang dipilih dan mengemban amanat kepercayaan yang terpikul diatas pundaknya tanpa bisa mengeluh terlebih lagi lari dari tanggungjawabnya dengan mengedepankan argument atau pembelaan atas dirinya. Tidaklah mudah melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang Kuwu, bahkan kemungkinan ada kata atau kalimat yang terpatri abadi dan harus siap dengan konsekuensinya seperti kutipan kata, benarnya saja salah, apalagi salahnya. Menjadi seorang Kuwu dituntut untuk berlaku adil dan bijak, namun mampukah dua kalimat itu diwujudkan dalam sebuah kenyataan ? Pertanyaan ini mungkin tidak bisa dijawab dengan penuh kesempurnaan, karena bagaimanapun seorang Kuwu tidak akan pernah bisa sepenuhnya berlaku adil dan bijak, ini merupakan sebuah keniscayaan. Ditengah Pandemi Covid -19, Beban seorang Kuwu dalam melaksanakan kewajibannya memberikan Pelayanan terbaik terhadap Warga Masyarakat ternyata menimbulkan perspalan yang sangat multi konflik, betapa tidak, dengan Anggaran yang telah ada pagunya dan keterbatasan yang ada, mengakibatkan keinginan tidak sesuai dengan kemampuan maupun kekuwasaan, disatu sisi ingin memberikan yang terbaik terhadap Warga berdasarkan rasa keadilan, namun disisi lain keinginan tersebut terbentur oleh keterbatasan Anggaran dan ketentuan Hukum yang berlaku, hingga akhirnya penilaiyan Masyarakat dengan Dalih ketidak adilan seakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab sebagai seorang Kuwu. Inilah realita yang ada, beban Kuwu sangatlah terasa dimasa Pandemi ini, dan ujungnya Masyarakat tidak mau tahu apa sebenarnya yang terjadi, mereka hanya menuntut kesetaraan Hak, sementara Hak itu yang menentukan adalah dari pihak Pemerintah Pusat, walaupun mungkin tidak sedikit ada peran Kuwu yang berpengaruh dalam menentukan kebijakan walaupun harus berlawanan dengan Hukum maupun aturan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya kita hanya bisa berharap untuk melakukan sesuatu yang terbaik, walaupun mungkin sesuatu itu hanya bisa menjadi sesuatu yang entah akan terwujud atau tidak. Betapa Negeri ini diporak porandakan dengan adanya Pandemi Covid -19, hingga menimbulkan beragam persoalan yang seakan tidak berujung. Kini kita hanya bisa berharap melalui berbagai Cara, baik melalui Do’a maupun usaha yang sifatnya lahiriah demi segeranya berakhir pandemi cofid-19. Mungkin sesuatu yang bijak harus kita utamakan saat ini, yaitu lupakan semua perbedakan, jauhkan dari saling menyalahkan dan tetap memohon atas segala yang ada, karena hakikinya Manusia hanya memiliki keinginan namun penentu dari segalanya adalah Allah Swt…Tuhan penguasa dan pemilik segalanya….

0 $type={blogger}: