29 Apr 2020

Penanggulangan Corona Minim Konsep “ maksimal akibat”

R. Agus Syaefuddin  ( Wartawan Suara Cirebon )


Wabah virus corona saat ini telah merenggut ratusan nyawa Manusia tanpa memandang kasta  dan kedudukan seseorang, baik si Miskin, Si Kaya, kaum intelektual maupun kaum yang termarjinalkan.
Akibat dari merebaknya penyebaran Virus yang tak pandang bulu tersebut, membuat Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang entah benar atau tidak keputusannya.
Virus Corona saat ini seakan menjadi sesuatu yang sangat menakutkan hingga membunuh sendi-sendi kehidupan Manusia yang  harus rela melepaskan keyakinannya demi menghindari adanya penyebaran wabah yang semakin merajalela.
Sayangnya, konsep Pemerintah yang bertujuan untuk melindungi dan menolong warga Masyarakat dengan berbagai Program bantuan yang dikemas dalam bentuk Sosial, seakan hanya bersifat uji coba dan pratikum  yang bisa berakibat positif maupun sebaliknya.
Pemerintah menggelontorkan berbagai kebijakan yang mengatasnamakan demi Kemanusiaan namun pada kenyataannya seolah kebijakan tersebut justru menimbulkan persoalan baru.
Semisal mengeluarkan para Tahanan dengan dalih agar mengurangi adanya penyebaran dan penularan Virus karena disebabkan oleh terjadinya kerumunan yang bersifat missal.
Sementara kebijakan tersebut tanpa dibarengi dengan pemikiran sebab akibatnya, toh pada kenyataannya banyak para narapidana yang dikeluarkan dari Tahanan malah semakin membuat onar dan kembali melakukan kejahatan, hal ini dikarenakan napi yang dikeluarkan sulit untuk memperoleh pekerjaan yang layak, sementara perut dan kebutuhan lainnya menuntut dengan  segala konsekuensinya, yang pada akhirnya kejahatan mereka cukup diselesaikan dengan letusan timah panas dan kembali memasukannya dalam deruji besi  untuk berkumpul kembali bersama napi lainnya, lantas apakah kebijakan ini benar ? sebuah pertanyaan yang entah siapa yang harus menjawab dan bertanggungjawab.
Keberingasan virus Corona tidak berhenti hanya sampai disitu, Pemerintah kembali membuat kebijakan dengan mengeluarkan stetmen, bahwa masyarakat yang terdampak Corona akan memperoleh bantuan Sosial dengan berbagai  kemasan, ada yang berupa bantuan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan bahkan memperbolehkan para Kuwu untuk menggelontorkan Dana Desa yang diperuntukan khusus bagi Warga yang terdampak Corona.
Ironisnya, Anggaran Gubernur, Bupati  hingga  pengalokasian Dana Desa bagi warga terdampak Corona  ternyata tidak dibarengi dengan konsep yang jelas, betapa tidak, jika kita bicara Masyarakat terdampak, tentunya semua Masyarakat saat ini secara keseluruhan terdampak dengan adanya Virus Corona.
Namun nyatanya, Bantuan tersebut tidak sesuai dengan fakta Masyarakat dilapangan, betapa tidak, selain keterbatasan Anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Desa yang hanya sebesar 30 sampai 35 %, ditambah Kuota Pemerintah Provinsi yang terbatas termasuk Bantuan dari pihak Kabupaten yang hanya beberapa saja, tentunya bukan saja tidak menyentuh Masyarakat secara keseluruhan, tetapi yang lebih dikhawatirkan akan timbulnya sebuah permusuhan antar warga karena merasa ada ketidak adilan, dan akibat dari semuanya adalah akan berujung pada  penilaiyan Masyarakat  yang menyalahkan pihak Desa yang terkesan tebang pilih atau pilih kasih.
Seharusnya, sebelum Pemerintah mengeluarkan stetment tersebut harus terlebih dahulu melakukan pendataan secara langsung terjun kelapangan dan bukan hanya mengandalkan Data yang belum tentu kebenarannya, apalagi mempergunakan Data yang diambil dari beberapa Tahun sebelumnya, ini jelas sebuah program tanpa konsep dan hanya bersifat uji coba dengan dalih jika ada kesalahan data akan dilakukan evaluasi  yang lebih falid. Bukankah ini akan menimbulkan konflik yang lebih berbahaya dari sekedar Virus Corona.
Mirisnya lagi, keganasan Virus Corona mengakibatkan terjadinya pembatasan dalam melaksanakan ibadah dengan dalih menghindari kerumunan, sementara Pemerintah pun kembali terlihat gamang, betapa tidak, disaat Kaum Muslim memasuki Bulan Ramadhan, dimana  yang biasanya diisi dengan berbagai kegiatan keAgamaan, dari Mulai Buka bersama, Sholat Tarawih, tadarus Al-qur’an dan kegiatan lainnya, termasuk Solat Jum’at  harus terhenti dengan dalih mengantisipasi terjadinya penyebaran Virus Corona, sementara kegagapan terlihat sangat jelas dengan memperbolehkannya Mol atau Supermarket tetap dibuka bahkan Pasar Rakyat yang sangat jelas mengundang kerumunan seakan dibiarkan dengan dalih demi perekonomian dan hajat orang banyak, lantas apa bedanya kerumunan dalam melaksanakan ibdah dengan kerumunan yang ada di Supermarket, mol hingga pasar Rakyat.
Andai saja Pemerintah tidak gagap dan berani melakukan sesuatu dengan ketegasan yang tanpa pandang bulu, maka  tidak akan ada pembatasan dalam melaksanakan Ibadah  dengan dalih menghindari kerumunan.
Akhirnya kita mungkin hanya berharap bahwa semua ini memang sebuah wabah yang sejatinya wabah, dan bukan ada konsep dibalik sebuah Virus yang menakutkan, yang berakibat pada  Soft Sholat yang seharusnya rapat dan saat ini harus renggang dengan jarak yang sangat berlawanan dengan ketentuannya sempurnanya sebuah Sholat.
Andaikan Virus ini sebuah wabah yang sejatinya wabah, apakah bukannya lebih baik kita semakin meningkatkan keimanan terlebih di Bulan yang penuh berkah dan ampunan, dan bukannya saling berdebat beradu dalil  dan tafsir.
Semoga Wabah ini segera musnah dari Nusantara tercinta bahkan Dunia, dan tidak melahirkan Dajal yang pandai beradu mulut dengan menghalalkan segala cara bahkan rela mengorbankan akidah… Wallahua’lam….

0 $type={blogger}: