Ada saatnya kita membanggakan Pidato
Para Pendiri Negeri, namun tak ada salahnya jika kita bercermin pada Pidato
Penguasa Negeri lain yang mungkin itu lebih baik.
And so, my fellow Americans: ask not what your
country can do for you, ask what you can do for your country John F Kennedy
Kutipan pidato pelantikan John F Kennedy sebagai presiden ke-35 Amerika Serikat
pada 20 Januari 1961 yang masih dapat disaksikan di John F Kennedy Presidential
Library and Museum di Boston tetap inspiratif dan relevan untuk refleksi kita
dalam kehidupan bernegara. Namun, sasaran utama pidato itu lebih tepat
ditujukan kepada pejabat publik kita, terutama mereka yang bekerja di
pemerintahan. Sebab, tidak sedikit di antara mereka yang berpikir pragmatis
tentang apa yang dapat diperoleh dari negara ketimbang apa yang dapat dilakukan
dan diabdikan untuk kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Sumber pencaharian
hidup Pola pikir itu berlaku umum di kalangan pejabat publik, yang menjadikan
negara tidak lebih sebagai tempat untuk bekerja, mencari nafkah, dan sumber
pencaharian hidup secara permanen. Bekerja di institusi negara dimaknai oleh
pejabat publik sebagai usaha strategis untuk meningkatkan kesejahteraan diri
dan keluarganya. Tidak heran jika kesejahteraan hidup di kalangan pejabat
publik umumnya meningkat drastis ketimbang rakyat. Sementara pejabat publik
memiliki akses ke aset-aset negara, rakyat tidak. Malah, rakyat sering kali
lebih diingatkan tentang kewajiban-kewajibannya daripada dipenuhi haknya.
Kewajiban yang sering kali diingatkan kepada rakyat adalah soal pajak. Filosofi
dasarnya adalah bahwa negara dapat bertahan dan terselenggara jika rakyat taat dalam
membayar pajak secara reguler. Ironisnya, uang pajak hanya sedikit sekali
digunakan untuk memenuhi hak-hak rakyat dalam memperoleh pekerjaan serta
penghidupan yang lebih layak dan sejahtera. Yang justru kita saksikan
akhir-akhir ini adalah maraknya fenomena penyalahgunaan uang pajak untuk
peningkatan kesejahteraan pejabat dan keluarganya, bukan untuk kesejahteraan
rakyat. Penyalahgunaan itu sesungguhnya hanyalah salah satu di antara sekian
banyak fenomena korupsi yang terjadi di hampir semua institusi negara, mulai
dari pusat sampai daerah. Sekarang ini, korupsi bukan hanya tersentralisasi di
kalangan pejabat publik di Jakarta seperti yang pernah terjadi pada rezim Orde
Baru, melainkan juga terdesentralisasi di kalangan pejabat publik di
pemerintahan daerah.. Terinspirasi oleh pidato Kennedy yang dikutip di awal
opini ini, kita sangat berharap agar Para Penjabat memberikan spirit yang kuat kepada pejabat
publik tentang apa yang dapat mereka lakukan, berikan, dan abdikan untuk
kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Dalam mengemban misi pengabdian hidup
itu, pejabat publik dapat memulainya dengan keteladanan moral yang jujur dalam
penyelenggaraan negara. Keteladanan moral yang jujur tidak cukup dengan berkata
”tidak pada korupsi”. Akan tetapi, harus dipraktikkan dan dibiasakan dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara sehingga menjadi kebiasaan (habit), yang
akhirnya tecermin dalam pemerintahan yang bersih dan baik. Namun, di balik
kabar menggembirakan tentang kemajuan pemberantasan korupsi di negara kita,
sesungguhnya tersingkap fenomena lain yang lebih membahayakan. Bahwa, praktik
korupsi—bukan keteladanan moral yang jujur—kini justru sudah menjadi kebiasaan
hidup di kalangan pejabat publik, mulai dari pusat sampai daerah. Karena itu,
dengan sedikit mengubah kata-kata Presiden Amerika Thomas Jefferson pada 1800,
”I have sworn upon the altar of God, eternal hostility against every form of
tyranny over the mind of man,” yang terpahat di patungnya di Washington DC,
kita, rakyat Indonesia, meminta kepada pejabat publik untuk berjanji atas nama
Tuhan dan mewujudkan janjinya itu dalam bentuk permusuhan abadi terhadap segala
bentuk korupsi (eternal hostility against every form of corruption).Bukan Katakan tidak untuk Korupsi, Tetapi Bersumpah atas diri kehadirat sang Maha Pencipta, Bahwa korupsi adalah Musuh Abadi dan kita pastikan Bahwa kita anti Korupsi..
0 $type={blogger}:
Posting Komentar