21 Jan 2020

Hak Preogratif Kuwu VS Hak Perangkat

R. Agus Syaefuddin ( Wartawan Suara Cirebon )
Pemerintah membuat aturan yang mengikat tentang tata cara pengangkatan maupun pemberhentian Perangkat Desa. Ironisnya, terkesan aturan tinggalah aturan, yang pada kenyataannya aturan tetap terkalahkan oleh sesuatu yang bernama kepentingan.
Hal ini sangat kentara, disaat dalam sebuah Pemerintahan Desa berganti kepemimpinan ( Kuwu/Kepala Desa )
Betapa tidak, tiap kali terjadi Pergantian Kuwu Atau Kepala Desa yang berdasarkan Hasil Pemilihan langsung, saat itu juga kerapkali terjadi pergantian Perangkat Desa dengan berbagai dalih maupun alibi.
Ini terus terjadi dan seakan sudah menjadi tradisi yang mengalahkan sebuah Aturan ataupun ketentuan.
Lantas siapakah yang bersalah ?
Dalam ketentuannya, seorang Kuwu atau Kepala Desa memiliki Hak Preogratif, namun disisi lain Hak itu terhalang oleh sebuah ketentuan atau tatacara tentang pengangkatan ataupun pemberhentian Perangkat Desa.
Inilah yang seharusnya menjadi kajian dengan kepastian, agar persoalan paska pergantian Kepemimpinan tidak selalu menimbulkan persoalan.
Jika memang seorang Kuwu memiliki Hak Prigratif, maka kewenangannya jangan dibatasi oleh sebuah aturan, karena pada kenyataannya aturan tetap terkalahan dan tidak bisa menyelesaikan persoalan.
Sebaliknya, jika memang aturan tersebut sudah dibekukan, maka tidak ada alasan untuk seorang Kuwu melakukan pergantian terhadap jajarannya, dalam hal ini Perangkat Desa, terkecuali memang Perangkat Desa tersebut tersangkut perkara atau mengundurkan diri maupun meninggal Dunia.
Inilah sebuah kenyataan yang selama ini terjadi, hingga terus meninggalkan persoalan yang terkesan tidak bisa terselesaikan.
Jika kita menyalahkan Kuwu atau Kepala Desa untuk melakukan pergantian Perangkatnya, mungkin ini juga kurang bijak. Karena seorang Kuwu disaat menjelang pencalonan hingga penetapan dirinya menjadi seorang Kuwu, tidak sedikit biaya maupun tenaga yang dikeluarkan, maka  sudah menjadi sesuatu yang wajar, jika Seorang Kuwu melakukan Pergantian Perangkatnya demi sesuatu sesuai harapannya.
Namun tidak bijak juga jika kita menyalahkan atau membiarkan terjadi pergantian yang terkesan ada kesewenang-wenangan, karena seorang Perangkat Desa yang Syah telah memiliki Surat Keputusan ( SK ) hingga masa baktinya berakhir sesuai dengan aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan, terlebih lagi saat ini seorang Perangkat Desa telah memiliki identitas jelas berupa NRPD (Nomor Registrasi Perangkat Desa ) yang kedudukannya hamper sama dengan seorang Aparatur Sipil Negara.
Hingga akhirnya, selama Pemerintahan Desa masih menggunakan Pola Pemilihan secara langsung, maka persoalan antara Kuwu dan Perangkat Desanya tidak akan pernah terselesaikan, terkecuali Pemerintahan Desa telah diganti dengan Kelurahan.
Yang lebih membuat kita merasa miris atau bahkan menggelengkan kepala adalah Anggaran untuk seorang Calon Kuwu dalam berkampanye atau menarik hati Rakyat, bisa melebihi Anggaran Pencalonan Seorang Anggota Dewan yang meliputi berbagai Kecamatan, dan yang paling nyata adalah dampak Pencalonan Kuwu adalah meninggalkan Rasa Dendam yang terkadang sulit untuk diredam, hingga kerap terjadi perselisihan antar teman, Tetangga bahkan Keluarga.
Inilah yang harus kita semua renungkan dan fikirkan, apakah kita akan membiarkan  Persoalan tersebut berjalan terus, atau kita bisa mencari solusi terbaik, agar Persoalan nyata tersebut bisa kita hindari.
Pada Prinsipnya, membangun sebuah Desa atau apapun  namanya, tidak selalu kita harus menjadi Pemimpin atau  Perangkat didalamnya, semuanya tergantung niat dan tujuan.
Semua Orang mampu untuk membangun sesuatu yang terbaik, asalkan mempunya niat dan keinginan yang kuat. Namun jika harapn tersebut hanya digantungkan pada sesuatu yang bernama jabatan, maka tidak aneh, Jika Permusuhan dan rasa paling mampu akan terus  tumbuh subur dengan meninggalkan Persoalan yang terus terjadi tanpa mampu untuk dibendung terkecuali Nyawa sudah terlepas dari Raga. Wallahu’alam .

0 $type={blogger}: